sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

IESR: Fenomena krisis iklim sudah terlihat nyata

Fenomena krisis iklim terjadi juga di belahan bumi lain pada pertengahan tahun ini, seperti gelombang panas di India dan Pakistan.

Alfaridzi Putra Dwi
Alfaridzi Putra Dwi Rabu, 09 Nov 2022 22:46 WIB
 IESR: Fenomena krisis iklim sudah terlihat nyata

Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang, fenomena krisis iklim sudah terlihat nyata di mana Indonesia yang seharusnya musim kemarau tetapi malah hujan dan begitu sebaliknya.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mengatakan, fenomena krisis iklim terjadi juga di belahan bumi lain pada pertengahan tahun ini, seperti gelombang panas di India dan Pakistan, kemudian Eropa dan Amerika Serikat.

“Pakistan mengalami hujan deras yang menyebabkan sepertiga dari negara itu terendam banjir selama berminggu-minggu dan dampaknya sangat luar biasa,” Ujar Fabby dalam rilis diskusi virtual pada Rabu (9/11).

Berbagai fenomena itu adalah sekelumit dari manifestasi krisis iklim yang dihadapi oleh manusia. Kondisi itu disebabkan karena kenaikan temperatur global yang baru mencapai 1,1 derajat.

Bila negara-negara di seluruh dunia tidak melakukan upaya serius untuk mengatasi masalah itu, maka temperatur planet bumi akan naik jauh lebih tinggi.

"Kabar yang baik adalah negara-negara sudah mulai memahami konsekuensi dari krisis iklim. Oleh karena itu di COP26 yang lalu, sebelum COP26 dan setelah COP26, banyak negara yang menyampaikan aksi target penurunan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi, termasuk Indonesia yang baru saja meluncurkan NDC," kata Fabby.

Pada September 2022, Pemerintah Indonesia telah menyerahkan enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) dengan meningkatkan pengurangan emisi dari sebelumnya 29% menjadi 31,89% dengan bantuan sendiri dan dari 41% menjadi 43,20% dengan dukungan internasional.

"Kalau dilihat walaupun ada kenaikan komitmen atau mungkin lebih kepada janji untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi, saat ini kita masih mengarah kepada kalau seluruh target NDC yang ada itu tercapai kita masih mengarah pada target 2,5 derajat kenaikan temperatur," terangnya.

Sponsored

Angka itu jauh di atas apa yang disampaikan para ahli sebagai batas. Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang yang terakhir menyampaikan kenaikan temperatur global harus dibatasi maksimal 1,5 derajat celsius. 

Apabila penurunan tingkat kenaikan suhu di bawah 2 derajat, maka konsekuensi dan risikonya masih jauh lebih tinggi dan dampak kerugian sosial dan ekonomi dari krisis iklim itu akan jauh lebih besar.

"Oleh karena itu, setiap negara diminta untuk memangkas emisi gas rumah kaca," ucap Fabby. 

Lebih lanjut ia mengatakan negara-negara yang tergabung di dalam G20 bertanggung jawab terhadap terhadap 85% emisi gas rumah kaca dunia, sehingga mereka harus mengambil peran yang lebih besar dalam memangkas emisi gas rumah kaca secara drastis.

Berita Lainnya
×
tekid