sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Melirik metaverse sebagai tren marketing teranyar

Beberapa korporasi dan seniman di tanah air telah dan akan memanfaatkan metaverse sebagai bagian dari strategi marketing.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Kamis, 10 Feb 2022 17:24 WIB
Melirik metaverse sebagai tren marketing teranyar

Memasuki tahun 2022, Non Fungible Token (NFT) kian menggema di tengah masyarakat terutama di kalangan milenial dan generasi Z. Booming NFT ini kemudian memicu tren terbaru untuk masuk dalam dunia metaverse, salah satunya untuk kebutuhan pemasaran (marketing).

Seperti halnya dilakukan salah satu gerai makanan cepat saji, Kentucky Fried Chicken (KFC) Indonesia. Jenama ayam goreng tepung asal Amerika Serikat ini telah meluncurkan NFT bertajuk JagonyaAyamNFT atau ChickenKingNFT. 

Proyek ini sekaligus menjadi NFT berlisensi pertama di Indonesia yang menyediakan 4.848 NFT unik yang terbatas. Para pembeli NFT unik ini atau disebut holder tidak hanya menjadi pemilik aset digital ChickenKingNFT saja tetapi dapat memperoleh keuntungan di dunia nyata. 

Tangkapan layar ChickenKingNFT dalam marketplace NFT, Opensea.

Bentuknya bisa berupa diskon untuk pembelian merchandise, exclusive community gathering, dan diskon partner stores. Kini, akun Chicken King, di marketplace NFT, Opensea tercatat memiliki 436 item yang dimiliki 184 akun. Harga terendah produk NFT ini tercatat sebesar 0,02 ETH dan volume yang telah diperdagangnya mencapai 3 ETH.

Di tingkat global, perkembangan metaverse lebih masif lagi. Beberapa perusahaan dunia bersiap memasuki dunia metaverse dengan mendaftarkan hak merek dagang di kategori virtual. Sebut saja Walmart, New Balance, Puma, Adidas, Nike, Urban Outfitters, Ralph Lauren, hingga Gibson Guitar.

Ada pula merek footwear ternama Timberland yang telah resmi mengumumkan masuk dalam dunia metaverse. Langkah ini ditandai dengan rilisnya gamified digital experience yang disebut TimbsTrails. Produk ini memungkinkan orang untuk menjelajahi masa lalu, sekarang, dan masa depan Timberland. Fokusnya pada sepatu bot kuning asli yang ikonik sepanjang masa.

Tak hanya korporasi, beberapa seniman maupun musisi pun telah memanfaatkan NFT sebagai bagian dari metaverse. Dunia yang didasari teknologi blockchain ini juga ‘mengundang’ Ananda Sukarlan, musisi klasik asal Indonesia terjun ke dunia NFT.

Sponsored

Komposer sekaligus pianis klasik ini baru saja mendaftarkan karyanya sebagai NFT. Ia melelang dua karyanya sebagai NFT yaitu piano solo variasi ‘Pergi Belajar’ dari Ibu Sud dan ‘Rapsodia Nusantara Nomor 35’ di marketplace aset digital, Metaroid Indonesia.

Ananda mengaku tidak menggunakan hasil dari keuntungan NFT itu untuk keperluan pribadi tetapi untuk keperluan sosial. Di mana hasil lelang akan disumbangkan untuk acara penggalangan dana “Charity Auction” yang diselenggarakan oleh LSM Habitat for Humanity Indonesia.

"Hasil dari penggalangan dana Charity Auction akan digunakan untuk membantu membangun lebih banyak rumah bagi keluarga yang menjadi korban bencana badai di Nusa Tenggara Timur,” kata Direktur Nasional Habitat for Humanity Indonesia, Susanto, seperti dikutip dari The Finery Report, Senin (24/1). 

Mencoba peruntungan di NFT juga dilakukan visual artist asal Yogyakarta, Dwiky KA dengan merilis NFT perdananya, pertengahan Januari lalu. Seniman yang pernah berkolaborasi dengan Vans ini merilis NFT bernama “Called by Anonymous”.

Karya digital ini merupakan bentuk ekspresi Dwiky KA terhadap konsep kenangan sebagai kendaraan organik manusia dalam melintasi ruang dan waktu. Karya animasi 2D dengan frame by frame 12 fps ini mengajak untuk kembali ke masa-masa paling memorable dalam hidup. 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Dwiky KA (@dwiky.ka)

 

Dwiky menjual karya NFT ini seharga 0,4 ETH (Ethereum) atau sekitar Rp19 juta lewat platform NFT Foundation. Dalam platform tersebut, karya Dwiky kini dipegang oleh Benedicto Audi yang membelinya seharga 0,5 ETH atau sekitar Rp22 juta.

Sebelumnya, Bumilangit Digital Mediatama (BLDX) pada Desember 2021 lalu juga telah meluncurkan NFT karakter Gundala dan Sri Asih. Perusahaan patungan (joint venture) antara Bumilangit Entertainment dan PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) ini menilai NFT populer di kalangan anak muda. 

VP Licensing & Merchandising Bumilangit Agung Rachmawan menyampaikan aset kripto dinilai bisa menjadi wadah bagi kreator lokal untuk memperluas pasar.

“Karakter ini (Gundala dan Sri Asih) klasik dan banyak dikenal oleh generasi di atas saya. Ini tugas kami untuk memperkenalkan ke kalangan yang lebih muda. Itu kenapa kami masuk ke dunia seperti ini,” kata dia saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (21/12).

Meniru dunia gaming

Berbicara NFT tentu tidak lepas dari dunia metaverse di mana karya digital seperti NFT hilir mudik diperdagangkan. Melansir dari Reuters. com, gagasan tentang metaverse mengacu pada lingkungan digital bersama sepanjang waktu, sesekali menggunakan teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) untuk membuatnya terasa lebih realistis.

Habitat baru ini sebenarnya sudah ada di beberapa video game yakni  "Fortnite" Epic Games dan platform Roblox. Platform gim ini memungkinkan penggunanya untuk bermain bersama, mengobrol, dan berselancar di dunia maya. Konsep ini menjadi relevan di tengah pandemi Covid-19 yang membatasi interaksi manusia secara tatap muka.

Masih melansir Reuters, metaverse yang baru lahir telah berkembang melampaui game untuk mereplikasi tempat-tempat di mana aktivitas sehari-hari terjadi, seperti berbelanja atau menghadiri konser. Misalnya Decentraland, platform web yang meniru area metropolitan, dengan distrik perdagangan, kantor, dan ruang acara. Platform ini sukses menggelar sebuah festival musik Oktober lalu dan dihadiri oleh sekitar 50.000 penggemar virtual.

Pengamat bisnis dan pemasaran dari Managing Partner Inventure Yuswohady menilai dunia NFT dan metaverse semakin dikenal seiring dengan adanya Ghazali effect. Pemuda biasa yang sukses meraup miliaran rupiah dengan menjual 933 foto selfie-nya dalam kurun waktu 2017-2021 itu memberikan ‘gula-gula’ bagi masyarakat untuk mencari peruntungan cuan dari NFT.

Namun, ia menilai booming NFT dan aset kripto ini baru sebatas sentimen, bukan berlaku massal atau mainstream. Suatu teknologi baru yang diperkenalkan, kata dia, membutuhkan waktu lama untuk bisa dikonsumsi secara massal.

“Dimulai dengan early adopter. Kalau konsep kripto berarti orang-orang di komunitas itu jadi pemula yang men-trigger jadi mainstream. Tapi kejadian Ghazali effect men-trigger sesuatu lebih cepat, “ ujarnya kepada Alinea.id, Kamis (3/2).

Dia juga menyebutkan investasi di aset kripto masih hanya dimengerti kalangan tertentu. Justru NFT, kata dia, menjadi euforia karena lebih dikenal ketimbang aset kripto itu sendiri berkat Ghazali Effect. Sementara untuk metaverse, Yuswohady memprediksi akan menjadi massal dalam 5 sampai 10 tahun ke depan.

“Sekarang baru pintu masuknya,” tambah dia.

Hal ini terjadi karena teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) dalam metaverse membutuhkan perangkat keras berupa headset yang tidak murah, minimal Rp10 juta untuk satu perangkat. Karenanya, dia meyakini metaverse jelas akan berkembang tapi tidak akan semassal media sosial seperti Facebook.

XR Expo 2019. Foto Unsplash.com.

Di sisi lain, generasi Z meski belum memasuki usia dengan penghasilan mapan akan tetap menjadi bagian dari perkembangan NFT. Mereka, akan menjadi generasi yang menciptakan produk-produk NFT untuk diperdagangkan. Sementara, untuk investasi aset kripto masih didominasi kalangan milenial yang lebih mapan.

Megashifting marketing

Yuswohady juga mengakui tahun 2022 akan menjadi pintu masuk terjadinya metaverse marketing megashift. Menurutnya, di tahun ini akan banyak perusahaan yang berlomba-lomba mengadopsi metaverse sebagai bagian dari strategi marketing perusahaan.

“Bisa untuk marketing, jualan, engage customer, atau bahkan bisa menghasilkan duit seperti Adidas dan Nike yang jual sepatu versi NFT,” ujarnya.

Bahkan, ke depannya, perbankan juga bisa mengadopsi metaverse untuk meningkatkan engagement para pelanggannya. Misalnya, dengan membuka cabang bank di dunia metaverse.

“Dalam cabang metaverse itu CS (customer service) atau teller berbentuk avatar dan customer juga avatar, ini kan pengalaman baru. Kalau bank sudah adopsi metaverse akan dinilai bagus karena technology heavy,” ungkapnya.

Begitu juga dengan produsen mobil yang bisa melakukan test drive lewat dunia metaverse. Di mana calon konsumen bisa merasakan berkendara dengan produk terbaru melalui teknologi VR.

Bisa pula korporasi menempatkan NFT yang dirilisnya sebagai barang yang bisa dikoleksi. Alih-alih mengumpulkan koin, pelanggan nantinya bisa mengkoleksi NFT untuk mendapatkan beragam keuntungan.

“Aplikasi untuk marketing luas sekali, bisa untuk advertising juga, menciptakan awareness,” bebernya.

Karenanya, pada tahun macan air ini setiap brand atau korporasi berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama mengadopsi metaverse. Seperti halnya langkah agensi media dan pemasaran digital Dentsu Indonesia yang akan merilis metaverse pertamanya, Bitaverse.

Yuswohady menilai agensi periklanan juga akan berlomba memberikan layanan untuk mendampingi brand masuk ke metaverse. Bahkan, ia memprediksi akan banyak startup-startup yang bermunculan untuk memberikan layanan menuju metaverse ini.

Sementara itu, Co-founder and CEO of Corporate Innovation Asia (CIAS) Indrawan Nugroho menyatakan banyak perusahaan yang diam-diam sudah menjalankan metaverse. Menurutnya, metaverse bukan sekadar dunia virtual yang tak terkait dengan dunia nyata.

Ilustrasi Unsplash.com.

Seperti halnya dunia nyata, metaverse juga memungkinkan terjadinya transaksi jual beli, sewa mal, tanah, dan kantor. Dengan teknologi AR, dunia digital bisa dibawa ke dunia nyata.

“Bukannya kita meeting di dunia virtual tapi orang di dunia virtual duduk di sebelah kita secara avatar,” kata pakar inovasi ini dalam acara Corporate Metaverse yang digelar CIAS, Kamis (27/1) lalu.

Kepentingan metaverse, kata dia, bisa untuk semua jenis korporasi, salah satunya lembaga keuangan. “Dalam metaverse supaya bisa hidup harus ada ekonomi yang berputar maka ada cuan,” sebutnya.

Di kesempatan yang sama, Co Founder WIR Group Michael budi menyatakan perusahaannya akan fokus pada teknologi AR untuk metaverse yang dikembangkan sejak 2009. 

“Sekarang jadi tren karena metaverse terdiri dari dua teknologi augment reality-virtual reality dan artificial intelligence. Dunia virtual kita bawa ke dunia real. Facebook bicara dua ini,” terangnya.

Seperti diketahui, virtual reality berupa pengalaman di mana orang masuk ke dalam dunia virtual dengan menggunakan sebuah device atau desktop. Sementara augmented reality, adalah dunia virtual, objek atau avatar yang bisa dibawa ke dalam dunia realitas.

"Artificial intelligence itu yang berperan untuk mendukung kedua hal tersebut. Sebab, dalam dunia itu kita banyak berinteraksi dengan berbagai macam objek yang memiliki peran berbeda-beda," jelasnya.

WIR Group sendiri merupakan perusahaan pengembang digital yang berfokus pada teknologi AR dan mengembangkan platform modul dunia virtual sejak 2009.

WIR Group bahkan mendapat amanat dari pemerintah guna mengembangkan proyek masa depan, Metaverse Indonesia yang rencananya dirilis pada perhelatan KTT G20 Oktober mendatang.

Artikel ini merupakan kelanjutan dari tulisan "Booming NFT Ghazali Everyday dan pintu masuk menuju metaverse".

Berita Lainnya
×
tekid