sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengamat: Kelangkaan pangan disikapi pemerintah dengan tidak kompeten

Bukan alih-alih mengurai benang kusut rantai suplai dan distribusi, malah memilih kebijakan pencitraan mendatangi pasar membawa media.

Dinda Berenice
Dinda Berenice Sabtu, 12 Mar 2022 07:39 WIB
Pengamat: Kelangkaan pangan disikapi pemerintah dengan tidak kompeten

Akhir-akhir ini, negara kita dihadapkan dengan banyak persoalan seputar kebutuhan pokok masyakarat. Dari mulai kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng, naiknya harga kacang kedelai yang membuat pengusaha tahu dan tempe berhenti produksi, harga cabai, gas dan juga daging sapi naik, dan sekarang gula hilang dipasaran. 

Kelangkaan minyak belum juga tertangani dengan tuntas. Pemerintah malah menyikapinya dengan sidak ke pasar-pasar tradisional. Hasilnya, saat sidak seolah tersedia, namun setelah sidak suplainya menjadi langka lagi. Penyikapan kelangkaan pangan oleh pemerintah sangat tidak kompeten. Bukan alih-alih mengurai benang kusut rantai suplai dan distribusi malah memilih kebijakan pencitraan mendatangi pasar-pasar dengan membawa sejumlah awak media.

"Selain itu, telah ada pernyataan dari Kementerian Perdagangan bahwa kelangkaan minyak disebabkan oleh penyimpanan masyarakat. Bagaimana orang dapat menumpuk sementara pembelian mereka rendah?" kata pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/3). 

Pada akhir biaya, komponen terbesar (konsumsi rumah tangga) hanya meningkat 2,02% selama 2021. Itu adalah bukti perbaikan daya beli rendah dari masyarakat. Pernyataan untuk membawa kesan bahwa pemerintah tidak memahami dropout sering dilakukan untuk mendapatkan keuntungan terbesar dengan inventaris/inventaris.

"Nah, itulah puncak dari kehilangan jalan di pasar. Ini akan menjadi masalah sosial yang serius," ucap dia. 

Secara khusus, pelaku ekonomi mikro kecil tentu akan sangat terpengaruh.Khusus gula, pada Januari defisit dibandingkan total kebutuhan diperkirakan mencapai 7,13 juta ton, sedangkan rata-rata kapasitas produksi BUMN gula hanya sekitar 2,2 juta ton/tahun.

Juga mendorong kebijakan untuk menarik investor swasta (asing), yang menguasai sekitar 9% saham. Langkah ini akan berdampak pada stabilitas ketersediaan gula. Namun ternyata saat ini terjadi kelangkaan gula pasir.

Kenapa kenaikan dan kelangkaan barang-barang pokok ini terjadi secara bergiliran? Seperti sebuah urutan dalam timeline tertentu. Ini menjadi sebuah pertanyaan besar.  Jika permasalahannya hanya di masalah teknis tentu masalah ini tidak akan berlarut-larut.Sekali lagi, ini menunjukan langkah pemerintah mengatasi persoalan kelangkaan pangan ini belum memadai dan terkesan tidak kompeten.

Sponsored

"Belum ada langkah terkoordinasi lintas kementerian/lembaga dan otoritas untuk memastikan bahwa di Ramadan nanti, masyarakat tidak mengalami kelangkaan seperti pada Februari dan Maret ini. Pemerintah terkesan tidak berdaya menghadapi para produsen bahan pokok dan terkesan malah menyalahkan publik. Sungguh ironi," papar dia.

Kelangkaan-kelangkaan barang-barang pokok ini mungkin akan memberikan insentif untuk pemerintah melakukan impor. Masalahnya impor menjadi sesuatu yang merugikan neraca perdagangan Indonesia yang saat ini tengah negatif dan patut diingat bahwa konflik dunia yang memanas Ukraina-Rusia menyebabkan mengimpor lebih mahal daripada mengoptimalkan dari sumber dalam negeri sendiri.

Pemerintah perlu terobosan atas kelangkaan pangan. Penyikapan saat ini terkesan tidak kompenten. Salah satu saran untuk menyikapi kelangkaan pangan adalah pemerintah membentuk desk mafia penimbunan pangan sebagaimana pembentukan desk BLBI. 

Desk tersebut harus lintas kementerian dan lintas aparat keamanan disamping juga menghapuskan kebijakan pemnerintah sendiri yang membuat distorsi harga seperti penetapan batas HET Permendag yang terbukti menyebabkan bahan pokok menjadi harga.
 

Berita Lainnya
×
tekid