sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sempat ke bawah level 4.000, bagaimana IHSG tahun ini?

Akhir tahun 2019 lalu IHSG nangkring di level 6.299,54. Bagaimana dengan tahun ini? 

Annisa Saumi
Annisa Saumi Rabu, 17 Jun 2020 17:40 WIB
Sempat ke bawah level 4.000, bagaimana IHSG tahun ini?

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak seperti roller coaster akibat merebaknya virus Covid-19 di Indonesia. 

Sejak pertama kali diumumkan menjangkiti Indonesia, virus ini telah menjegal IHSG hingga tersungkur ke bawah level 4.000. Pada perdagangan akhir tahun 2019, IHSG nangkring di level 6.299,54. 

Lalu, bagaimana dengan pergerakannya di tahun ini? 

IHSG diramal belum akan melaju ke level 6.000 di tahun ini. Mandiri Sekuritas memperkirakan IHSG hanya akan berada di level 5.540 pada akhir tahun 2020.

Head of Equity Research, Strategy dan Consumer PT Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan perkiraan ini masih sangat dinamis. Mengingat, saat ini ekonomi Indonesia memasuki masa pemulihan pandemi Covid-19.

"IHSG ada di level 5.540 untuk skenario akhir tahunnya. Tapi perlu diingat, ini kan fase recovery, jadi sangat dinamis perubahannya," kata Adrian dalam Media Gathering Economic Outlook Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (17/6).

Adrian memperhatikan, komposisi indeks saham Indonesia lebih banyak ditopang oleh saham perbankan. Hal ini berbeda dengan komposisi saham di bursa Amerika Serikat (AS), di mana ditopang saham perusahaan teknologi yang menyebabkan pemulihan bursa saham AS menjadi jauh lebih cepat daripada bursa saham di Indonesia.

Selain itu, lanjut Adrian, pemulihan ekonomi yang memasuki fase pembukaan kembali juga mempengaruhi dinamika pergerakan IHSG. Adrian mencermati terjadi perubahan dinamika investasi saham dari para investor.

Sponsored

Sebelum Covid-19, kata Adrian, investor cenderung membeli saham yang aman dengan neraca yang kuat dan memiliki utang bank rendah. Namun, di bulan April, investor mulai membeli saham cyclical alias saham perusahaan yang pendapatannya terpengaruh oleh kondisi makro ekonomi dan siklus bisnis. Saham ini dinilai tak memiliki keuntungan, tetapi punya valuasi murah.

"Saham-saham cyclical, seperti perbankan, otomotif, yang bukan kebutuhan sehari-hari. Saham cyclical ini sangat menarik untuk entry point," tuturnya.

Adapun mengenai perusahaan yang paling defensif akibat adanya pandemi Covid-19 ini, menurut Adrian, adalah perusahaan menara. Sebab, skema penjualan jasa mereka menggunakan business to business (b2b) sehingga perusahaan-perusahaan tersebut tak memerlukan revisi target. 

Berita Lainnya
×
tekid