sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indeks PMI positif, Indonesia bidik pertumbuhan manufaktur 5,4%

Industri manufaktur Indonesia berada pada urutan keempat di ASEAN. Pemerintah semakin optimistis mencapai pertumbuhan manufaktur 5,4%.

Laila Ramdhini
Laila Ramdhini Selasa, 02 Apr 2019 10:30 WIB
Indeks PMI positif, Indonesia bidik pertumbuhan manufaktur 5,4%

Kementerian Perindustrian memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur mencapai 5,4% pada tahun ini. Subsektor yang diperkirakan tumbuh tinggi, antara lain industri makanan dan minuman, industri permesinan, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, serta industri barang logam, komputer dan barang elektronika.

“Kemenperin akan mengoptimalkan produktivitas, terutama industri yang berorientasi ekspor serta menarik investasi dari industri substitusi impor,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi kepada Alinea.id, Selasa (2/4).

Airlangga menyebut, investasi di industri manufaktur dalam negeri juga terus dipacu pada tahun ini. Menurut dia, pemerintah telah merilis aturan terkait dengan tax holiday yang untuk mendorong investasi dalam negeri.

Untuk mendongkrak eskpor Indonesia, pemerintah juga sudah menandatangani Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA). Dengan ditekennya perjanjian tersebut, ekspor Indonesia ke Australia akan meningkat. Sebab, Australia telah memberikan komitmen untuk mengeliminasi bea masuk impor untuk seluruh pos tarifnya menjadi 0%.

Beberapa produk Indonesia yang berpotensi untuk ditingkatkan ekspornya ke Australia, antara lain produk otomotif khususnya mobil listrik dan hybrid, kayu dan turunannya termasuk furnitur, tekstil dan produk tekstil, ban, alat komunikasi, obat-obatan, permesinan, serta peralatan elektronik. 

Indeks PMI

Sementara itu, sektor manufaktur Indonesia juga mengalami tren yang positif sepanjang Maret 2019. Hal ini ditunjukkan oleh indeks manajer pembelian (Purchasing Managers Index/PMI) manufaktur Indonesia yang berada di level 51,2.

Angka tersebut melonjak dari bulan sebelumnya yang berada di level 50,1. Peringkat di atas 50 menandakan sektor manufaktur tengah ekspansif.

Sponsored

“Artinya, dari capaian tersebut, kepercayaan diri para investor di sektor industri masih tumbuh. Selain itu, mereka melihat bahwa iklim usaha di Indonesia tetap stabil dan telah mampu mengelola ekonomi melalui norma baru,” kata Airlangga.

Indeks yang dirilis Nikkei setiap bulan tersebut memberikan gambaran tentang kinerja industri pengolahan pada suatu negara, yang berasal dari pertanyaan seputar jumlah produksi, permintaan baru, ketenagakerjaan, inventori, dan waktu pengiriman. Data indeks yang mencapai level 50 juga menunjukkan peningkatan di semua variabel survei.

Survei PMI manufaktur dikompilasi dari respons bulanan terhadap kuesioner yang dikirimkan kepada eksekutif pembelian di lebih dari 300 perusahaan industri yang dibagi dalam delapan kategori.

Sektor industri tersebut yakni logam dasar, kimia dan plastik, listrik dan optik, makanan dan minuman, teknik mesin, tekstil dan busana, kayu dan kertas, serta transportasi.

Sejak awal tahun 2019, dalam tiga bulan terakhir indeks PMI manufaktur Indonesia terus mengalami kenaikan, dimulai pada Januari di level 49,9 kemudian Februari naik ke level 50,1 hingga sekarang di level 51,2.  

Dalam survei indeks PMI pada bulan Maret dilaporkan bahwa waktu pengiriman hasil produksi lebih cepat dibanding periode sebelumnya. Selanjutnya, ketenagakerjaan manufaktur terus meluas, yang mendukung bisnis tetap bertahan untuk mampu menyelesaikan beban kerja yang belum terselesaikan. Selain itu, tingkat bisnis yang belum terselesaikan turun selama lima bulan berturut-turut.

Secara umum, Nikkei mencatat, para responden tetap optimistis tentang perkiraan bisnis pada bulan Maret, dengan 43% panelis memperkirakan kenaikan output selama 12 bulan mendatang. 

Alasan optimisme, termasuk proyeksi kenaikan penjualan, ekspansi bisnis terencana, investasi kapasitas, upaya yang lebih besar pada pemasaran dan aktivitas promosi.

Bahkan, di tingkat Asean, PMI manufaktur Indonesia pada Maret 2019 menempati peringkat ke-4 atau mampu melampaui capaian Thailand (50,3), Singapura (47,9), dan Malaysia (47,2). PMI manufaktur Indonesia juga lebih tinggi dari perolehan PMI manufaktur Asean sebesar 50,3. 

Menanggapi data survei PMI Manufaktur Indonesia, Kepala Ekonom di IHS Markit Bernard Aw sebagai penyusun survei mengatakan, sektor manufaktur Indonesia mengakhiri triwulan pertama dengan catatan positif atau menunjukkan perbaikan pada kondisi bisnis selama bulan Maret. Data survei terkini konsisten dengan tingkat pertumbuhan GDP tahunan sekitar 5%.

“Output kembali tumbuh untuk pertama kalinya dalam tiga bulan berbarengan dengan kenaikan total permintaan baru yang masuk. Ini adalah pertanda baik untuk sektor tersebut dalam perjalanan memasuki triwulan kedua. Ekspektasi bisnis juga bertahan tinggi, dengan 43% panelis mengantisipasi kenaikan output selama 12 bulan mendatang,” paparnya. 

Menurut Bernard, perusahaan juga menaikkan aktivitas pembelian mereka dan mengumpulkan lebih banyak stok input guna mengantisipasi kenaikan penjualan. Apalagi, penurunan inventori barang jadi utamanya dikaitkan dengan ketepatan waktu pengiriman pesanan, yang menunjukkan bahwa output nampaknya terus naik pada bulan April untuk memenuhi permintaan. 

Berita Lainnya
×
tekid