sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Serangan bom menodai pemilu Pakistan, 31 orang tewas

Serangan bom terjadi di pinggiran Quetta, ibu kota provinsi Balochistan, Pakistan.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 25 Jul 2018 17:42 WIB
Serangan bom menodai pemilu Pakistan, 31 orang tewas

Serangan bom di tengah pemungutan suara di Pakistan menewaskan sedikitnya 31 orang dan melukai lebih dari 30 lainnya. Ledakan terjadi di pinggiran Quetta, ibu kota provinsi Balochistan.

Dilansir CNN, Rabu (25/7), ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. 

Di Khyber Pakhtunkhwa, satu orang terbunuh dan tiga lainnya terluka dalam sebuah baku tembak di luar tempat pemungutan suara antara pendukung Imran Khan (65) dan Partai Awami Nasional.

Khan mengutuk serangan di Quetta. Melalui Twitter ia mengungkapkan duka cita atas hilangnya nyawa orang-orang yang tidak berdosa. Selain itu, Khan juga menyatakan bahwa musuh Pakistan berusaha mengganggu proses demokrasi.

Pemilu Pakistan 2018 merupakan pertarungan ketat antara Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) yang dipimpin Khan dan Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N) besutan eks perdana menteri Nawaz Sharif yang kini mendekam di penjara atas tuduhan korupsi.

PML-N saat ini dipimpin oleh saudara Sharif yang juga mantan gubernur Punjab, Shehbaz Sharif (66). Shehbaz turut merespons serangan di tengah pemungutan suara ini.

Operasi keamanan secara besar-besaran telah diluncurkan usai beberapa serangan jelang pemilu Pakistan. Total pasukan keamanan yang diterjunkan untuk mengamankan pemungutan suara diperkirakan 800.000 personel. 

Sponsored

Jelang pemilu, Pakistan diguncang sejumlah serangan. Salah satunya, pada Senin (16/7), 150 orang tewas akibat bom bunuh diri di Balochistan yang menargetkan seorang politikus.

Pemilu Pakistan tidak hanya diwarnai dengan sejumlah serangan, namun juga tuduhan bahwa militer yang mendominasi kekuasaan di negara tetangga India tersebut secara diam-diam mendukung Khan. Selain itu, media independen juga mengeluhkan upaya untuk memberangus mereka.

Partisipasi kelompok militan pun dikabarkan telah menodai proses demokrasi yang tengah berlangsung.

Komisi HAM Pakistan (HRCP) menyatakan "keberatan serius tentang kekuatan luar biasa yang diberikan kepada pasukan keamanan." Mereka menyebut pemilu ini sebagai "yang paling kotor" dalam sejarah negara itu.

Militer telah memerintah Pakistan secara langsung atau tidak langsung di sepanjang sejarah negara itu. Hingga kini, mereka mempertahankan kontrol ketat atas bidang pertahanan dan kebijakan luar negeri.

Khan telah berulang kali membantah klaim bahwa dirinya disokong militer. Usai memberikan suaranya, mantan bintang kriket itu mengatakan, "Saya seorang olahragawan, saya tidak akan mendeklarasikan kemenangan hingga suara terakhir dipastikan."

Hampir 106 juta orang yang terdaftar akan memilih anggota Majelis Nasional dan Majelis Provinsi. Pakistan memiliki empat provinsi, yaitu, Sindh, Balochistan, Punjab, dan Khyber Pakhtunkhwa.

Kedekatan Khan dengan militer disebut-sebut akan membuka lebar jalan baginya untuk menduduki kursi perdana menteri. 

Beberapa analis, bagaimanapun, mengatakan bahwa Khan tidak memiliki pengalaman politik tingkat nasional untuk memberlakukan reformasi yang berarti. Khan pun akan terhambat oleh kurangnya sekutu setia di partainya dan pengaruh militer. Namun, pendukung Khan tetap optimis bahwa jika terpilih slogan membangun "Pakistan Baru" akan membuahkan hasil.

Seluruh mata akan tertuju pada penghitungan suara di Punjab, provinsi terbesar yang secara otomatis menjadi kunci bagi pembentukan pemerintahan baru Pakistan.

Siapa pun yang kelak membentuk pemerintahan berikutnya di Pakistan, sebuah republik Islam dengan 207 juta orang, harus menghadapi krisis utang besar-besaran. Kekuatan nuklir itu juga menghadapi ketidakpastian atas hubungannya dengan Amerika Serikat (AS), yang telah memotong bantuan militer karena dugaan dukungan Islamabad untuk Taliban di negara tetangga Afghanistan.

Hubungan Pakistan dan China yang telah membiayai proyek-proyek infrastruktur bernilai miliaran dolar di negara Asia Selatan itu juga telah memicu konflik tersendiri dengan AS.

Berita Lainnya
×
tekid