sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Enam kontribusi fintech dalam pemulihan ekonomi RI

Salah satunya adalah kian maraknya perusahaan rintisan (startup) yang menjadi unicorn.

Asyifa Putri
Asyifa Putri Jumat, 10 Des 2021 09:55 WIB
Enam kontribusi fintech dalam pemulihan ekonomi RI

Indonesia Fintech Society (IFSoc) menyambut positif datangnya momentum perkembangan industri teknologi finansial (tekfin) nasional. 

Peningkatan penetrasi internet dan perubahan perilaku konsumen pada era kenormalan baru, valuasi ekonomi digital Indonesia pada 2021 diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 49% (yoy). Ini tak lepas dari kian terbentuknya regulatory framework berbasis prinsip dan ekosistem yang berkembang.

Menurut IFSoC, ada enam poin yang berperan besar mendorong kontribusi fintech dalam pemulihan ekonomi Indonesia.

1. Merawat kredibilitas P2P lending
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat 104 fintech P2P lending yang telah berizin dan terdaftar di OJK hingga November 2021. Itu terdiri dari 749.175 entitas lender, 68.414.603 entitas borrower, dan total penyaluran sebesar Rp249 triliun.

Selain itu, kolaborasi antara bank dan P2P lending (channelling) selama pandemi masih terus berlanjut. Pemanfaatan infrastruktur digital oleh bank memudahkan penyaluran permodalan bagi individu dan UMKM.

"Tren peningkatan fintech P2P lending berizin tentunya sesuai harapan kita di samping perlu tetap mengawasi dan menindak pinjol ilegal," ujar Ketua Umum IFSoc, Mirza Adityaswara, dalam keterangan resmi, Kamis (9/12).

Menurut IFSoc, kehadiran pinjol ilegal menjadi disinsentif pertumbuhan ekosistem P2P lending. Karenanya, mengapresiasi serangkaian upaya pemerintah dan OJK memberantas pinjol ilegal dan memperkuat tata kelola atas operasi P2P lending legal.

IFSoc juga menekankan perlunya upaya terintegrasi guna memberantas pinjol ilegal sebagai upaya menjaga kredibilitas P2P lending.

Sponsored

2. Perkembangan unicorn
Anggota Steering Committee IFSoc, Rudiantara, menyatakan, peningkatan jumlah perusahaan rintisan (startup) berstatus unicorn di Tanah Air menjadikan Indonesia sebagai negara kedua dengan startup terbanyak di ASEAN. 

Apalagi, salah satu startup dalam negeri, Bukalapak, menjadi perusahaan teknologi pertama yang melantai (initial public offering/IPO) di pasar bursa saham Asia Tenggara pada awal Agustus 2021.

“IPO hadir sebagai alternatif diversifikasi dan penggalangan modal bagi perusahaan rintisan Indonesia. Kami menilai, bahwa terbitnya POJK terkait multiple voting share [MVS] menegaskan dalamnya pemahaman regulator dalam pengendalian perusahaan teknologi sekaligus mengakomodir kebutuhan tech unicorn yang mempersiapkan diri untuk melakukan penawaran saham," tuturnya.

3. Fenomena neobank
POJK Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum dan POJK Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum menegaskan definisi neobank sebagai terobosan baru di industri keuangan. Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP), yang diluncurkan Bank Indonesia, pun memberikan framework regulasi yang mendukung aktivitas neobank.

Kebijakan tersebut dinilai membuat koneksi antara lembaga perbankan dengan penyelenggara pembayaran menjadi lebih efisien.

“Tren akuisisi bank kecil oleh perusahaan teknologi serta transformasi digital oleh bank konvensional menjadi sinyal perkembangan neobank di masa depan. IFSoc menekankan bahwa keberadaan ekosistem digital yang terintegrasi menjadi kunci keberhasilan neobank. Berkaca pada keberhasilan KakaoBank di Korea Selatan dan MyBank [ANT Group] di China, ekosistem yang terintegrasi seperti dengan fintech dan e-commerce menjadi sangat penting," papar Mirza.

4. E-Investment mendemokratisasi pasar modal
Anggota Steering Committee IFSoc, Karaniya Dharmasaputra, menambahkan, jumlah investor pasar modal dan reksa dana meningkat secara signifikan pada Oktober 2021. Jumlah investor kini mencapai 6,1 juta dan jumlah investor reksa dana menembus 5,8 juta.

"Sebelumnya di tahun 2020, jumlah investor pasar modal adalah 3,9 juta dan jumlah investor reksa dana 3,2 juta," katanya. "Investor SBN juga mengalami peningkatan menjadi 588.000 investor, meningkat dari angka 460.000 di tahun 2020."

IFSoc menilai, perkembangan digitalisasi pada produk pasar modal, yakni reksa dana, SBN ritel, dan saham menjawab persoalan inklusi keuangan di Indonesia. Alasannya, membuat masyarakat dapat dengan cepat dan mudah mengakses produk-produk tersebut.

IFSoc pun mendukung upaya lembaga penyimpanan dan penyelesaian (LPP) di pasar modal Tanah Air, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), membangun sistem data sharing antarpemangku kepentingan dan penerapan kebijakan sentralisasi data nasabah agar investor tidak melakukan e-KYC berulang.

Karaniya menambahkan, terlihat peningkatan minat konsumen untuk berinvestasi secara ritel atau dengan nominal kecil selama pandemi. "Tren ini membuka potensi pendalaman pasar modal, khususnya bagi investor ritel yang baru mulai berinvestasi."

"Untuk mendukung berkembangnya jumlah investor ritel, perlu dikaji adanya pemberlakuan persyaratan registrasi dengan e-KYC yang berjenjang sesuai dengan profil risiko calon investor, namun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian." sarannya.

5. Digitalisasi penyaluran bansos
Mekanisme penyaluran bantuan sosial (bansos) di Indonesia dinilai masih dihadapkan pada permasalahan transparansi dan akuntabilitas akibat kendala pada proses distribusi. Anggota Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini, menilai, digitalisasi dapat membantu mengurangi potensi penyalahgunaan dengan menghilangkan intermediary issue dalam proses penyalurannya.

“Hingga tahun 2021, penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 72,87% dan penetrasi pengguna smartphone mencapai 72,07%. Pesatnya perkembangan digital di Indonesia serta perluasan akses digital menjadi peluang penerapan sistem penyaluran bansos berbasis digital," terangnya.

"IFSoc mengapresiasi pemerintah yang telah membuka diskusi dengan berbagai stakeholder terkait digitalisasi bansos dan upaya pembenahan DTKS [Data Terpadu Kesejahteraan Sosial] serta mendorong pemanfaatan digital sebagai alternatif penyaluran bansos.” imbuhnya.

Menyangkut urgensi perlindungan data dan risiko infrastruktur, IFSoc menyoroti peran strategis penggunaan dan pengelolaan data bagi perkembangan teknologi dan kebutuhan inovasi.

Anggota Steering Committee IFSoc, Yose Rizal Damuri, berpendapat, perusahaan teknologi maupun pemerintah sedang dalam proses pengumpulan dan pengelolaan data yang rentan terhadap risiko penyalahgunaan data. Dengan demikian, perlu upaya menyusun kebijakan perlindungan data pribadi dalam mendukung ekosistem digital yang sehat.

IFSoc menilai, pengesahan RUU PDP merupakan hal yang mendesak sebagai upaya mencegah risiko penyalahgunaan data di tengah pertumbuhan ekosistem digital yang masif.

“Kami mendorong percepatan pembahasan RUU PDP dengan memperluas diskusi publik dan membuka secara luas masukan dari kalangan akademisi serta pelaku industri dengan mengacu pada best practices internasional," ucapnya.

Berdasarkan berbagai pergerakan di lanskap dunia fintech sepanjang 2021, Rudiantara mencermati masih terjadinya ketimpangan antara indeks inklusi dan tingkat literasi keuangan.

Data OJK mencatat, tingkat inklusi keuangan telah mencapai 76%, sedangkan literasi keuangan di bawah 40%. Karenanya, perlu edukasi menyeluruh untuk mengatasinya. Masyarakat diyakininya akan dapat lebih cepat memahami dan mampu memanfaatkan layanan keuangan digital secara tepat dan cerdas jika literasi keuangan dimasifkan.

6. Pergeseran kebijakan
Mirza menyatakan, ekonomi digital saat ini menjadi katalis bagi transformasi ekonomi Indonesia selain menghadirkan berbagai inovasi di sektor lending, pembayaran, hingga health tech.

"Pemanfaatan fintech juga semakin nyata melalui program digitalisasi bansos serta dukungan bagi UMKM baik dari permodalan hingga distribusi dan konsumsi. Perlu digarisbawahi, bahwa perkembangan ini dimungkinkan oleh regulasi dengan pendekatan principle based yang mengakomodir inovasi fintech dengan tetap mempertahankan aspek kehati-hatian dari pelaku industri, dengan aspek pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan," tutupnya.

Berita Lainnya
×
tekid