close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi bermain piano. /Foto Pixabay
icon caption
Ilustrasi bermain piano. /Foto Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 13 Agustus 2025 15:00

Otak kita menyusut di usia 40, ini cara seru untuk mencegahnya

Riset menunjukkan otak kehilangan sekitar 5% volumenya setiap dekade setelah usia 40 tahun.
swipe

Tak peduli seberapa giat kita mencoba, sebagian besar efek penuaan akan tetap mustahil dihindari. Penglihatan memudar, keriput semakin dalam, dan nyeri sendi terasa nyaris tak terelakkan. Tetapi, penurunan fungsi kognitif ternyata bisa direduksi. 

Riset menunjukkan otak kehilangan sekitar 5% volumenya setiap dekade setelah usia 40 tahun. Namun, temuan ilmiah juga mengisyaratkan bahwa mempelajari keterampilan baru—misalnya belajar memainkan alat musik—dapat membantu mempertahankan fungsi otak hingga usia senja.

Penyusutan bertahap jaringan otak—disebut brain atrophy—bisa mulai terjadi sejak usia 30-an. Ketika itu terjadi, penyusutan biasanya memengaruhi area penting seperti korteks prefrontal (bertugas memecahkan masalah dan beradaptasi) dan hipokampus (mengatur memori dan navigasi ruang).

“Kalau kamu mulai kesulitan mengingat detail obrolan atau sering lupa di mana meletakkan kunci, itu bukan sekadar hal sepele—itu mencerminkan perubahan nyata pada konektivitas saraf,” jelas pakar kognitif Maya Shankar seperti dikutip dari National Geographic, Rabu (13/8). 

Penyusutan otak umumnya dipicu oleh hilangnya neuron dan sinaps (persimpangan khusus antar-neuron), serta berkurangnya plastisitas otak—kemampuan otak beradaptasi dan berorganisasi ulang. 

Faktor lain adalah penurunan produksi dan efisiensi neurotransmiter seperti dopamin, serotonin, dan asetilkolin (penting untuk memori dan gerak otot). Saat neurotransmiter itu menurun, ketajaman mental pun ikut berkurang.

Selain itu, materi abu-abu (gray matter) dan materi putih (white matter) juga berkurang seiring usia. Kedua jaringan saraf ini melindungi dan mendukung koneksi otak. Kerusakannya bisa menimbulkan gejala dengan tingkat keparahan yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan gaya hidup. 

Jika kehilangan memori terjadi lebih parah, bisa jadi itu tanda awal penurunan kognitif atau demensia. “Obat” yang disepakati ilmuwan untuk melawan penurunan kognitif adalah neuroplastisitas—kemampuan otak untuk membentuk ulang jalur-jalurnya seumur hidup sebagai respons terhadap pengalaman baru.

“Ketika kita belajar sesuatu yang baru, kita benar-benar membangun neuron dan jalur baru,” kata Shankar. Ia mengibaratkannya seperti menemukan rute alternatif ke kantor saat jalur biasa ditutup.

Neuroplastisitas ini menjadi fondasi cognitive reserve—kemampuan otak mengimbangi kerusakan atau perubahan akibat penuaan. Cara efektif membangun cognitive reserve adalah dengan mempelajari keterampilan baru yang menuntut kognisi tinggi, seperti olahraga baru, melukis, memasak, menulis, coding, menari, atau belajar bahasa baru.

Aktivitas ini meningkatkan kesehatan materi putih, mendukung aktivitas neurotransmiter, dan memperkuat komunikasi antara belahan otak melalui corpus callosum—jalur materi putih terbesar di otak. Corpus callosum itu ibarat jembatan yang memungkinkan koordinasi antara otak kanan dan kiri. 

"Banyak keterampilan bisa merangsang otak, tapi belajar alat musik mungkin memberikan manfaat otak terbesar. Bermain musik meningkatkan fungsi eksekutif dan memori kerja dengan melibatkan hampir semua wilayah otak sekaligus memperkuat komunikasi antarbagian otak," kata Shankar. 

Bermain musik memerlukan koordinasi kedua tangan dan mengaktifkan berbagai struktur otak secara bersamaan, termasuk yang mengatur pendengaran, membaca not, dan mengoordinasikan gerakan tangan serta jari.

Ilustrasi otak./Foto Pixabay.com

Bukti-bukti ilmiah 

Daniel Gustavson, psikolog kognitif dari University of Colorado Boulder sepakat belajar alat musik baru ialah cara terbaik untuk merawat penuaan pada otak. “Belajar alat musik adalah latihan penuh untuk otak. Itu membuatnya jadi alat yang ampuh untuk membangun cognitive reserve," kata dia. 

Bukti ilmiahnya cukup kuat. Studi Frontiers in Aging Neuroscience tahun 2022, misalnya, menemukan bahwa warga lanjut usia yang belajar piano selama enam bulan menunjukkan peningkatan konektivitas struktural di area otak yang terkait memori dan bahasa.

Studi lain menunjukkan belajar musik di usia lanjut juga bisa meningkatkan memori, fungsi eksekutif, bahkan volume otak. Dalam satu penelitian, lansia tanpa pengalaman musik sebelumnya mampu meningkatkan memori verbal hanya dalam tiga bulan setelah belajar keyboard harmonica—alat musik tiup berukuran kecil.

Jika mau memanfaatkan musik untuk melindungi otak, pilihan alat musik terbilang penting. Piano, gitar, dan drum sering direkomendasikan karena menuntut koordinasi dua tangan. Namun, harus dipastikan bahwa alat musik yang dipilih tak terlalu sulit tetapi tetap menantang kemampuan otak kita. 

Menurut Gustavson, hampir semua instrumen bisa efektif selama membutuhkan usaha berkelanjutan. “Ikuti hati kamu karena alat terbaik adalah yang akan terus kamu mainkan,” kata dia. 

Kalau ragu ikut les formal, Gustavson menyarankan banyak opsi lain seperti belajar via aplikasi, tutorial YouTube, atau kelas kelompok untuk dewasa. “Aspek sosial dari belajar musik sama kuatnya dengan aspek kognitif. Itu meningkatkan mood, membuat kita lebih konsisten, dan menambah unsur kesenangan,” imbuh dia. 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan