sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dilema lahan parkir: Antara minim peran pemerintah dan inisiatif warga

Abdul Kodir, pengelola lahan parkir dekat Stasiun Cakung, menyetor Rp600.000 kepada Dishub DKI untuk biaya izin atas usahanya tersebut.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Selasa, 30 Jan 2024 22:12 WIB
Dilema lahan parkir: Antara minim peran pemerintah dan inisiatif warga

Abdul Kodir mendulang Rp1 juta dalam sehari dari bisnis lahan parkir di rumahnya dekat Stasiun Cakung, Jakarta Timur. Usahanya membantu para komuter yang akan menitipan sepeda motornya dan melanjutkan perjalanan menuju kantor menggunakan kereta rel listrik (KRL).

Usahanya bisa berjalan lancar karena menyetor Rp600.000 per bulan kepada Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta. "Itu biaya izin saja sebenarnya," ucapnya, Senin (29/1).

Ia sebenarnya heran dengan pengenaan biaya tidak resmi tersebut. Pangkalnya, parkiran motor yang dikelolanya memanfaatkan lahan pribadi.

"Kita, kan, enggak pakai akses jalan pemerintah. Ini tanah pribadi," tegas Kodir.

Kepala Dishub Jakarta, Syafrin Liputo, pun angkat bicara. Katanya, penggunaan lahan parkir di rumah warga adalah hal baik, tetapi tidak bisa begitu saja karena termasuk pelanggaran.

Ia pun heran dengan tindakan oknum yang diduga pegawainya. Ia berencana akan mengecek kebenaran isu ini.

Komuter terbantu 

Terpisah, warga Cakung, Hadi (51), terbantu dengan kehadiran lahan parkir pribadi. Sebab, meringankan masalahnya untuk menitipkan motor selagi berangkat kerja ke pusat ibu kota. Apalagi, nihil lahan parkir yang dikelola PT KAI di Stasiun Cakung.

Sponsored

"Saya naik motor sepanjang jalan, pasti [badan] 'hancur' badan saya. Belum lagi bensin. Kalau ada parkir gini, kan, enak buat titip motor dan duduk tenang di kereta," tuturnya kepada Alinea.id, Selasa (30/1).

Ia berharap pemerintah bisa memberikan langkah solutif bagi warga sekitar. Pangkalnya, tidak ada lahan parkir yang disediakan pemerintah, termasuk Dishub, dan biaya parkir tersebut tidak memberatkan komuter.

"Ya, bisa diselesaikan baik-baik, sih, tidak perlu gimana-gimana. Cuma kalau soal pungli tadi itu harus ditindak. Tapi, kan, buat warga sini juga bisa dibantu untuk legalisasinya," ulasnya.

Jalan tengah

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menerangkan, lahan parkir yang dibuka warga adalah parkir gelap. Alasannya, tanpa izin dari pemerintah.

Ia pun menyarankan lahan parkir itu ditutup. "Lebih baik ditutup," sarannya saat dihubungi Alinea.id.

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menambahkan, penyediaan lahan parkir itu adalah kebutuhan yang tidak terelakan. Sayangnya, masih menjadi perdebatan hingga kini.

Salah satu yang menjadi perdebatan adalah premanisme. Hal ini masih menjadi momok bagi masyarakat. "Di negara lain enggak ada preman," katanya kepada Alinea.id.

Untuk mengatasi parkir liar ini, Trubus menyarankan pemberian gaji kepada tukang parkir liar. Jadi, mereka tidak perlu menagih pengguna jasa. Dengan pemberian gaji, ia meyakini pemerintah daerah (pemda) secara tak langsung menjadi pemegang wewenang atas lahan parkir tersebut.

Berita Lainnya
×
tekid