sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kemenkeu alokasikan Rp177 triliun untuk ekspor pertahanan

Pemerintah ingin meningkatkan persaingan dari industri dalam negeri.

Soraya Novika
Soraya Novika Kamis, 08 Nov 2018 07:48 WIB
Kemenkeu alokasikan Rp177 triliun untuk ekspor pertahanan

Demi menguatkan ekspor Indonesia pada tahun 2015, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis program National Interest Account (NIA) atau Penugasan Khusus Ekspor untuk dijalankan oleh Indonesia Eximbank atau LPEI. Tujuan program dikonsentrasikan pada penyediaan jaminan, pembiayaan, dan asuransi untuk transaksi atau proyek secara komersial. 

Kini Kemenkeu membuka peluang kepada industri strategis seperti industri pertahanan untuk dapat memanfaatkan program tersebut.

Menurut Kepala Subdirektorat Mitigasi Risiko Lembaga Keuangan dan Instrumen Mitigasi Risiko Kementerian Keuangan Fajar Hasri Ramadhana total alokasi APBN yang siap digelontorkan untuk ekspor industri pertahanan mencapai lebih dari Rp177 triliun.

"Sebagaimana yang sudah disahkan untuk tahun 2019, APBN kita akan dialokasikan kurang lebih Rp107 triliun untuk fungsi pertahanan ditambah Rp70 triliun untuk fungsi ketertiban dan keamanan bagi Polri," ungkap Fajar dalam seminar Indo Defence Expo & Forum 2018 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta pada Rabu (7/10).

Fajar menjelaskan skema pembiayaan APBN tersebut dibagi untuk dua sisi yaitu permintaan dan penawaran terhadap alutsista pertahanan dan keamanan (alpahamkan). Dari sisi permintaan, fokus utama penjualan produksi alpahamkan akan menyasar kepada beberapa pemangku kepentingan dalam negeri terkait diantaranya Kementerian Pertahanan, TNI-Polri, serta kementerian lainnya.

"Jadi sebenarnya kita tahu industri alpahamkan ini calon pembelinya sudah jelas, meski tidak komersil. Potensi permintaannya besar terutama dari sisi pemerintah," tuturnya.

Selanjutnya, kalaupun produksi alpahamkan tidak terjual secara optimal di dalam negeri, maka target selanjutnya tentu adalah ekspor. Nah, untuk ekspor ini nantinya menjadi tugas LPEI. 

Bahkan, bila alokasi tersebut dianggap belum juga mencukupi produksi alpahamkan yang ditargetkan. Maka, proses pinjaman dan countertrade juga turut diperhitungkan.

Sponsored

"Sebagian dari kita telah melakukan proses itu mengingat kemampuan APBN yang terbatas," ujarnya.

Dari sisi penawaran, APBN juga dialokasikan untuk memperkuat BUMN strategis. Pemerintah tentunya juga memodali beberapa industri strategis terkait seperti PT Pindad, PT DI, PT Pal dan lain sebagainya. 

Lebih lanjut, Fajar merinci terkait program NIA yang ditugaskan kepada LPEI. Menurutnya, program ini sejak awal telah memiliki dasar hukum yaitu Undanu-Undang Nomor 2 Tahun 2009 di mana kemudian ditindaklanjuti dengan program Menteri Keuangan Nomor 198 tahun 2017.

"Kebijakan ini pemerintah melalui Eximbank dapat memberi pinjaman, penjaminan, dan juga asuransi untuk transaksi yang secara komersil sulit dilakukan namun dianggap penting oleh pemerintah. Kita melihat produksi industri pertahanan ini adalah produk unik di mana konsumennya terbatas dan memerlukan pembiayaan khusus agar bisa berkembang," terangnya.

Dengan adanya kebijakan trsebut, setidaknya pemerintah mengharapkan tiga tujuan utama. Pertama, meningkatkan persaingan dari industri dalam negeri. Kedua, mendorong pertumbuhan. Terakhir, mendorong ekspor rasional dalam jangka panjang.

Saat ini, program NIA sendiri tengah menyasar hingga ke pasar Afrika. Menurut, Fajar pemasaran produk alpahamkan untuk kawasan itu memiliki beberapa keunggulan yakni peminjaman dari program ini berhak menerima potongan harga hingga 50% dari kisaran produk komersil lainnya. 

Sedangkan untuk asuransi juga mendapat potongan hingga 50% dari kisaran premi asuransi komersil lainnya dan pemerintah pun telah menganggarkan alokasi dana hingga sebesar Rp1,3 triliun yang efektif berlaku sampai dengan 31 Desember 2022.

"Menariknya lagi, tenggat waktu itu adalah tanggal applicant bukan tanggal masa kredit. Jadi rekan-rekan industri strategis apabila memiliki peluang ekspor ke kawasan Afrika, maka bisa datang ke LPEI untuk melihat apakah dimungkinkan untuk mendapatkan fasilitas tersebut," paparnya.

Lebih lanjut dia memaparkan keberhasilan program ini. Pertama, pada tahun 2015, PT INKA bersama LPEI berhasil mengekspor Kereta Api ke Bangladesh di mana alokasi pinjaman sebesar Rp300 miliar mampu mencapai nilai ekspor hingga lebih dari Rp950 miliar. 

Kedua, PT DI bersama LPEI berhasil mengekspor pesawat terbang ke beberapa negara seperti Thailand, Nepal, Uni Emirat Arab, serta beberapa negara di Benua Afrika yang tidak diembargo PBB.

"Untuk itu kami mendorong agar industri pertahanan ini juga dapat memanfaatkan fasilitas program ini agar bermanfaat bagi industri dalam negeri dan untuk membuka peluang produk Indonesia lebih diterima di dunia," tutupnya.
 

Berita Lainnya
×
tekid