sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Diduga mata-mata Korea Utara, PNS Prancis ditangkap

Benoit Quennedey juga merupakan Presiden Asosiasi Persahabatan Prancis-Korea dan pernah menulis buku tentang Korea Utara.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Selasa, 27 Nov 2018 17:31 WIB
Diduga mata-mata Korea Utara, PNS Prancis ditangkap

Badan intelijen Prancis menangkap seorang pegawai negeri sipil senior yang bekerja di Senat karena dicurigai menyampaikan informasi rahasia kepada rezim Korea Utara. Hal tersebut diungkapkan sumber peradilan kepada AFP.

Benoit Quennedey, yang juga Presiden Asosiasi Persahabatan Prancis-Korea dan pernah menulis buku tentang Korea Utara dibawa ke tahanan pada Senin (24/11) malam.

Setelah penyelidikan yang dimulai pada Maret, jaksa mendakwa yang bersangkutan dengan pengumpulan dan pengiriman informasi kepada kekuatan asing yang cenderung merusak kepentingan fundamental bangsa.

Quennedey ditahan di markas badan intelijen domestik Prancis DGSI di luar Paris.

Program berita Le Quotidien, pihak yang pertama kali melaporkan kabar ini mengatakan bahwa Quennedey ditangkap di rumahnya dan ruang kerjanya di Senat digeledah.

Kantor presiden Senat Gerard Larcher menolak berkomentar.

Menurut situs penerbitnya, Delga, Quennedey telah sering menulis artikel tentang Korea Utara dan kerap bepergian ke seluruh wilayah di semenanjung itu sejak tahun 2005.

Tahun lalu Delga menerbitkan karya terbaru Quennedey bertajuk "North Korea, The Unknown".

Sponsored

Asosiasi Persahabatan Prancis-Korea, dibentuk pada akhir tahun 1960-an oleh para wartawan yang bersimpati kepada Sosialis dan Komunis, mendorong hubungan yang lebih dekat dengan Pyongyang dan mendukung reunifikasi Korea yang terbagi.

Pada tahun 2013, Quennedey membuat tulisan bertajuk "North Korea's Economy: Birth of a New Asian Dragon?". Padahal selama bertahun-tahun Korea Utara menjadi target sanksi internasional 

Dalam wawancara dengan RT Prancis, bagian dari jaringan RT di Moskow, Quennedey dilabeli sebagai pakar hubungan internasional dan berkomentar soal hubungan Korea serta sejumlah isu lainnya.

Korea Utara telah menjadi pariah masyarakat internasional selama beberapa dekade atas penolakannya untuk menghentikan program senjata nuklirnya.

Sanksi telah melumpuhkan ekonomi Pyongyang, dan PBB memperkirakan bahwa sekitar 10,3 juta orang atau 41% dari penduduk Korea Utara menderita kekurangan gizi bahkan ketika perekonomian Korea Selatan tumbuh subur.

Namun harapan baru muncul pada Juni lalu, ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan Kim Jong-un di Singapura. Keduanya berjanji akan meningkatkan hubungan dan Kim Jong-un juga mengindikasikan pihaknya akan meninggalkan program nuklir.

Dalam perjalanannya, tidak terlihat kemajuan berarti soal denuklirisasi. Washington masih kekeh untuk mempertahankan sanksi hingga denuklirisasi berakhir dan diverifikasi sepenuhnya. (France24)

Berita Lainnya
×
tekid