sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

China optimistis hubungan dengan AS akan membaik

Tahun ini menandai 40 tahun hubungan diplomatik China dan Amerika Serikat.

Valerie Dante
Valerie Dante Kamis, 04 Jul 2019 09:32 WIB
China optimistis hubungan dengan AS akan membaik

Anggota Komite Hubungan Luar Negeri Chinese People's Political Consultative Conference (CPPCC) Yang Yanyi menyatakan, tahun ini menandai 40 tahun hubungan diplomatik Amerika Serikat dan China.

Sementara waktu terus berjalan, Yang menilai bahwa kerja sama China-AS sejauh ini telah membawa banyak keuntungan bagi berbagai pihak.

"Memang saat ini hubungan kami sedang menghadapi kesulitan. Banyak yang khawatir tentang dampak perselisihan China-AS bagi masa depan hubungan bilateral serta konsekuensi bagi dunia," tutur Yang dalam diskusi "China-US Relations" di Pakarti Centre, Jakarta, Rabu (3/7).

Meski begitu, Yang menegaskan bahwa China optimistis hubungan kedua negara akan membaik.

"China yakin kedua negara dapat mengatasi kesulitan dan membangun hubungan yang kuat untuk masa depan," lanjutnya.

Yang menekankan, kedua pihak perlu memiliki pemahaman akan dunia dan visi yang jelas terkait masa depan hubungan bilateral.

"Saya pikir relasi ini akan berkembang menjadi salah satu hubungan bilateral paling penting di dunia," ungkapnya.

China dan AS sangat berbeda dari segi sistem sosial, kekuasaan hingga sejarah. Maka, Yang menyampaikan sangat alami jika ada perbedaan kepentingan atau pertentangan pandangan terkait beberapa isu.

Sponsored

Intinya, untuk menghadapi perbedaan itu, kedua negara perlu mengdepankan toleransi dan fokus pada hal-hal yang menjadi ketertarikan bersama.

"Menurut saya, memang ada kompetisi di antara kedua negara. Kompetisi tidak bisa dihindari. Tapi kompetisi itu justru dapat berkontribusi bagi kerja sama China-AS," kata Yang.

Mantan Duta Besar Misi China untuk Uni Eropa itu menyampaikan bahwa salah satu permasalahan yang menghambat perbaikan hubungan kedua negara adalah pemikiran Washington yang menilai Beijing berniat untuk menggeser kepemimpinan AS di dunia.

"China tidak akan pernah menjadi AS dan kami tidak memiliki rencana untuk menggantikan posisi AS. China adalah China," ujarnya.

Menurutnya, klaim seperti itu sangat salah dan dapat berdampak buruk bagi masa depan relasi kedua negara. Yang menuturkan, AS perlu menghilangkan mentalitas sesat tersebut.

"Pola pikir dan stereotip itu tidak beralasan dan dapat menyebabkan gangguan dalam hubungan dengan China," tegas Yang.

Untuk mengatasinya, Yang menyatakan China dan AS perlu saling pengertian dan menghindari salah penilaian satu sama lain. Kedua negara, lanjutnya, perlu berkembang dalam keterbukaan agar kerja sama internasional China-AS dapat menghasilkan stabilitas dan kemakmuran.

Dalam kesempatan yang sama, Yang memuji pertemuan singkat antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, pada 29 Juni. Kedua kepala negara menyatakan siap memulai kembali perundingan perdagangan dan memajukan kerja sama.

"Itu adalah pesan yang sangat positif bagi pasar global dan masyarakat internasional," jelasnya.

Sementara itu, ekonom senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Mari Elka menilai bahwa perang dagang China-AS belum akan berhenti dalam waktu yang dekat.

"Artinya, ketidakpastian masih akan berlanjut untuk saat ini. Tapi ketidakpastian juga dapat mendatangkan peluang, Indonesia perlu cari tahu opsi yang dapat kita ambil," kata Mari yang juga mantan Menteri Perdagangan Indonesia.

Dalam ketidakpastian ekonomi global, Mari menyatakan bahwa investor Indonesia harus mendiversifikasi atau menganekaragamkan investasi dan perdagangan mereka.

Selain itu, lanjutnya, Indonesia perlu menyeimbangkan hubungan dengan AS maupun China agar tidak kena imbas negatif dari perselisihan perdagangan kedua negara.

"Indonesia harus bisa jaga hubungan dengan kedua negara supaya tidak babak belur akibat perselisihan ini," ungkap Mari.

Berita Lainnya
×
tekid