close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi karnaval di Surakarta./Foto  Dedy_Timbul/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi karnaval di Surakarta./Foto Dedy_Timbul/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 08 Mei 2025 06:07

Kenapa Indonesia bisa jadi negara paling sejahtera?

Penelitian dari Universitas Harvard di Nature Mental Health menempatkan Indonesia di posisi teratas paling sejahtera.
swipe

Dalam World Happinees Report 2025, yang dirilis Maret lalu, negara paling bahagia di dunia masih ditempati negara-negara Nordik—yang berada di Eropa Timur dan Atlantik Utara—seperti Finlandia, Denmark, Islandia, dan Swedia.

Namun, dalam penelitian yang dipimpin para peneliti dari Universitas Harvard dan Universitas Baylor, yang melibatkan peneliti dari 21 institusi, termasuk universitas di Amerika Serikat, Jerman, Polandia, Spanyol, Kanada, Inggris, serta firma jajak pendapat Gallup, terbit di jurnal Nature Mental Health (2025) berjudul “The Global Flourishing Study: Study Profile and Initial Results on Flourishing” ditemukan hal yang cukup mengejutkan terkait negara paling sejahtera.

Menurut para peneliti utama, yakni Byron Johnson, Tyler J. VanderWeele, dan Brendan Case dalam tulisan mereka di New York Times, riset mereka berdasarkan data dari tahun pertama Global Flourishing Study—sebuah proyek lima tahun yang mengajukan lebih dari 100 pertanyaan kepada lebih dari 200.000 orang di 22 negara. Diluncurkan pada 2021, studi tersebut mewakili sekitar 64% populasi dunia.

Dikutip dari situs The Harvard Gazette, data penelitian Global Flourishing Study memungkinkan perbandingan antarnegara. Responden ditanyakan pertanyaan tentang tujuh variabel yang secara bersama-sama mendefinisikan kesejahteraan, seperti kesehatan, kebahagiaan, makna, karakter, hubungan, keamanan finansial, dan spiritual.

Studi itu juga mengumpulkan data demografi, seperti usia, jenis kelamin, status pernikahan dan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, kehadiran di acara keagamaan, dan informasi tentang riwayat pribadi, terutama masa kanak-kanak, termasuk keadaan keuangan keluarga dan paparan terhadap pelecehan.

Dengan menggabungkan jawaban dari berbagai domain kesejahteraan, mereka menghitung skor kesejahteraan komposit untuk setiap negara. Temuan mereka menghadirkan gambaran kesejahteraan global yang berbeda.

“Seperti yang diharapkan, Swedia misalnya, memiliki skor tinggi untuk evaluasi kehidupan, hanya di belakang Israel, yang juga sering unggul dalam World Happiness Report,” tulis Johnson, VanderWeele, dan Case di New York Times.

“Namun, ketika kami memperluas parameter, gambaran berubah. Swedia hanya berada di peringkat ke-13 dalam skor kesejahteraan komposit, hampir sama dengan Amerikat Serikat, dan jauh lebih rendah dari Indonesia, Filipina, bahkan Nigeria, yang produk domestik bruto (PDB) per kapitanya pada 2023 hanya kurang 2% dari Amerika.”

Peringkat tanpa indikator keuangan menempatkan Indonesia di posisi teratas, dengan skor 8,3. Diikuti Israel dengan skor 7,87, Filipina 7,71, Meksiko 7,64, dan Polandia 7,55. Jepang menjadi negara yang warganya paling tidak sejahtera, dengan skor 5,89. Disusul Turki 6,32, Inggris 6,79, India 6,87, dan Spanyol 6,9.

Meski Indonesia bukan negara terkaya, tetapi punya peringkat tinggi dalam ukuran hubungan dan sifat karakter pro-sosial, yang mendorong hubungan sosial dan komunitas. Menurut Brendan Case di The Harvard Gazette, walau Jepang lebih makmur dan penduduknya berumur panjang, tetapi responden di sana cenderung tidak menjawab “iya” untuk pertanyaan, apakah mereka memiliki teman dekat.

Makna hidup dan kesejahteraan tampak berbanding terbalik dengan PDB per kapita suatu negara. Hal ini berpengaruh dengan temuan kalau negara-negara berpendapatan rendah lebih sejahtera dibandingkan negara-negara kaya.

“Sementara negara-negara yang lebih kaya dan maju melaporkan hal-hal yang lebih tinggi seperti keamanan finansial, mereka tidak melaporkan hal yang sama tingginya pada makna, hubungan, dan karakter pro-sosial,” ujar VanderWeele, dikutip dari National Geographic.

Byron Johnson, dikutip dari National Geographic, mengatakan, seperti negara mana pun, Indonesia juga memiliki konflik. “Tapi negara ini benar-benar berupaya keras untuk menekankan keharmonisan,” kata Johnson.

Selain itu, menurut VanderWeele, di tempat-tempat yang mengalami kesulitan ekonomi nyata, masih terdapat rasa orientasi sosial dan empati yang mendalam. “Dan saya pikir hal-hal ini telah diabaikan di barat sampai batas tertentu,” ujar VanderWeele.

Di sisi lain, ahli epidemiologi di Universitas York, Kate Pickett bersikap hati-hati terhadap beberapa temuan. Salah satu alasannya, ukuran kesejahteraan yang dilaporkan tidak selalu mencerminkan ukuran kesehatan suatu negara secara objektif.

“Jepang, yang berada di peringkat terendah dari 22 negara, memiliki harapan hidup lebih panjang dan angka kematian bayi yang lebih rendah daripada negara-negara lainnya,” kata Pickett kepada The Guardian.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan