sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Vietnam berpotensi jadi target baru tarif Trump

Trump mengisyaratkan bahwa dia kemungkinan akan mengenakan tarif pada produk dari Vietnam.

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 28 Jun 2019 12:14 WIB
Vietnam berpotensi jadi target baru tarif Trump

Dalam sebuah wawancara pada Rabu (26/6), Donald Trump mengisyaratkan bahwa dia kemungkinan akan mengenakan tarif pada Vietnam, negara yang telah diuntungkan dari sengketa perdagangan AS-China.

"Banyak perusahaan pindah ke Vietnam, tetapi negara itu mengambil keuntungan dari AS bahkan lebih buruk daripada China," kata Trump.

Ketika ditanya apakah dia berencana untuk mengenakan tarif dalam waktu dekat, Trump mengatakan hingga kini AS masih berdiskusi dengan Vietnam.

Pada Mei, Kementerian Keuangan AS mencantumkan Vietnam ke dalam daftar pengawasan atas dugaan tindakan terkait manipulasi mata uang.

Vietnam mendapat manfaat dari lonjakan ekspor dan investasi asing karena sejumlah pelaku bisnis berupaya mengurangi operasi atau pindah dari China untuk menghindari tarif AS yang tinggi.

Negara itu membantah klaim yang menyatakan bahwa eskportir China mengirim barang-barang mereka ke AS melalui Vietnam dan memasang label palsu pada produk mereka untuk menghindari tarif.

Vietnam telah mengambil langkah untuk meredakan amarah AS. Pada awal Juni, Vietnam menyatakan akan menjatuhkan sanksi keras pada barang-barang dari China yang ditransfer ke negara itu dan secara ilegal diberi label ulang "buatan Vietnam" untuk diekspor ke AS.

Pengawasan dari pemerintahan Trump dapat merugikan Vietnam yang ekonominya bergantung pada perdagangan. Surplus perdagangan Vietnam-AS melampaui US$20 miliar sejak 2014 dan mencapai US$39,5 miliar pada 2018.

Sponsored

Perselisihan dagang dengan India

Permasalahan tarif tidak berhenti di situ. Pada Kamis (27/6), Trump mengeluhkan tarif baru India atas produk-produk AS dan menuntut agar itu dicabut.

Washington sebelumnya memutuskan untuk mencabut hak perdagangan di bawah Sistem Preferensi Umum (GSP) untuk India pada Maret 2019. GSP merupakan skema yang memungkinkan sejumlah barang masuk ke AS tanpa bea. 

Akibatnya, ekspor India senilai US$5,6 miliar, yang sebelumnya bebas bea di AS, akan terkena tarif sejak negara itu kehilangan perlakuan istimewa di bawah GSP.

Pada awal Juni, India menanggapi langkah AS dengan menerapkan tarif atas 28 produk asal Negeri Paman Sam.

Di sela-sela KTT G20, India melakukan pertemuan trilateral dengan Jepang dan Amerika Serikat. Melalui twitnya, PM Modi menyatakan bahwa pertemuan berjalan dengan produktif.

"Kami melakukan diskusi ekstensif terkait kawasan Indo-Pasifik, meningkatkan konektivitas, dan pengembangan infrastruktur. Saya sangat berterimakasih Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Trump dapat berbagi pandangan," tulisnya.

Setelah itu, PM Modi dan Trump melanjutkan pertemuan bilateral yang membahas mengenai teknologi, peningkatan hubungan pertahanan dan keamanan serta masalah perdagangan.

"India berkomitmen untuk memperdalam hubungan ekonomi dan budaya dengan AS," twit Modi.

Dalam sambutannya, Trump menyatakan bahwa hubungan India-AS belum pernah lebih dekat seperti sekarang.

Keluhan Trump pada Kamis bertentangan dengan pernyataan bersama yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Rabu (26/6).

Kedua menlu menyatakan bahkan teman dekat pun dapat memiliki perbedaan. Pernyataan itu dinilai sebagai upaya untuk meredakan ketegangan antara kedua negara.

Perdagangan bilateral AS-India bernilai US$142 milar pada 2018, meningkat tujuh kali lipat sejak 2001.

Ketegangan perdagangan telah meningkat antara kedua negara. Pada 2018, India membalas kenaikan tarif AS atas aluminium dan baja dengan menaikkan bea impor atas sejumlah barang dari Washington.

Trump juga mengancam akan menjatuhkan sanksi jika India membeli minyak dari Iran dan melanjutkan rencana untuk membeli rudal anti-pesawat S-400 milik Rusia. (Bussiness Insider, Bloomberg, dan BBC)

Berita Lainnya
×
tekid