Rangkap jabatan direksi/komisaris BUMN cederai etika publik
Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Dalam diktum itu, tegas setiap anggota komisaris dilarang merangkap jabatan.

Rangkap jabatan direksi dan komisaris lembaga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai mencederai etika publik. Bahkan, kontraproduktif terhadap upaya perbaikan pelayanan publik dan tata kelola perusahaan plat merah yang baik yakni good corporate governance.
Pernyataan ini sekaligus dilontarkan Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, atas temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait 62 orang pejabat BUMN yang bergerak di sektor keuangan, pertambangan, dan infrastruktur terdeteksi merangkap jabatan di perusahaan non-BUMN.
"Rangkap jabatan direksi dan komisaris di lembaga BUMN telah menabrak undang-undang (UU) dan peraturan pemerintah, yang juga berdampak pada tidak profesionalnya pelaksaan tugas," ujar Amin, dalam keterangannya, yang diakses Kamis (25/3).
Aturan yang dimaksud Amin, yakni pengabaian terhadap Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Dalam diktum itu, menyatakan tegas setiap anggota komisaris dilarang merangkap jabatan.
"Pasal ini melarang anggota komisaris BUMN merangkap jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan," ujarnya.
Tak hanya itu, terkait etika pelayanan publik, Pasal 17 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, tegas melarang rangkap jabatan pada pelaksana pelayanan publik baik sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha.
"Karena BUMN tidak hanya berorientasi profit namun juga menjalankan misi pelayanan publik, maka aturan tersebut juga berlaku pada BUMN dan BUMD," terang Amin.
Kendati demikian, politikus PKS ini meminta, Kementrian BUMN dapat segera menindak temuan KPPU guna memperbaiki kinerja BUMN. Sebab, temuan itu dinilai mencerminkan mirisnya struktur lembaga BUMN.
"Ini luar biasa. Bahkan ada orang yang merangkap hingga 22 jabatan. Potensi konflik kepentingan dan pelanggaran terhadap penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat sangat tinggi," kata Amin.
Amin mengingatkan, proses seleksi BUMN harus mengedepankan azas profesionalisme dan integritas, bukan dengan pendekatan politik yang berujung pada bagi kue jabatan.
"Lemahnya tata kelola dan pengawasan merupakan dua hal yang harus menjadi prioritas dalam membenahi BUMN saat ini. Masih banyaknya kasus korupsi dan penyelewengan di tubuh BUMN, termasuk megaskandal Jiwasraya dan ASABRI adalah buktinya," ujar Amin.
Sebelumnya, KPPU menemukan puluhan jajaran direksi dan komisaris lembaga BUMN merangkap jabatan pada perusahaan swasta dan lembaga lain. Setidaknya, KPPU mendeteksi rangkap jabatan ini di BUMN yang bergerak pada tiha sektor utama.
Pertama, sektor keuangan meliputi asuransi dan investasi. Dari sektor ini, KPPU mencatat ada 31 direksi atau komisaris BUMN yang merangkap jabatan di perusahaan lain.
Kedua sektor pertambangan, terdeteksi 12 direksi atau komisaris BUMN yang memiliki jabatan lain di perusahaan lain. Ketiga sektor konstruksi, terdeteksi 19 direksi atau komisaris BUMN yang merangkap jabatan lain.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Kejahatan anak era kiwari: Dari pencurian hingga penganiayaan
Senin, 27 Mar 2023 06:38 WIB
Turis asing berulah, perlukah wisman mendapat karpet merah?
Minggu, 26 Mar 2023 11:15 WIB