sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mungkinkah Indonesia resesi karena judi?

Transaksi judi online yang mencapai ratusan triliun gerus daya beli pelaku judi dan berdampak lanjut.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Rabu, 01 Nov 2023 11:09 WIB
Mungkinkah Indonesia resesi karena judi?

Tahun 2023 dirasa cukup berat bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) karena daya beli masyarakat yang menurun. Misalnya terjadi pada kondisi pasar Tanah Abang, yang menjadi pusat grosir di kawasan Jakarta Pusat. 

Seperti halnya dirasakan Nurdin (30) yang mengaku Tanah Abang mulai sepi selepas Idul Fitri 2023 pada bulan Mei lalu. Sejak mulai bekerja tahun 2016 silam, menurutnya, saat inilah Tanah Abang terlihat lengang dari mulai toko buka pukul 7.30 hingga tutup pukul 16.00 WIB.

“Saya kerja setahun setelah toko ini berdiri, dan saat-saat inilah yang paling sepi. Bahkan lebih sepi daripada ketika Covid kemarin,” kisah warga Cengkareng, Jakarta Barat yang menjaga toko pakaian muslim ini kepada Alinea.id, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, tahun 2022 masih lebih baik karena kunjungan masyarakat masih terlihat. “Sekarang dapat sejuta aja susah, paling dikit 2 potong (yang laku) kadang-kadang,” keluhnya.

Ia, seperti juga pedagang Tanah Abang lainnya pun menuding TikTok Shop sebagai biang kerok sepinya pasar grosir ini. Pemerintah pun mengamini hal tersebut dan menutup layanan TikTok Shop per 4 Oktober lalu karena dinilai menjadi platform yang membuat persaingan usaha tidak fair.

Namun, pandangan berbeda diungkapkan Ferry Irwandi, seorang Youtuber yang belakangan aktif membuat beragam konten salah satunya soal judi online. Dia memandang, sepinya aktivitas jual-beli offline seperti terjadi di Tanah Abang tak melulu karena kalah saing dengan TikTok Shop. Lebih dari itu, ada persoalan lain yang juga tak kalah penting yaitu; daya beli masyarakat yang merosot.

“Yang lebih urgen sebenarnya adalah judi online,” kata mantan pegawai Kementerian Keuangan itu.

Ia pun mengutip pernyataan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana di mana sebanyak 2.761.828 masyarakat, atau sekitar 2,7 juta orang mengikuti permainan judi online sejak 2017 sampai 2022. Mayoritas atau sebanyak 2.190.447 pihak masyarakat (2,1 juta orang) di antaranya melakukan aktivitas pertaruhan dengan nominal kecil (di bawah Rp 100 ribu) atau merupakan golongan warga berpenghasilan rendah. Dengan profil sebagai pelajar, mahasiswa, buruh, petani, ibu rumah tangga, pegawai swasta, dan lain-lain.

Sponsored

Ferry pun melakukan riset kecil-kecilan terhadap 230 orang pemain judi online yang ditemui di Jakarta dan daerah lainnya. “Dari riset itu, hampir semua main judi online saat pandemi faktor terbesar mereka main judi online adalah influencer yang bisa live streaming sambil main slot, dan kemudian mereka tertarik depo,” bebernya dalam konten Podcast bersama Deddy Corbuzier.

Ferry menilai bandar judi online memang menyasar masyarakat kelas bawah dengan pendapatan di bawah upah minimum. Dia pun memberikan ilustrasi para pemain judi online seperti supir angkot, ojek, bahkan mahasiswa dahulu ketika memiliki uang Rp100.000 akan membelanjakannya ke warteg, tempat makan, atau bahkan ngopi. “Dan sekarang mereka enggak kesitu tapi depo berkali-kali dengan harapan bakal berlipat jadi berjuta-juta,” tambahnya.

Kondisi genting judi online yang melanda masyarakat kelas bawah inilah, yang menurutnya bakal membuat perekonomian kian lambat. Alih-alih ada perputaran ekonomi di masyarakat bawah, namun uang justru tersedot ke website bandar judi di luar negeri dan hilang begitu saja.

Bahkan ia berseloroh kondisi ini bisa lambat laun menyebabkan ekonomi Indonesia resesi atau mandek karena minimnya perputaran uang di tengah masyarakat.

Indonesia sendiri sudah berhasil lolos dari beberapa kali ancaman resesi global. Tahun 2009 misalnya, saat dunia dilanda krisis keuangan kembali sejak Great Depression akibat bangkrutnya Lehman Brothers tahun 2008. Indonesia berhasil tetap tumbuh positif sebesar 4,5%. Pun demikian saat ancaman resesi menyebut tahun 2023 sebagai tahun suram. Indonesia tercatat masih tumbuh positif, yakni 5,17% sampai kuartal-II tahun 2023.

Ilustrasi mesin judi slot. Pixabay.com.

Daya beli menurun

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan analisis terhadap 887 pihak terkait jaringan bandar judi daring. Tercatat, perputaran dana selama periode 2017-2022 mencapai Rp190 triliun dalam 156 juta transaksi. Perputaran tersebut meliputi aliran dana taruhan, pembayaran kemenangan, biaya penyelenggaraan, transfer antarjaringan bandar, serta transaksi yang diduga sebagai pencucian uang.

Adapun Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan menurut estimasi, nilai transaksi judi online bahkan bisa sebesar Rp160 triliun hingga Rp350 triliun per tahun. 

”Judi online ini menjadi keresahan kita bersama,” katanya dalam konferensi pers di Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (20/10).

Sejauh ini, Kemenkominfo menjadikan pemberantasan judi online sebagai prioritas. Selama tiga bulan terakhir, Kemenkominfo telah memutus akses terhadap 425.506 konten perjudian yang terdiri dari 237.098 konten berasal dari situs alamat internet protokol (IP address), 17.235 konten file sharing, dan 171.175 konten dari media sosial.

 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development Economic and Finance (Indef) menilai kondisi judi online dengan perputaran yang sangat besar tersebut sebagai kondisi darurat. Menurutnya, dapat dipastikan user atau penjudi akan lebih banyak yang kalah ketimbang menang.

Looser yang main judi online kan banyak kelompok menengah ke bawah sehingga mempengaruhi kemampuan mereka untuk meningkatkan daya beli dalam perekonomian sehingga konsumsi masyarakat turun,” ungkapnya kepada Alinea.id, Rabu (25/10).

Dia menilai judi termasuk judi daring tergolong sebagai hidden economy (ekonomi tersembunyi) yang ada pergerakannya namun tak berwujud nyata. Kalaupun ada yang menang judi maka biasanya akan terlihat pada sektor hiburan lain seperti restoran, hotel, dan tempat-tempat hiburan. Namun sejauh ini tidak terlihat perputaran ekonomi yang menonjol dari sektor tersebut.

“Banyak kelompok yang biasanya belanja ke mal sekarang untuk kebutuhan sehari-hari aja sulit karena uangnya kesedot ke judi, bahkan sudah kehilangan aset, pendapatan yang besar karena mereka kena pinjol, otomatis daya beli turun. Apalagi ratusan triliun, kalau Rp200 triliun hampir 5% APBN, itu luar biasa,“ ungkapnya.

Namun demikian, Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menganggap banyaknya transaksi judi online tidak serta merta menjadikan perekonomian Indonesia resesi. Namun, dia mengakui pertumbuhan ekonomi akan melambat karena dampak berkelanjutan besarnya transaksi judi online.

“Rp200 triliun kan yang hilang (dari transaksi judi online) tapi dampak ekonominya akan lebih besar,” tegasnya kepada Alinea.id, Rabu (25/10).

Dia memperkirakan meski tak sampai resesi tapi daya beli masyarakat melambat karena uang yang semula untuk kebutuhan produktif hilang di website judi daring. Selain itu, perilaku judi juga erat kaitannya dengan kejahatan lain seperti pencurian.  Lalu terakhir, mengakibatkan banyak sekali anak muda yang enggak layak dapat pinjaman karena terlibat judi online dan pada akhirnya melakukan pinjaman online (pinjol).  

“Mereka bisa di blacklist dan akhirnya enggak punya kesempatan untuk pinjam modal kerja untuk UMKM atau KPR. Ini ancaman enggak hanya untuk ekonomi sekarang tapi juga untuk jangka panjang,” bebernya.
 

Berita Lainnya
×
tekid