sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

OJK harus lebih ketat awasi industri keuangan

OJK bisa bersinergi dengan penegak hukum yang bisa menimbulkan efek domino tindakan korporasi.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Jumat, 09 Nov 2018 12:14 WIB
OJK harus lebih ketat awasi industri keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta memperketat pengawasan di industri perbankan dan jasa keuangan. OJK harus bisa memastikan perusahaan asuransi tidak kesulitan membayarkan kewajibannya ke nasabah. 

Pakar Hukum dan Tata Negara Haryo Budi Wibowo menilai, setelah OJK terbentuk justru ada peningkatan perkara perdata di industri jasa keuangan dan perbankan. Tren tindak pidana korupsi di sektor ini juga naik. 

Haryo menyebut, nilai sengketa kasus perdata di sektor, jasa keuangan dan perbankan pada tahun 2016 mencapai Rp 96triliun. Hal ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan pada tahun 2009 yang hanya sebesar Rp 200an miliar.

"Harusnya OJK bisa sinergi dengan penegak hukum yang bisa menimbulkan efek domino adalah tindak pidana korporasi. Makanya, OJK harus mempunyai sistem yang komprehensif yang bisa meredam atau meminimalisasi kasus-kasus di industri keuangan," ujar Haryo, kemarin (8/11). 

Selama ini, kasus kredit macet di perbankan terjadi karena perbankan tidak mengontrol kredit yang mereka salurkan kepada debitur-debiturnya. Perbankan disebut Haryo tidak aware terkait sejauh mana kredit yang diberikan kepada debitur selama ada jaminannya. Kalau kredit yang diberikan tidak bisa menumbuhkan bisnis debitur tidak ada dampak kepada perekonomian. 

Pengamat Kebijakan Perasuransian dan Jaminan Sosial Irvan Rahardjo mencontohkan, penanganan AJB Bumiputera dan gagal bayar polis PT Jiwasraya (Persero) menjadi pelajaran bagi OJK. Mantan komisaris independen AJB Bumiputera itu menilai OJK melanggar hukum dalam restrukturisasi Bumiputera karena hanya mengacu pada Undang-Undang Perasuransian dan UU OJK. 

"Kalau PT ya UU nya pakai PT, koperasi UU koperasi, BUMN ya BUMN. Nah Bumiputera bukan ketiganya, dia itu perusahaan mutual. Seharusnya pemerintah membuat UU atau Peraturan Pemerintah (PP) tentang Asuransi Mutual sebelum restrukturisasi dilakukan," kata Irvan.

Lebih lanjut, kata Irvan, dalam kasus gagal bayar polis produk bancassurance Jiwasraya akibat masalah likuiditas. OJK seharusnya bisa turun tangan lebih cepat ketika melihat Risk Based Capital (RBC) Jiwasraya sudah turun ke batas minimum 120% pada awal tahun ini. 

Sponsored

Irvan mempertanyakan OJK yang tidak bisa mendeteksi lebih awal persoalan sebelum diketahui publik. Kasus gagal bayar polis juga menegaskan kembali perlunya Lembaga Penjamin Polis yang sudah digagas dalam beberapa tahun terakhir. 

Fungsi Lembaga Penjamin Polis untuk menalangi pembayaran polis peserta asuransi ketika terjadi gagal bayar atau perusahaan asuransi jatuh bangkrut. Sayangnya, pembentukan lembaga ini masih terkendala payung hukum.

Berita Lainnya
×
tekid