sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Demokrat: Kawan Trump cari untung dari kesepakatan nuklir Arab Saudi

Tom Barrack, miliarder yang berusia 72 tahun, dikenal sebagai teman baik Donald Trump.

Valerie Dante
Valerie Dante Selasa, 30 Jul 2019 16:20 WIB
Demokrat: Kawan Trump cari untung dari kesepakatan nuklir Arab Saudi

Laporan terbaru Komite Pengawasan DPR Amerika Serikat yang dirilis Senin (29/7) menyatakan bahwa Tom Barrack, miliarder yang merupakan teman dari Donald Trump, berupaya untuk mengambil keuntungan dari kesepakatan nuklir dengan Arab Saudi.

Komite itu menyatakan bahwa Barrack awalnya berencana untuk membeli Westinghouse Electric, satu-satunya produsen reaktor terbesar di AS. Selain itu, dia melobi Trump untuk menjadi utusan khusus untuk Timur Tengah dalam upaya mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Arab Saudi.

Walaupun Barrack gagal dalam kedua upayanya tersebut, laporan itu memberikan bukti tentang kemudahan yang dimiliki beberapa perusahaan dan pihak asing untuk mendapatkan akses ke Trump.

Data yang diperoleh komite yang dipimpin Partai Demokrat itu menimbulkan pertanyaan apakah Gedung Putih rela memprioritaskan keuntungan rekan-rekan Trump di atas keamanan nasional rakyat AS dan pencegahan penyebaran senjata nuklir.

Laporan itu merupakan temuan kedua dari penyelidikan komite terhadap rencana pemerintahan Trump untuk membangun 40 pembangkit listrik tenaga nuklir di Arab Saudi dan sejumlah wilayah Timur Tengah lainnya.

Rencana pembangunan tersebut didukung oleh mantan penasihat keamanan nasional Trump, Michael Flynn, Barrack, ketua komite pelantikan Trump serta sebuah konsorsium yang dipimpin oleh pensiunan komandan militer AS dan mantan pejabat Gedung Putih yang disebut Lembaga Kemitraan Pemerintah-Swasta (IP3).

Laporan tersebut menyusul sejumlah investigasi lainnya yang dilakukan Komite Pengawasan DPR terhadap pemerintahan Trump. Salah satunya termasuk penggunaan surel pribadi untuk urusan resmi yang diduga dilakukan oleh putri Trump, Ivanka dan suaminya, Jared Kushner.

Temuan Komite Pengawasan DPR itu sebagian besar didasarkan pada ribuan dokumen yang disediakan oleh sejumlah perusahaan swasta yang tidak diberitahu namanya.

Sponsored

Seorang juru bicara komite menyatakan bahwa Barrack telah bekerja sama dengan mereka dan menyediakan dokumen yang diminta. Sementara itu, Gedung Putih belum memberikan tanggapan.

Dokumen-dokumen yang diterima komite menunjukkan bahwa Barrack bernegosiasi dengan Trump dan pejabat Gedung Putih lainnya untuk menjadi utusan khusus untuk Timur Tengah. Langkah itu merupakan salah satu upayanya untuk mengambil keuntungan dari skema pembangunan reaktor nuklir yang dia dukung.

Laporan komite tersebut mengungkapkan, para pejabat IP3 berulang kali mendesak pemerintahan Trump untuk tidak meminta Arab Saudi berkomitmen pada "Standar Emas" dalam perjanjian nonproliferasi. 

Menurut hukum AS, setiap kesepakatan yang melibatkan transfer teknologi nuklir AS memerlukan "Standar Emas". Artinya, kesepakatan itu perlu disetujui oleh kongres, mendapat pemantauan internasional dan melarang pengayaan bahan bakar nuklir.

Sebelumnya pada Februari, komite menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa upaya untuk memajukan skema pembangunan reaktor nuklir sudah dimulai semenjak kampanye kepresidenan Trump pada 2016.

Laporan komite yang terbit pada Senin turut menyebutkan bahwa pejabat pemerintahan Trump kerap bertemu dengan IP3. Pertemuan antara kedua pihak terus berlangsung meskipun pengacara Gedung Putih pada Januari 2017 meminta mereka untuk menghentikan rencana itu karena ada kekhawatiran terkait konflik kepentingan. 

IP3 mengatakan laporan itu berisi kesalahpahaman Komite Pengawasan terkait pertukaran pengetahuan teknologi nuklir ke negara-negara asing. Menurut IP3, laporan tersebut mengandung teori konspirasi serta tuduhan yang tidak mencerminkan kenyataan.

Pengaruh Barrack 

Bukti berupa pertukaran SMS dan surel menunjukkan bahwa Barrack berusaha membentuk pendekatan Trump ke negara-negara Arab dengan memberikan draf pidato kampanye pilpres Trump kepada pengusaha asal Uni Emirat Arab, Rashid al-Malik.

Kemudian, Malik mengedarkan draf tersebut ke pejabat Arab Saudi dan Uni Emirat Arab lainnya. Setelahnya, Barrack menyampaikan saran dari Malik terkait pidato tersebut kepada Paul Manafort, konsultan politik yang memimpin kampanye kepresidenan Trump pada saat itu. 

The New York Times melaporkan pada Minggu (28/7) bahwa jaksa federal yang menyelidiki campur tangan pihak asing dalam kampanye kepresidenan Trump juga sedang mencermati pertukaran antara Barrack dan Malik.

Laporan Komite Pengawasan DPR menyatakan beberapa hari sebelum pelantikan Trump, Barrack mulai berkomunikasi dengan salah satu pendiri IP3, Robert MacFarlane.

Dalam sebuah surel untuk Barrack setelah pertemuan pada 23 Januari 2017, McFarlane mengatakan Trump pantas menyebut Barrack sebagai perwakilan pribadi untuk mempromosikan eksekusi skema pembangunan reaktor nuklir.

Sejumlah dokumen juga menunjukkan bahwa pada pertengahan 2017, Barrack dan IP3 membahas pembelian Westinghouse melalui kemitraan dengan Dana Investasi Publik Arab Saudi (PIF) yang dipimpin oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman atau akrab disapa MBS.

Upaya Barrack gagal karena Brookfield Asset Management membeli Westinghouse pada Januari 2018. Setelahnya, Barrack dilaporkan sempat bertanya kepada CEO Brookfield Bruce Flatt apakah dia bisa bergabung dalam perusahaannya.

Laporan itu juga mengutip serangkaian dokumen yang menunjukkan bagaimana IP3, Barrack, dan sejumlah pejabat pemerintah senior AS membahas skema pembangunan reaktor nuklir. Pembahasan itu termasuk pertemuan antara Trump dan Barrack pada 14 Maret 2017, hari yang sama ketika presiden bertemu dengan MBS di Washington. (Reuters dan Al Jazeera)

Berita Lainnya
×
tekid