sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Masyarakat terancam lakukan penghematan ekstrem

PT Pertamina (Persero) menaikkan harga  bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis Pertamax (RON 92) menjadi Rp12.500 per liter.

Anisatul Umah
Anisatul Umah Jumat, 01 Apr 2022 14:14 WIB
Masyarakat terancam lakukan penghematan ekstrem

PT Pertamina (Persero) menaikkan harga  bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis Pertamax (RON 92) menjadi Rp12.500 per liter atau naik Rp3.500 dari harga awal Rp9.000 per liter mulai hari ini, Jumat 1 April 2022.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan Pertamax ini akan sangat berdampak pada masyarakat, khususnya kelas menengah rentan yang jumlahnya mencapai 115 juta orang.

Beban masyarakat di awal bulan April tidak hanya datang dari kenaikan harga BBM, namun juga kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dari 10% menjadi 11%, serta kenaikan harga pangan.

"Jika kenaikan harga barang, baik BBM jenis Pertamax terjadi secara simultan dengan kenaikan tarif PPN dan naiknya harga pangan saat Ramadan maka perilaku konsumen langsung berubah," ungkapnya kepada Alinea.id, Jumat (01/4).

Bhima menjelaskan dampak semua ini akan membuat sebagian masyarakat melakukan penghematan ekstrem dengan menunda belanja. Bahkan memutuskan tidak mudik lebaran karena BBM naik.

"Ada juga yang terpaksa turun kelas mengonsumsi barang yang lebih murah," jelasnya.

Disparitas harga yang jauh antara Pertamax dan Pertalite membuat perilaku konsumsi masyarakat beralih ke BBM yang lebih murah. Dikhawatirkan peralihan ini akan membuat kelangkaan Pertalite.  

"Harus diantisipasi pembengkakan alokasi subsidi energinya," ucapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan indeks kepercayaan konsumen diperkirakan tergerus terutama pascalebaran dengan naiknya harga BBM maupun tarif PPN. Akan tetapi pada bulan April masih terbantu dengan adanya tunjangan hari raya (THR).

"PPN juga kontribusinya jangan hanya dilihat naik cuma 1% tapi momentum naiknya tarif PPN dimanfaatkan pedagang untuk sesuaikan harga di hampir seluruh barang. Efek psikologis ini yang tidak bisa dikendalikan," papar Bhima.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid