sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPPU masih evaluasi pemeriksaan sejumlah pihak terkait kelangkaan minyak goreng

KPPU cari satu alat bukti pelanggaran yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng.

Anisatul Umah
Anisatul Umah Senin, 14 Mar 2022 17:15 WIB
KPPU masih evaluasi pemeriksaan sejumlah pihak terkait kelangkaan minyak goreng

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melakukan pemanggilan kepada 12 produsen minyak goreng, dua asosiasi, dan beberapa peritel. Hal itu dilakukan untuk menyikapi kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di pasaran.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan, pihaknya masih dalam proses mengolah keterangan yang diperoleh.

"Saat ini kami masih mengolah keterangan yang diperoleh, untuk menentukan apakah telah ada minimal satu alat bukti bagi pelanggaran tersebut," ucapnya kepada Alinea.id, Senin (14/3).

Dia menegaskan, karena masih diolah, pihaknya hingga kini belum bisa memberikan komentar mengenai hasil dari pemeriksaan tersebut.

"Masih diolah, jadi kami belum bisa komentar lebih banyak terkait hasilnya," katanya.

Sebelumnya, Ombudsman menemukan tiga fakta di lapangan mengenai drama minyak goreng ini. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, berdasarkan pemantauan lapangan yang dilakukan Ombudsman di 34 provinsi setidaknya ada tiga fenomena masyarakat menyikapi kebijakan minyak goreng dari pemerintah.

Pertama, ditemukan penimbunan oleh masyarakat. Menanggapi kondisi ini pihaknya meminta agar Satgas Pangan melakukan tindakan yang tegas, sehingga penimbunan bisa diminimalisir.

"Terkait penimbunan ini, diharapkan reaksi cepat Satgas Pangan, ini perlu ketegasan," katanya dalam Diskusi Pelayanan Publik Menjamin Ketersediaan Minyak Goreng, Selasa (8/2).

Sponsored

Kedua, menurutnya, ditemukan pengalihan barang di pasar modern. Artinya, kelangkaan di pasar modern memang ada yang dibuat oleh pelaku pasar modern.

Dia menjelaskan, pelaku pasar modern ada yang menawarkan ke pasar tradisional untuk membeli, karena pengawasan di pasar modern bisa dilakukan dengan ketat. Akhirnya, dijual ke pasar tradisional dengan harga di atas Rp14.000.

"Ya tentu masyarakat mau datang ke pasar modern. Tapi enggak semua punya akses. Kalaupun ada akses, minyak enggak ada, repot juga," katanya.

Ketiga, terjadi panic buying atau membeli secara berlebihan meski sudah dibatasi. Menurutnya, karena kondisi ini terjadi secara berulang, maka mestinya bisa diantisipasi.

"Kami harap tiga hal ini di kemudian hari bisa dihilangkan. Pertanyaannya, bagaimana pemerintah berikan pelayanan ke masyarakat dengan HET (harga eceran tertinggi) ini? Sejauh mana kemampuannya?" ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid