sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPPU endus praktik kartel di bisnis fintech

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya dugaan persaingan tidak sehat di sektor perusahaan financial technology (fintech).

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 26 Agst 2019 19:25 WIB
KPPU endus praktik kartel di bisnis fintech

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya dugaan persaingan tidak sehat di sektor perusahaan financial technology (fintech).

Direktur Ekonomi KPPU M. Zulfirmansyah menduga, salah satu faktor yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yakni penetapan suku bunga yang sudah di luar batas.

"Kita ingin melihat adalah di peer to peer lending atau pinjaman orang per orang. Karena di sini kami menduga ada perilaku fintech diduga merusak persaingan usaha yang sehat, salah satunya penetapan suku bunga," kata Zulfirmansyah di Jakarta, Senin (26/8).

Di samping itu, Firman sapaan akrab Zulfirmansyah melihat, belum ada regulasi khusus untuk mengatur nilai suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Dari informasi yang kita dapat BI dan OJK selaku otoritas yang bertanggung jawab, belum mengatur nilai suku bunga yang ditetapkan oleh fintech ini. Untuk itu, kami akan coba mencari dan membuktikan dugaan-dugaan ini," ujarnya.

Di tempat yang sama, Komisioner KPPU Guntur S Saragih menyatakan, pengusutan kasus dugaan persaingan tidak sehat fintech itu merupakan prioritas utama bagi pihaknya. Sebab, menurutnya, masyarakat sudah banyak terkena dampak akibat penetapan suku bunga di luar batas tersebut.

Bahkan, kata Guntur, pihaknya akan memanggil sejumlah perusahaan fintech guna dimintai keterangan lebih lanjut. Namun, dia tidak menyebut secara gamblang kapan dan perusahaan apa yang bakal dipanggil terlebih dahulu.

"Kalau soal pihak yang akan dipanggil, tentu semua fintech peer to peer (segera) yang berkaitan akan dipanggil. Tetapi itu tergantung dalam perkembangan penelitian," ujarnya.

Sponsored

Bagi Guntur, setiap sektor industri terlebih yang bergerak digital ekonomi seharusnya dapat membuahkan kegiatan bisnis yang efisien untuk masyarakat. Karena itu, dia merasa janggal dengan penetapan suku bunga yang terlampau tinggi oleh perusahaan fintech.

"Bunganya lebih tinggi itu kan patut dipertanyakan untuk sebuah model bisnis digital ekonomi. Padahal hari ini digital ekonomi begitu mewabah karena salah satunya dari sisi pricing. Tetapi kalau faktanya itu lebih tinggi dalam hal ini bunganya dari konvensional itu merupakan indikasi," ujar Guntur.

Untuk diketahui, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mematok nilai bunga pinjaman kredit perusahaan fintech peer to peer lending sebesar 0,8%. Besaran tersebut rentan disalahgunakan karena tidak dikeluarkan langsung oleh otoritas seperti OJK.

Berita Lainnya
×
tekid