close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi suntik insulin. /Foto Unsplash
icon caption
Ilustrasi suntik insulin. /Foto Unsplash
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 09 September 2025 15:05

Diabetes tipe 1,5: Sama berbahaya, tapi sering salah diagnosis

LADA atau diabetes tipe 1.5 sering salah didiagnosis sebagai tipe 2. Kenali gejala, tes antibodi, dan cara penanganannya agar tetap sehat.
swipe

Kebanyakan orang mungkin hanya mengenal dua jenis diabetes: tipe 1 dan tipe 2. Mengetahui mana yang diderita jelas penting karena cara penanganannya berbeda. Namun, ada satu varian lain yang sering terlewat: latent autoimmune diabetes in adults (LADA) atau yang kerap disebut juga sebagai diabetes tipe 1.5.

LADA kerap dikira diabetes tipe 2 karena muncul perlahan di usia dewasa. Padahal, mekanismenya mirip dengan diabetes tipe 1: penyakit autoimun yang menyerang sel-sel penghasil insulin di pankreas. 

Bedanya, proses ini berjalan lambat, sehingga gejalanya samar dan kerap salah didiagnosis. Akibatnya, banyak pasien terlambat mendapat terapi insulin yang semestinya, dan ini bisa berujung pada komplikasi serius.

“Ini mekanismenya sama dengan tipe 1, tapi prosesnya lebih lambat.  Antibodi menyerang sel pankreas yang memproduksi insulin, tetapi kerusakannya terjadi bertahun-tahun,” jelas Alexander Turchin, endokrinolog di Mass General Brigham, seperti dikutip dari National Geographic, Selasa (9/9). 

Semua jenis diabetes berada dalam payung diabetes melitus, penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Pada tipe 1, tubuh sama sekali tidak bisa memproduksi insulin akibat sistem imun menghancurkan sel penghasil insulin. 

Tipe 2 biasanya muncul karena tubuh tidak peka terhadap insulin (resistensi insulin), sering dipengaruhi gaya hidup, meski faktor genetik juga ikut berperan.

LADA muncul dengan cara yang sama seperti tipe 1, tapi lebih pelan. Jika pada diabetes tipe 1 gejala muncul dalam hitungan minggu, pada LADA proses ini berlangsung tahunan. Antibodi tetap menyerang sel-sel pankreas, hanya saja lebih lambat. Hasilnya, kadar insulin turun perlahan dan gula darah naik sedikit demi sedikit.

LADA memang jarang—hanya sekitar 2-12% dari kasus diabetes dewasa. Tapi, justru karena jarang inilah ia sering terlewat.

Kenapa sering salah diagnosis?

Gejala LADA mirip dengan tipe 1 dan tipe 2: haus berlebih, sering buang air kecil, berat badan turun cepat, luka yang tak kunjung sembuh. Karena kemunculannya di usia dewasa, banyak dokter keliru mengira pasien mengalami diabetes tipe 2. 

“Misdiagnosis adalah masalah besar dalam LADA,” ujar Schafer Boeder, endokrinolog dari UC San Diego Health. Menurutnya, sekitar 5–10 persen kasus LADA awalnya salah diduga sebagai diabetes tipe 2.

Kesalahpahaman ini juga muncul karena banyak tenaga medis masih menganggap diabetes autoimun hanya menyerang anak-anak atau remaja. Akibatnya, orang dewasa yang mengalami LADA sering diberi terapi ala diabetes tipe 2—mulai dari perubahan gaya hidup, olahraga, hingga obat oral—padahal tubuh mereka justru butuh insulin lebih cepat.

“Pasien sudah berusaha mengikuti saran dokter: diet, olahraga, minum obat. Tapi hasilnya tidak ada. Gula darah malah makin naik. Nah, di titik itu LADA mulai membedakan dirinya dari tipe 2,” tambah Boeder.

Di sinilah perbedaan LADA mulai terlihat. Mereka butuh insulin lebih cepat daripada pasien tipe 2. Jika telat, risiko komplikasi seperti diabetic ketoacidosis bisa muncul, kondisi gawat darurat yang bisa berujung kematian.

Ilustrasi cek diabetes. /Foto: Pixabay

Bagaimana memastikan diagnosis?

Mendiagnosis LADA tidak mudah, baik bagi pasien maupun dokter. Salah satunya karena banyak klinik tidak terbiasa memeriksa lima antibodi spesifik (GAD, ICA, IAA, IA2, dan ZnT8). Padahal, pemeriksaan antibodi inilah yang bisa memastikan LADA, bukan hanya tes gula darah atau HbA1c.

Jika seseorang didiagnosis diabetes tipe 2 tapi tidak merespons terapi, penting untuk meminta dokter melakukan pemeriksaan antibodi ini. Kesadaran pasien sangat membantu agar diagnosis tidak terlambat.

Kabar baiknya, begitu terdiagnosis dengan tepat, LADA bisa ditangani dengan efektif. Pasien biasanya menggunakan insulin, baik lewat pena maupun pompa, dipadukan dengan teknologi pemantauan gula darah. 

“Dengan kontrol yang baik, penderita LADA bisa hidup panjang dan sehat, sama seperti orang tanpa diabetes,” kata Boeder.


 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan