sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Proyek lanjut di tengah pagebluk

Dana stimulus berasal dari opsi utang dan dana abadi pendidikan ketimbang potong anggaran proyek infrastruktur.

Fajar Yusuf Rasdianto
Fajar Yusuf Rasdianto Selasa, 14 Apr 2020 16:58 WIB
Proyek lanjut di tengah pagebluk

Segala upaya dilakukan pemerintah demi memutus rantai wabah Covid-19. Pemerintah juga menebar bantuan stimulus sebagai insentif bagi masyarakat yang rentan semakin miskin karena aktivitasnya terhenti akibat pandemi. 

Kucuran dana stimulus ekonomi yang mencapai Rp 405,1 triliun membuat alokasi anggaran mengalami perubahan drastis. Salah satu langkah yang ditempuh Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah meneken Instruksi Presiden (Inpres) nomor 4 tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Barang dan Jasa.

Melalui Inpres ini, Jokowi ingin seluruh jajarannya—mulai dari menteri, gubernur, walikota, hingga bupati—memangkas rencana belanja yang tidak prioritas guna menambah dana untuk penanganan Covid-19.

“Anggaran-anggaran perjalanan dinas, pertemuan-pertemuan, belanja-belanja lain yang tidak dirasakan langsung oleh masyarakat segera dipangkas. Karena kondisi fiskal kita sekarang ini bukan sebuah kondisi yang enteng,” tutur Jokowi melalui video conference, Selasa (24/3).

Selain itu, Jokowi juga sudah menandatangani tiga perundang-undangan terkait kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan Covid-19 pada Selasa (31/3). Ketiga undang-undang tersebut adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2020, Peraturan pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2020, dan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 11 tahun 2020.

Peraturan ini diteken Jokowi demi memberikan payung hukum bagi anggaran stimulus tersebut yang dialokasikan pemerintah untuk menangani dampak coronavirus. Dana Rp 405,1 triliun ini akan disalurkan untuk empat pos utama, antara lain jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun, kesehatan Rp75 triliun, program pemulihan ekonomi Rp150 triliun, serta insentif perpajakan dan stimulus KUR (Kredit Usaha Rakyat) Rp70,1 triliun.

“Perppu ini berisikan kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan,” jelas mantan Walikota Solo itu di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3).

Sayangnya, langkah-langkah penyelematan ini mengerek angka defisit APBN hingga jauh dari ambang batas 3%. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, defisit anggaran tahun ini bisa mencapai Rp853 triliun atau 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini naik dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanjaa Negara (APBN) yang hanya sebesar 1,76% atau Rp307,2 triliun.

Sponsored

“(Namun) kami tidak katakan ini sudah pasti (defisit 5,07%), karena kondisi ekonomi dan sosial terus bergerak,” tutur Ani, sapaan akrab Menkeu, dalam rapat virtual bersama Komisi Keuangan DPR, Senin (6/4).

Tambal sana-sini

Pelebaran defisit ini memaksa pemerintah mencari celah untuk menambal lubang anggaran. Pemerintah telah memunculkan sejumlah opsi pembiayaan defisit, termasuk dengan berutang dan pemanfaatan dana non-utang dari tiga sumber utama, yakni dana abadi pendidikan, Saldo Anggaran Lebih (SAL), dan Badan Layanan Umum (BLU).

Menurut Ani, dana abadi pendidikan sebesar Rp60 triliun yang selama ini dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) bisa menjadi solusi untuk menambal defisit negara akibat dampak Coronavirus.
“Dia bisa berikan salah satu solusi yang sekarang jumlahnya Rp60 triliun,” kata Ani dalam kesempatan yang lain.

Selain itu, pemerintah juga akan memanfaatkan dana SAL sebesar Rp160 triliun untuk mengurangi defisit tersebut. Begitu juga dengan dana BLU yang sebelumnya dialokasikan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) akan dialokasikan untuk keperluan serupa.

Namun demikian, Ani tidak memerinci berapa besaran dana BLU dan PMN yang akan direalokasi. Ia hanya menerangkan bahwa pemerintah akan menggunakan sisa penghematan belanja negara sekitar Rp160 triliun dalam APBN 2020 guna menambal defisit yang mungkin terjadi.

“Kami ada banyak sumber, tapi yang pertama kami pakai sumber yang benar-benar prudent (aman), kalau tidak cukup menggunakan yang lain. Tapi, kami berharap itu tidak terjadi,” terangnya.

Namun, soal dana abadi pendidikan ini, Kementerian Keuangan pun langsung memberikan keterangan. Melalui rilis yang diterima Selasa (14/4), pemerintah tetap berkomitmen terhadap pendidikan rakyat.

"Alokasi anggaran penanganan Covid-19 tidak mengurangi mandatory spending pendidikan 20%  termasuk tetap mengalokasikan tambahan dana abadi pendidikan berupa Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) untuk tahun anggaran 2020 sebesar Rp18 triliun sebagaimana yang tercantum pada Perpres No.54 Tahun 2020," demikian bunyi rilis tersebut.

Sementara terkait opsi berutang, pemerintah telah meluncurkan global bond bertajuk pandemic bond dengan nilai sebesar US$4,3 miliar atau Rp67,6 triliun dengan kurs saat ini Rp15.808. Nilai global bond ini merupakan yang terbesar dan terpanjang dalam sejarah Indonesia.

Ani menyebutkan, SBN ini akan diluncurkan dalam tiga seri yaitu RI1030, RI1050, dan RI0470. Seri RI1030 memiliki tenor 10,5 tahun dengan nilai sebesar US$1,65 miliar dan imbal hasil 3,9%. Seri RI1050 bertenggat waktu 30,5 tahun dengan nilai US$1,65 miliar dan imbal hasil 4,25%.

Sedang seri ketiga, yakni RI0470 memiliki tenor 50 tahun dengan nilai sebesar US$1 miliar dan imbal hasil 4,5%. Seri ini merupakan global bond pertama yang diterbitkan dengan tenor 50 tahun.

“SBN yang ketiga dan ini adalah series baru yang belum pernah diterbitkan sebelumnya adalah RI10470. Jatuh tempo atau tenornya 50 tahun yaitu 15 April tahun 207o sebesar US$1 miliar dengan tingkat yield (imbal hasil) 4,5%,” jelas Ani.

Tidak ada proyek yang dihentikan

Menariknya, di tengah ancaman defisit fiskal yang tinggi itu, pemerintah rupanya masih enggan menunda sejumlah pengerjaan proyek mercusuar yang kini sedang berjalan. Beberapa proyek ambisius pemerintah yang masuk dalam rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) rencananya bakal tetap dilanjutkan.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, dari total Rp24,53 triliun anggaran DIPA (Daftar Isian Pelaksanan Anggaran) yang direalokasi untuk penanganan Covid-19, tidak ada satupun yang menyentuh dana khusus untuk PSN.

Hingga saat ini, lanjut dia, belum ada rencana pemerintah untuk menunda atau menghentikan pengerjaan PSN, termasuk proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), Ibu Kota Negara (IKN), Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), dan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020.

Dalam postur APBN 2020 sejumlah proyek tersebut memiliki pagu anggaran yang tidak sedikit. Untuk KSPN, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp4,89 triliun, pemindahan ibu kota Rp2 triliun, pembangunan konektivitas Rp42,95 triliun, dan PON 2020 sebesar Rp793 miliar.

“Untuk yang PSN semua masuk yang di-refocussing tapi alhamdulillah realokasi anggaran Rp24,53 triliun tadi, kami belum menyentuh anggaran PSN,” tutur Basuki dalam video conference di Jakarta, Selasa (7/4).

Copyright © 2020. Alinea.ID {0.0736}

Sejalan dengan itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir juga berkomitmen untuk tetap melanjutkan pengerjaan proyek-proyek besar pemerintah yang ditangani perusahaan pelat merah. Beberapa yang menjadi fokus Erick adalah pembangunan tenaga pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW), kereta api cepat Jakarta-Bandung, dan kilang minyak PT Pertamina (Persero) di Tuban, Jawa Timur.

Proyek-proyek ini memakan biaya hingga triliunan rupiah dan proses pembangunan lebih dari satu tahun. Untuk tenaga pembangkit listrik 35.000 MW yang dikerjakan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) bakal memakan biaya sekitar Rp1.189 triliun dan baru akan selesai pada 2029.

Lalu untuk kereta api cepat Jakarta-Bandung memakan biaya sebesar US$6 miliar atau Rp94,25 triliun dengan kurs Rp15.808. Seluruh biaya itu ditanggung PT Kereta Api Cepat Indonesia-China (KCIC) yang merupakan perusahaan konsorsium antara investor asal Negeri Tirai Bambu dan sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sedangkan pembangunan kilang minyak Pertamina di Tuban, Jawa Timur bakal memakan biaya sekitar US$16 miliar atau Rp251,32 triliun (asumsi kurs Rp15.808).

Erick berdalih, pengerjaan proyek-proyek tersebut harus tetap dilanjutkan agar ekonomi Indonesia bisa segera pulih usai pandemi Covid-19 berakhir. Baginya, menjaga sejumlah proyek tetap berjalan adalah salah satu cara agar industri tidak terlalu terpuruk.

“Tentu kita BUMN sudah mengadakan review cashflow BUMN seperti apa, proyek mana yang harus didahulukan, mana yang ditunda. Jangan sampai kita telat lagi. Ketika negera lain recover, kita masih terjebak corona. Ini yang tidak boleh, maka dipastikan ini harus jalan terus,” ungkap Erick dalam teleconference di Jakarta, Senin (30/3).

Petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Klas 1 Soetta memeriksa suhu tubuh Menteri BUMN Erick Thohir saat melakukan peninjauan kesiapan Bandara dalam menghadapi Covid-19 di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (11/3/2020). Foto Antara/Muhammad Iqbal.

Belum ada rekomendasi DPR

Alasan ini bisa jadi masuk akal, lantaran hingga saat ini pun Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) juga belum merekomendasikan apapun terkait nasib sejumlah megaproyek yang dikerjakan pemerintah tersebut. Anggota Komisi V DPR RI Muhammad Aras mengatakan, keputusan dilanjutkan atau tidaknya proyek tersebut masih akan dibahas DPR dalam beberapa waktu mendatang.

Saat ini, DPR masih menunggu pemetaaan dari pemerintah terkait proyek-proyek mana saja yang bisa ditunda, dan mana yang harus dilanjutkan. Aras bahkan mengaku tidak masalah jika pemerintah tetap melanjutkan proyek mercusuarnya, selama biaya untuk penanganan Covid-19 bisa dicukupi dari dana-dana lain.

“Sekarang kita tunggu dari pemerintah terkait dengan yang mana bisa dikurangi, dan yang mana bisa dilanjutkan,” terang Aras kepada Alinea.id melalui sambungan telepon pekan lalu.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai, langkah pemerintah untuk melanjutkan pembangunan PSN merupakan satu langkah politis yang bisa saja diambil suatu negara. Pasalnya, kata dia, proyek-proyek yang dilanjutkan itu melibatkan koneksi jaringan internasional yang luas dan membutuhkan komitmen tinggi untuk menjalankannya.

Dalam bahasa politis, terangnya, tidak ada jawaban benar atau tidak, yang ada hanyalah ‘iya jika’ dan ‘tidak jika’. Maksudnya, pemerintah bisa saja menunda proyek-proyek tersebut jikalau situasi semakin buruk, namun untuk situasi saat ini pemerintah masih sah-sah saja melanjutkan proyek itu.

“Kita harus melihat krisis juga sebagai peluang untuk persiapan diri agar ketika keadaan kembali normal, kita langsung punya kapasitas melakukan akselerasi pembangunan. Sikap ini yang saya lihat diambil pemerintah,” terang Hendrawan kepada Alinea.id melalui pesan singkat, Kamis (9/4).

Ia mengatakan, apa yang dilakukan pemerintah merupakan strategi untuk menjaga kepercayaan investor asing agar tidak lari dari Indonesia. Dengan melanjutkan proyek-proyek tersebut, artinya pemerintah sudah menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang tangguh, dan punya komitmen tinggi meski diterpa pandemi.

“Bahasa politis strategis orang cerdik pasti bersifat kondisional. Karena ini terkait dengan reputasi dan jejaring internasional,” tambahnya.

Sejumlah proyek strategis nasional masih tetap berlanjut di kala pandemi Covid-19. Alinea.id/Hadi Tama.

Pemerintah tidak rasional

Anggaran dana abadi pendidikan yang direalokasi untuk stimulus Covid-19 pun turut menuai kritik dari Politikus PKS, Abdul Fikri Faqih. Menurutnya, perubahan postur dan rincian APBN 2020 itu merugikan sejumlah pihak yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah di tengah wabah Covid-19. Termasuk diantaranya kelompok guru.

Menurutnya, imbas dari perubahan postur anggaran, otomatis berdampak pada pemangkasan anggaran sektor pendidikan, tak terkecuali tunjungan guru yang juga ikut terpotong.

“Di saat sulit pandemi wabah Covid-19, nafkah guru malah dipotong-potong. Tunjangan guru malah dipotong hingga triliunan rupiah,” kata Fikri lewat keterangan tertulisnya, Selasa (14/4).

Berdasarkan lampiran Perpres Nomor 54 Tahun 2020, Fikri mencatat setidaknya ada tiga komponen pemotongan tunjangan guru, yakni: Tunjangan profesi guru PNS daerah, semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, tambahan penghasilan guru PNS daerah yang semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun, dan tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus yang semula Rp2,06 triliun menjadi Rp1,98 triliun. Jika ditotal, pemotongan mencapai Rp3,3 Triliun.

Pemotongan anggaran juga diterapkan untuk banyak komponen Bantuan Operasional Pendidikan (BOS). Dana BOS yang semula Rp54,3 triliun turun menjadi Rp53,4 triliun. 

Kemudian, Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD juga mengalami pemotongan dari Rp4,475 triliun menjadi Rp4,014 trilium.
"BOP Pendidikan Kesetaraan dari Rp1,477 triliun menjadi Rp1,195 triliun. Sementara itu, pemotongan pada BOP Museum dan Taman Budaya adalah sebesar Rp5,668 miliyar dari semula Rp141,7 miliar menjadi Rp136,032 miliar," jelas Wakil Ketua Komisi X DPR ini.

Di sisi lain, keputusan pemerintah melanjutkan pembangunan PSN dan menerbitkan SBN justru dinilai tidak rasional oleh Ekonom Institute for Development on Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati. Dia menilai langkah yang diambil pemerintah ini tidak kontekstual dan sangat berisiko.

Enny menjelaskan, penerbitan SBN maupun global bond hanya akan menambah utang negara yang pada akhirnya berimbas pada pendapatan nasional ke depan. Artinya, negara akan mengorbankan pendapatannya di tahun-tahun mendatang hanya untuk membayar utang tersebut. 

Apalagi per Januari 2020, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sudah mencapai Rp6.000 triliun lebih. Jika ini ditambah, maka risiko Indonesia terpincang-pincang memenuhi tanggung jawab utangnya akan semakin besar.

“Kalau kita harus nambah utang lagi, sementara daya atau kekuatan mencicil dan membayar bunga itu sudah sangat menganggu, maka akan merusak ruang fiskal negara,” tutur Enny saat dihubungi Alinea.id pekan lalu.

Selain itu, Enny juga menyindir langkah pemerintah yang mengorbankan dana abadi pendidikan untuk menambal defisit fiskal dibanding mengalihfungsikan anggaran infrastruktur. Padahal, menurutnya, pembangunan sumber daya manusia (SDM) harusnya menjadi subyek prioritas pemerintah ketimbang proyek-proyek fisik.

Terlebih jika dilihat secara historis, proyek-proyek fisik pemerintah tidak pernah memberikan kontribusi lebih dari 10% untuk pendapatan negara.

“Jadi sangat berisiko sekali jika pos pengeluaran yang kontribusinya di bawah 10% tadi nantinya mengorbankan kontribusi mesin utama pertumbuhan. Kalau di Indonesia ‘kan konsumsi rumah tangga,” cetusnya.

Pemerintah sendiri telah mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp423,3 triliun di APBN 2020. Dana ini bakal digunakan untuk pembangunan konektivitas sepanjang 486 km, pembangunan 3 bandara baru, 49 bendungan, dan proyek-proyek strategis nasional lainnya.

Dana inilah yang dikritik sejumlah pihak, termasuk Enny, agar segera direalokasikan untuk penanganan Covid-19. Sebab, saat ini penyebaran pandemi Covid-19 sudah semakin meresahkan dan mengancam banyak nyawa. Bahkan per Selasa (14/4), jumlah positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 4.839 orang dan meninggal 459 orang.

Enny mengingatkan, agar pemerintah lekas menentukan skala prioritas dalam situasi sulit seperti sekarang. Jangan sampai, kata ia, lebih banyak lagi nyawa melayang karena musuh bersama ini.

“Investasi memang dibutuhkan, tapi prioritas hari ini adalah bagaimana masyarakat bisa survive menghadapi Covid-19 ini. Terutama sekali upaya-upaya untuk menyelamatkan risiko nyawa yang bisa hilang karena pandemi,” pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid