Menlu RI: Perlu negosiasi untuk selesaikan isu Israel-Palestina
Menlu Retno menuturkan, jika isu mendasar tak diselesaikan, situasi serupa yang melibatkan pertempuran akan terulang lagi.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan, setelah gencatan senjata antara Israel dan Palestina dilakukan, perlu dilakukan negosiasi untuk menyelesaikan isu mendasar.
"Harus diberikan tekanan agar negosiasi segera dilakukan demi menyelesaikan isu mendasarnya," tutur Menlu Retno dalam pengarahan media secara virtual pada Jumat (21/5).
Berbicara dari New York, Amerika Serikat, Menlu Retno menuturkan, jika isu mendasar tidak diselesaikan, situasi serupa yang melibatkan pertempuran antara kedua pihak akan terulang lagi.
Pernyataan tersebut juga disampaikan oleh Menlu Retno dalam pertemuan dengan para menteri luar negeri dan Presiden Majelis Umum PBB pada Kamis (20/5).
"Semua menlu menekankan pentingnya tekanan diberikan agar negosiasi dapat segera dilakukan demi menyelesaikan isu mendasar, yaitu pengakhiran pendudukan (Israel atas Palestina)," sambungnya.
Setelah pertemuan tersebut, sore hari waktu New York, telah diumumkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang mulai berlaku sejak Jumat, 21 Mei pukul 02.00 waktu Palestina atau Israel.
Sebelumnya, Menlu Retno menghadiri sesi General Assembly Joint Debate di PBB di mana dia menyampaikan tiga langkah yang dapat dilakukan demi meredakan ketegangan di Israel-Palestina.
Pertama, Majelis Umum PBB didorong untuk menuntut gencatan senjata yang secepatnya, tahan lama, dan dihormati sepenuhnya oleh seluruh pihak yang terlibat.
Kedua, PBB perlu memastikan akses kemanusiaan dan perlindungan bagi warga sipil. Ketiga, Menlu Retno mendorong PBB untuk mengupayakan negosiasi multilateral yang kredibel.
"Negosiasi yang kredibel penting untuk memajukan perdamaian yang adil dan komprehensif, berdasarkan 'solusi dua negara', sejalan dengan parameter yang disepakati secara internasional," sebut Retno. "Majelis Umum PBB memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk memastikan berlangsungnya negosiasi perdamaian."