Netanyahu janji caplok wilayah di Tepi Barat jika menang pemilu
Pemungutan suara pemilu Israel akan berlangsung pada 17 Oktober.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (10/9) mengumumkan niatnya untuk menganeksasi Lembah Yordania, sebuah wilayah di Tepi Barat yang diduduki, jika dia memenangi pemilu.
"Hari ini saya umumkan niat saya, setelah pembentukan pemerintahan baru, untuk menerapkan kedaulatan Israel ke Lembah Yordania dan Laut Mati bagian utara," kata Netanyahu dalam pidato yang disiarkan langsung di saluran TV Israel.
Netanyahu menyebut daerah itu sebagai perbatasan timur Israel. Aneksasi, disebutnya, dapat dilakukan segera setelah dirinya mendapat mandat.
Merespons pernyataan tersebut, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menuturkan bahwa semua perjanjian yang ditandatangani dengan Israel dan kewajiban yang dihasilkannya akan berakhir jika Netanyahu nekat mengambil langkah itu.
Hanan Ashrawi, seorang pejabat senior di Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) melalui Twitter mengatakan bahwa Netanyahu memaksakan pembesaran Israel di seluruh Palestina yang bersejarah dan (melaksanakan) agenda pembersihan etnis.
Netanyahu’s cheap pandering to his extremist racist base exposes his real political agenda of superimposing “greater Israel” on all of historical Palestine & carrying out an ethnic cleansing agenda. All bets are off! Dangerous aggression. Perpetual conflict. — Hanan Ashrawi (@DrHananAshrawi) 10 September 2019
Israel merebut Tepi Barat dalam perang 1967 dan Palestina, yang menandatangani perjanjian perdamaian sementara dengan Israel pada 1990-an yang mencakup kerja sama keamanan, berkeinginan menjadikan wilayah itu bagian dari negara masa depannya.
Menurut kelompok pemantau HAM Israel, B'Tselem, sekitar 65.000 warga Palestina dan 11.000 pemukim Israel tinggah di Lembah Yordania dan wilayah Laut Mati bagian utara.
Para menteri luar negeri Liga Arab segera mengecam rencana Netanyahu. Mereka menekankan bahwa itu akan merusak peluang kemajuan menuju perdamaian Israel-Palestina. Arab Saudi, pada Rabu (11/9), melabeli rencana PM Netanyahu sebagai eskalasi yang sangat berbahaya yang perlu ditolak oleh seluruh negara dan organisasi internasional.
Arab Saudi menyerukan pertemuan darurat tingkat menteri luar negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk membahas isu ini.
"Arab Saudi mengutuk dan dengan tegas menentang pengumuman PM Israel bahwa jika dia terpilih kembali dia akan segera mencaplok bagian dari Tepi Barat yang diduduki pada 1967," sebut pernyataan Kerajaan Arab Saudi. "Kerajaan juga menyoroti bahwa pengumuman itu merupakan eskalasi yang sangat berbahaya terhadap rakyat Palestina dan merupakan pelanggaran mencolok Piagam PBB, prinsip-prinsip hukum internasional dan norma-norma negara."
"Pengumuman ini juga akan merusak dan menyingkirkan segala upaya untuk mencapai perdamaian yang adil dan abadi karena tidak ada perdamaian tanpa mengembalikan wilayah Palestina yang diduduki, dengan rakyat Palestina menikmati hak-hak mereka sepenuhnya."
Dalam pernyataan yang sama Arab Saudi menekankan, "Kesibukan dunia Arab dan islam dengan banyak krisis lokal dan regional tidak akan memengaruhi sikap negara dan pemerintahan Arab dan Islam terhadap perjuangan Palestina."
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menegaskan bahwa pesan Netanyahu ilegal, melanggar hukum dan agresif serta bagian dari pernyataan rasialis.
The election promise of Netanyahu, who is giving all kind of illegal, unlawful and aggressive messages before the election, is a racist apartheid state. Will defend rights and interests of our Palestinian brothers&sisters till the end. — Mevlüt Çavuşoğlu (@MevlutCavusoglu) 10 September 2019
PBB telah memperingatkan Netanyahu bahwa setiap keputusan untuk memberlakukan hukum, yurisdiksi dan pemerintahannya di Tepi Barat yang diduduki adalah tanpa efek hukum internasional.
Hukum internasional memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah penduduk serta menganggap seluruh kegiatan pembangunan pemukiman Yahudi di sana ilegal.
Tidak sampai di situ saja, Netanyahu juga menegaskan kembali janji untuk mencaplok seluruh pemukiman yang telah didirikan Israel di Tepi Barat. Namun, dia menyatakan bahwa langkah yang lebih luas dapat memakan waktu lebih lama dan membutuhkan koordinasi maksimal dengan Amerika Serikat, sekutu dekat Tel Aviv.
"Karena menghormati Presiden Trump dan sangat percaya pada persahabatan kami, saya akan menunggu penerapan kedaulatan sampai rencana politik presiden dirilis," kata Netanyahu merujuk pada cetak biru pemerintahan Trump bagi perdamaian Israel-Palestina.
Sementara itu, di Washington, ketika ditanya apakah Gedung Putih mendukung rencana Netanyahu, seorang pejabat pemerintahan Trump mengatakan, "Tidak ada perubahan dalam kebijakan AS saat ini. Kami akan merilis rencana kami bagi perdamaian setelah pemilu Israel (17 Oktober) dan bekerja untuk menentukan jalan terbaik ke depan untuk menghadirkan keamanan, peluang dan stabilitas yang telah lama dicari."
Penasihat senior Gedung Putih yang juga menantu Trump, Jared Kushner, pada awal Mei menuturkan bahwa dia berharap Israel akan mencermati proposal perdamaian Timur Tengah sebelum melanjutkan rencana apapun untuk mencaplok pemukiman di Tepi Barat.
Pembicaraan damai Israel-Palestina runtuh pada 2014 dan Palestina menentang proposal perdamaian Trump, menyebutnya telah mati bahkan sebelum dirilis. Menurut Palestina, pemerintahan Trump pro-Israel.
Maret lalu, tepat sebelum pemilu Israel, Trump mengakui pencaplokan Dataran Tinggi Golan, wilayah yang direbut Israel dari Suriah dalam konflik 1967. (Reuters, Arab News dan Anadolu)