sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dampak pandemi Covid-19 terhadap agenda pembangunan di Indonesia

Isu ekonomi menjadi hal yang cukup krusial dalam konteks penataan pascapandemi.

Hermansah
Hermansah Sabtu, 14 Agst 2021 08:07 WIB
Dampak pandemi Covid-19 terhadap agenda pembangunan di Indonesia

Lebih lanjut ia memaparkan strategi mengendalikan pandemi .

"Kembali ke basic. Kembali ke kaidah kesehatan, memutus mata rantai penularan. Prioritas utama adalah menyelematkan nyawa manusia, jangan dikomersialisasi­kan, kepemimpinan nasional yang tangguh dan pengorganisasian yang apik, komunikasi publik yang efektif. Ini 5 prinsip dasar yang kurang atau tidak dijumpai di kita," katanya.

Pandemi ini perang yang diakui pemerintah lebih sulit dari perang konvensional, tetapi Indonesia tidak pernah declare ada kedaruratan menghadapi Covid.

"Menghadapi Covid sebagai business as usual, dengan menggunakan UU yang ada. sehingga muncullah piutang rumah sakit kepada pemerintah sebesar rp40 triliun, nakes tidak dibayar honorariumnya," kata Faisal Basri.

Pada kesempatan yang sama Faisal mengibaratkan pandemi ini seperti membuka kotak pandora. Struktur ekonomi Indonesia rapuh. Mayoritas penduduk masih tergolong insecure dan ketimpangan cenderung meningkat. Value extraction kian dominan ketimbang value creation, menyebabkan pertumbuhan produktivitas (total factor productivity) melambat bahkan mengalami penurunan. Lebih mengandalkan otot dan keringat (perspiration) ketimbang otak (aspiration)," katanya.

Sementara Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyatakan, krisis itu sebenarnya bisa menjadi turning point kalau dimanfaatkan dengan baik. Atau bisa jadi krisis itu membuat ekonomi suatu negara menjadi semakin terseok.

"Dalam banyak kasus sebenarnya krisis itu merupakan suatu momentum untuk melakukan turn around. Dalam kondisi normal beberapa kesalahan sulit untuk dibetulkan, karena pasti status quo mengharapkan sesuatu as it is. Krisis ini membuat apa yang selama ini dijustifikasi status quo itu sedikit berubah dan transformasi merupakan suatu yang tak bisa dihindari," kata Wijayanto.

Ia juga menganalogikan kondisi perekonomian Indonesia dengan Covid-19, maka komorbid utama perekonomian Indonesia adalah, pertama tingkat hutang pemerintah, korporasi & rumah tangga yang tinggi. Kedua, kapasitas fiskal pemerintah yang terus melemah. Ketiga current account deficit yang terus meningkat. Keempat, ketimpangan pendapatan, kekayaan & penguasaan tanah. Kelima, tingkat pengangguran yang tinggi dengan kualitas pekerjaan yang rendah. Keenam, regulatory uncertainty & inconsistency.

Sponsored

Sedangkan Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tertahan di angka 5% menunjukkan gejala inersia.

"Suatu kondisi di mana perekonomian bergerak dengan kecepatan yang relatif konstan dan tidak memiliki daya dorong yang cukup untuk bergerak lebih cepat. Pandemi semakin memperumit usaha untuk melakukan akselerasi ekonomi dan meningkatkan risiko Indonesia masuk ke dalam jebakan kelas menengah," papar dia.

Ia juga menyinggung bahwa pemulihan ekonomi tidak akan efektif tanpa disertai penguatan kapasitas kelembagaan dan pengawasan terhadap praktik good governance, termasuk dalam penggunaan dana PEN.

"Transformasi ekonomi dibutuhkan agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, yang kita butuhkan minimal 7%-8% per tahun dan mampu bertahan pada level tersebut selama beberapa dasawarsa," katanya.

Dalam kesempatan yang sama ia juga menyatakan bahwa salah satu transformasi ekonomi yang perlu dilakukan adalah melakukan revitalisasi industri manufaktur, serta mendorong peningkatan nilai tambah pada sektor-sektor unggulan dan strategis, khususnya dalam pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah.

Berita Lainnya
×
tekid