Ketua DPRD Pati Ali Badrudin menyinggung pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) atau Corporate Social Responsibility (CSR). Hal itu disampaikan Ali saat menjawab pertanyaan wartawan terkait kekeringan yang melanda sejumlah desa saat ini
Raperda yang mulai dibahas sejak 2022 lalu belum juga rampung dan tak kunjung disahkan menjadi Perda. Belum disahkannya Raperda tersebut dinilai menjadi salah satu kendala dalam memaksimalkan dana bantuan dari perusahaan untuk penanganan masalah sosial dan kebencanaan.
”Seandainya APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) kurang, kami bisa minta ke perusahaan-perusahaan untuk memberikan dana CSR. Seperti saat ini, kami bisa minta perusahaan memberikan bantuan air bersih kepada masyarakat yang terdampak kekeringan,” ujarnya belum lama ini.
Menurut Ali, dana CSR bukan hanya bisa dimanfaatkan untuk penanganan kekeringan. Penanggulangan bencana lainnya juga bisa diatasi lewat CSR.
Menurut Ali, Raperda TJSLP terhambat lantaran mata pembahasan tentang batas dana minimal belum menemukan titik temu. Pihak DPRD mengusulkan, dalam Raperda tercantum batas minimal dana CSR perusahaan sebesar 1% hingga 1,5%. Adapun pihak pemerintah eksekutif mengusulkan agar tidak perlu dicantumkan batasan dana.
”Kalau tidak ada batasan minimum (dana CSR), tidak ada tanggung jawab dari perusahaan secara jelas,” tegas Ali.
Ali menambahkan, batas minimal ini juga bisa berfungsi memantau pengelolaan dana CSR dan menghindari kecurangan.
”Kalau tidak ada itu, perusahaan mana saja yang memberi dana CSR. Jangan-jangan CSR bukan untuk kepentingan masyarakat yang sangat mendesak, tapi buat kegiatan yang kurang begitu jelas,” kata Ali.