sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Protes ricuh, polisi Hong Kong gunakan gas air mata

Penolakan atas RUU ekstradisi memicu demonstrasi politik terbesar di Hong Kong sejak kota itu dikembalikan ke China oleh Inggris pada 1997.

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 12 Jun 2019 18:42 WIB
Protes ricuh, polisi Hong Kong gunakan gas air mata

Polisi Hong Kong menembakkan peluru karet dan gas air mata dalam upaya memukul mundur para pengunjuk rasa yang berdemonstrasi pada Rabu (12/6). Ribuan pengunjuk rasa menggelar aksi protes atas RUU yang memungkinkan ekstradisi ke China.

Sebelum kericuhan terjadi, para demonstran berkumpul dengan damai di luar Dewan Legislatif (LegCo). Namun, situasi berubah menjadi rusuh setelah sejumlah demonstran melemparkan proyektil seperti batang logam dan botol plastik ke arah polisi anti huru hara.

"Kami tidak akan segan menggunakan kekuatan," ujar sejumlah polisi yang berusaha memperingatkan para demonstran.

Sejumlah ambulans terlihat menuju ke lokasi kerusuhan ketika kerumunan panik, banyak orang yang berusaha melarikan diri dari gas air mata yang menyengat.

"Para pengunjuk rasa harus menghentikan kerusuhan ini," ujar Kepala Polisi Stephen Lo.

Stephen memperingatkan warga sekitar untuk menjauh dari lokasi kerusuhan. Dia mengonfirmasi polisi menggunakan peluru karet untuk membubarkan massa.

Ribuan demonstran, yang kebanyakan adalah anak muda berpakaian serba hitam, berusaha mendirikan barikade untuk memblokir akses ke gedung-gedung pemerintah dalam adegan yang menyerupai protes pro-demokrasi pada 2014.

Demonstrasi berlangsung di sekitar Jalan Lung Wo, jalan utama di dekat kantor Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. Para demonstran mendesak agar Lam mengundurkan diri.

Sponsored

"Bukankah pada akhir gerakan Payung kami mengatakan bahwa kami akan kembali? Sekarang kami telah kembali," kata anggota parlemen pro-demokrasi, Claudia Mo, merujuk pada nama yang sering digunakan untuk menyebut protes pada 2014.

Penolakan atas RUU kontroversial itu memicu demonstrasi politik terbesar di Hong Kong sejak kota itu dikembalikan ke China oleh Inggris pada 1997. Pada saat itu, Hong Kong diserahkan di bahwa kesepakatan "satu negara, dua sistem" yang menjamin otonomi khusus atas kota tersebut.

Namun, banyak yang mengklaim China melanggar kesepakatan itu dan tetap mencampuri urusan Hong Kong. China dituduh menghalangi reformasi demokratis Hong Kong dan campur tangan dalam pemilu lokal.

Lam telah bersumpah akan meloloskan RUU tersebut meskipun sejumlah pemimpin bisnis menilai hal itu dapat merusak kebebasan dan kepercayaan investor.

LegCo pro-Beijing mengeluarkan pernyataan pada Rabu, mengatakan bahwa pertemuan yang direncanakan berlangsung pada pukul 11.00 waktu setempat telah ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut.

"Kami tidak akan pergi sampai mereka menghapus RUU itu," kata seorang demonstran mengenakan pakaian serba hitam. "Carrie Lam telah meremehkan kami. Kami tidak akan membiarkannya lolos begitu saja."

China menegaskan kembali dukungannya agar LegCo meloloskan RUU ekstradisi tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengkritik aksi protes anti-RUU itu.

Ditanya terkait desas-desus China akan mengirimkan pasukan keamanan ke Hong Kong, Geng menegaskan bahwa itu adalah berita palsu.

Keraguan atas kepemimpinan Lam

Para pengunjuk rasa menentang seruan polisi untuk mundur. Mereka mengedarkan "persediaan" berupa pasokan medis, pelindung mata, air minum, dan makanan kepada sesama demonstran.

Wakil Pemimpin Eksekutif Matthew Cheung mendesak para pemrotes untuk berhenti memblokir jalan dan meminta mereka untuk tenang.

"Kami juga menyerukan kepada massa untuk segera membubarkan diri dan tidak mencoba menentang hukum," ujarnya.

Demonstrasi itu bertempat tidak jauh dari pusat keuangan Hong Kong, tempat gedung pencakar langit menampung kantor-kantor perusahaan global, termasuk HSBC.

Standard Chartered, Bank of East Asia, dan HSBC menangguhkan operasional di beberapa cabang mereka di wilayah tersebut.

Tidak hanya ditentang warga Hong Kong, RUU ekstradisi juga menuai kecaman dari dalam dan luar negeri. Lam berusaha menenangkan keprihatinan publik dan mengatakan pemerintahannya menciptakan amendemen tambahan dalam RUU tersebut, termasuk perihal perlindungan hak asasi manusia.

Sebelumnya, protes yang sama juga pecah pada Minggu (10/6) dan dilaporkan diikuti lebih dari satu juta orang. 

Kecaman keras dari warga Hong Kong dan dunia dapat menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan Lam untuk memerintah secara efektif.

Di bawah RUU ekstradisi, penduduk Hong Kong, warga negara asing, atau warga China yang menetap atau bepergian ke kota itu dapat terancam diekstradisi jika mereka dicari oleh otoritas China.

Sejumlah kelompok HAM menentang RUU itu, mengklaim bahwa pengadilan China, yang dikendalikan Partai Komunis, menggunakan penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, serta kerap mempersulit akses mendapat pengacara.

China telah membantah tuduhan bahwa mereka menginjak-injak HAM.

Berita Lainnya
×
tekid