sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indef prediksi shortfall pajak pada 2020 capai Rp196 triliun

Indef menyatakan kondisi ekonomi 2020 tidak akan jauh berbeda dengan 2019.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Kamis, 06 Feb 2020 19:17 WIB
Indef prediksi shortfall pajak pada 2020 capai Rp196 triliun

Institute for Development Economics and Finance (Indef) memprediksi terdapat kekurangan penerimaan pajak atau shortfall sebesar Rp196,8 triliun pada 2020.

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menjelaskan hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang terus melambat serta relaksasi pajak yang cukup besar pada 2019  akan berlanjut hingga tahun ini.

"Karena baseline 2019 jauh lebih rendah, pertumbuhan ekonomi lambat, dan relaksasi perpajakan akan menambah shortfall tahun ini," katanya di Jakarta, Kamis (6/1).

Selain itu, berkaca pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, penerimaan negara hanya mencapai 84,4% atau Rp1.332 triliun dari target Rp 1.577,6 triliun. Selain itu, terdapat kekurangan penerimaan pajak dari target sebesar Rp245,5 triliun.

Tauhid melanjutkan belanja negara di tahun 2020 sebesar Rp2.540,4 triliun atau naik dari 2019 yang sebesar Rp 2.461,1 triliun. Dengan demikian, shortfall pajak tidak akan jauh berbeda dari 2019.

Di sisi lain, adanya Undang-undang Omnibus Law Perpajakan juga akan menambah dalam shortfall pajak hingga Rp86 triliun. Kekurangan penerimaan itu dihasilkan dari insentif perpajakan yang akan diberikan pemerintah.

"Sebesar Rp86 triliun ini paling tidak akan menyumbang pada pengurangan basis penerimaan kita. Ini akan menyebabkan shortfall lebih besar," ujarnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Tauhid menyatakan pemerintah harus meningkatkan belanja negara dengan dibiayai utang. Namun, sebagai konsekuensi, defisit anggaran 2020 akan melebar ke Rp486 triliun atau 2,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh dari target APBN sebesar 1,8% dari PDB.

Sponsored

"Otomatis untuk menambal penerimaan negara tahun 2020 salah satu jalanya kita harus menambah utang otomatis defisit tadi meningkat diperkirakan menjadi 2,8%," ucapnya.

Lebih lanjut, Tauhid mengungkapkan, pemerintah juga tidak bisa mengurangi belanja negara dan memangkas pemberian insentif fiskal yang sudah dijanjikan dalam Omnibus Law.

"Dengan situasi belanja yang cenderung banyak program dan kegiatan, janji-janji presiden yang sudah dipatok dan itu sulit untuk dikurangi. Sehingga yang paling mudah adalah siapapun yang jadi menterinya, harus menambah defisit dan menambah utang lebih besar," jelasnya.
 
 

Berita Lainnya
×
tekid