sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Saran ekonom untuk menteri baru Jokowi

Stabilitas rupiah memang penting tapi stabilitas tanpa pertumbuhan juga kurang bermakna.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Jumat, 05 Jul 2019 07:10 WIB
Saran ekonom untuk menteri baru Jokowi

Dalam hitungan bulan, Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019-2024. Jokowi dilantik dalam kondisi ekonomi global yang sedang turbulensi diapit perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS). 

Menghadapi kondisi ekonomi global yang tidak pasti mendekati penyusunan kabinet kerja Jokowi. Ekonom menyarankan agar Jokowi memilih menteri ekonomi yang dapat mengidentifikasi perlambatan ekonomi. 

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, Jokowi dan kabinet kerjanya yang baru bisa segera mengindentifikasi faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi lambat atau stagnan. Menurut Fithra, ekspor Indonesia dan investasi Indonesia terbilang melambat. 

Berdasarkan penelitian Fithra bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia apabila pada tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,7%, maka seharusnya ekspor bisa tumbuh 9,8% sampai 12,9%.

Di tengah kondisi neraca perdagangan yang sempit, seharusnya pemerintah dapat menggenjot ekspor dan investasi. Solusinya adalah revitalisasi industri, terutama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). 

"Dari sisi pertumbuhan produktivitas SDM di sektor manufaktur, produktivitas hanya bisa tumbuh 2% sampai 3% per tahun. Begitu juga dengan angka pengangguran, ditengah bonus demografi ini yang sebentar lagi akan selesai pada tahun 2030 maka tahun ini adalah momentum meningkatkan kualitas SDM," ujar Fithra. 
 

Bonus demografi 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengingatkan agar pemerintah baru dapat melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi demi kesejahteraan rakyat yang merata. Sekaligus mengakomodasi puncak bonus demografi pada tahun 2030. 

Piter juga meminta agar Jokowi tidak hanya puas dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%. Sebab angka pertumbuhan tersebut tidak cukup bagi kesejahteraan masyarakat yang merata. 

Apabila pertumbuhan ekonomi hanya 5%, bonus demografi menurut Piter akan menjadi bencana dan kesejahteraan masyarakat hanya menjadi mimpi. 

Nah, untuk melakukan lompatan pertumbuhan itu, diperlukan berbagai terobosan di berbagai bidang. Utamanya di sektor keuangan dan sektor industri manufaktur.

Prediksi Piter sektor keuangan akan menjadi anomali yang menyebabkan suku bunga perbankan yang sangat tinggi dan membebani perekonomian. Sedangkan, investasi di sektor rill menjadi tidak menarik, karena biaya tinggi meskipun investasi di sektor keuangan menarik, tapi tidak meningkatkan pendapatan. 

Catatan Piter, pertumbuhan manufaktur di Indonesia saat ini hanya ada di bawah 5% kontribusinya terhadap PDB. Pada posisi ini tentu lebih kecil daripada pertumbuhan ekonomi secara nasional. 

Padahal, sektor manufaktur adalah sektor memberikan nilai tambah yang sangat besar dan menyerap banyak tenaga kerja. 

"Stabilitas rupiah memang penting. Tapi stabilitas tanpa pertumbuhan juga kurang bermakna. Stabilitas rupiah akan lebih bermakna ketika dicapai bersama pertumbuhan ekonomi yang cukup. Dan itu sesungguhnya bisa dilakukan," kata Piter. 

 

Menteri profesional

Belajar dari kabinet kerja sebelumnya, Piter menilai selama pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla pada periode 2014-2019, hanya beberapa kementerian yang cukup bekerja keras. 

Dari kacamata Piter belum ada menteri yang mampu melakukan lompatan. Masing-masing menteri dinilai masih bekerja sendiri-sendiri, tanpa koordinasi yang kuat dan perencanaan yang matang. 

Piter menyebut sejumlah menteri yang kinerjanya cukup baik seperti: Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Lalu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Perhubungan Budi Karya. 

Sebenarnya, tidak masalah apabila menteri periode 2020-2024 kelak dipimpin dari partai asal dapat bekerja secara profesional. Selama ini menurut Piter, sejumlah menteri juga diisi oleh politikus dan terbukti investor juga tetap banyak datang. 

"Pemerintahan itu dunia politik, tidak mungkin lepas dari kepentingan politik. Semua negara juga begitu, kalau pemerintahannya gagal, harus diberi hukuman. Mekanisme ini yang harus dibangun," tutur Piter. 

Berseberangan dengan Piter, Fithra justru menilai bila posisi menteri diisi oleh orang-orang yang berasal dari kalangan partai politik bisa menjadi bumerang bagi pemerintahan. Sebab, investor masih menunggu dan melihat siapa yang akan menduduki kursi menteri nanti. 

"Apabila kursi menteri hanya berasal dari politikus, maka kebijakannya akan diniliai tidak konsisten. Karena investor akan melihat siapa saja orang yang akan mengisi pos-pos penting dalan kabinet ekonomi," ujar Fithra. 

Seperti diketahui di kabinet Jokowi jilid I, kementerian teknis bidang ekonomi ditempati anggota partai politik. Mereka adalah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yakni kader Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Ketua Umum Partai Golongan Karya yakni Menteri Perindustrian Airlangga Hartato. 

Meski ada pula yang berasal dari kalangan profesional seperti: Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan. 

Namun, meskipun profesional tapi seharusnya ditempatkan di dalam kementerian yang bertolak belakang dengan ilmu yang pernah didapatkannya.

"Yang profesional, jangan asal ditempatkan juga. Minimal punya daya dorong untuk kementeriannya. Kalau untuk Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, mesti profesional. Kalau diisi parpol lagi investor tidak akan tertarik, karena kinerjanya yang paling buruk," ucap Fithra. 

Usulan pengusaha 

Presiden Joko Widodo mengisyaratkan, kabinet mendatang berasal dari generasi. Terbuka peluang menteri yang berusia 20-25 tahun, belakangan disambut positif oleh berbagai kalangan, termasuk pelaku industri. 

Sekjen PPP Arsul Sani menyambut baik rencana tersebut. Menurutnya, pelibatan generasi muda dapat memberi sumbangan positif dalam pengelolaan negara.

"Kalau dari sisi PPP lebih bagus, karena semakin negara ini dipimpin yang berusia lebih muda, saya kira lebih bagus. Pak Jokowi baru 58 tahun, kalau menterinya lebih banyak di atas 58 tahun malah lucu," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7).

Menurutnya, gagasan Jokowi itu sesuai dengan salah satu aspek pembangunan SDM yaitu menyiapkan generasi yang lebih muda untuk memimpin negara dan pemerintah. 

Wakil Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menyambut gembira apabila ada menteri muda yang kelak duduk di kursi pemerintahan. Pasalnya menurut Shinta, banyak sekali calon-calon menteri yang dalam usia muda dan kompeten dalam bidangnya. 

Usia bagi Shinta bukan menjadi tolak ukur tingkat kedewasaan. Terpenting menurutnya, menteri dengan usia muda harus memiliki rekam jejak yang jelas dan memiliki jiwa kepemimpinan yang baik sebab akan bekerja di dalam sebuah birokrasi yang memiliki setumpuk tugas bukan hal yang mudah. 

Menteri muda harus bekerja dan berkordinasi pula dengan daerah bahkan pedalaman. Saran Shinta, menteri muda yang dipilih yang punya pengalaman. 

Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri Bob Azzam menambahkan, wacana Presiden Jokowi menunjuk menteri berusia muda bisa menjadi terobosan baru. Sebaiknya wacana membuat kebijakan harus bebas dari kepentingan.

"Menteri berusia muda seharusnya bebas kepentingan kalau tidak ada dua itu, tidak berguna," kata Bob. 

Di sisi lain, Bob mengingatkan agar Presiden Jokowi perlu mempertimbangkan kemampuan bekerja sama dan bersinergi dengan lembaga lain atau kementerian yang lain. Sebab, antar kementerian masih sering dijumpai kurangnya koordinasi dan implementasi yang tidak mulus.
 

Riset : Fultri Sri Ratu Handayani

Berita Lainnya
×
tekid