sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kisah para pembersih paku di jalanan ibu kota

Mereka menyapu paku-paku di jalanan menggunakan alat mirip rangkaian magnet, yang ditumpuk dan diikat dengan kawat atau tali.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Senin, 18 Mar 2019 12:00 WIB
Kisah para pembersih paku di jalanan ibu kota

Dionisius Dio, warga Ciracas, Jakarta Timur, pernah mengalami tiga kali ban sepeda motornya bocor karena paku di Jalan Gatot Subroto. Ia pertama kali mengalami bocor ban pada Juni 2018 di sekitar Tugu Pancoran, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Ia mengatakan, saat itu, setidaknya ada dua pengemudi lain yang ban sepeda motornya bocor terkena paku. Namun, ia cukup beruntung tak pernah menemukan tukang tambal ban nakal yang sengaja melambungkan harga untuk menambal atau mengganti ban.

Di Jakarta, Jalan Gatot Subroto yang membentang 6,7 kilometer termasuk lokasi paling rawan ranjau paku. Tak heran komunitas Gerakan Bersih Ranjau Paku (GBRP), sukarelawan pencari paku-paku di jalanan sering terlihat.

Rabu (13/3) sore, persis di depan jalan masuk Gedung Wisma UIC, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, dua orang anggota komunitas itu tengah bertugas mencari paku-paku yang sengaja ditebar.

Cepat tanggap lewat medsos

Alat untuk membersihkan paku-paku di jalanan. /Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.

Deni Pamungkas dan Dwi, anggota GBRP itu, membersihkan paku-paku di sekitar Gedung Wisma UIC, setelah mendapatkan laporan dari petugas keamanan gedung lewat aplikasi WhatsApp.

“Sejak Selasa (12/3) titik persebaran ranjau paku mulai bertambah banyak di depan Gedung Wisma UIC,” kata Ketua GBRP Deni Pamungkas, yang akrab disapa Papang, saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Rabu (13/3).

Sebelumnya, mereka biasa membersihkan ranjau paku di depan Gedung BNI Cabang Senayan, sekitar 400 meter sebelah barat Wisma UIC.

Papang menduga, perubahan titik persebaran terbanyak ranjau paku itu, karena penertiban lokasi tambal ban nakal tak jauh dari Gedung BNI Cabang Senayan.

“Sudah banyak yang kena ranjau paku dan mau tambal ban di situ, selalu dikenakan ongkos Rp70.000 sampai Rp80.000, bahkan lebih. Padahal, kalau cuma nambal ongkosnya cuma Rp12.000 aja,” kata Dwi.

GBRP memang kerap mendapatkan laporan dari masyarakat melalui media sosial. Komunitas ini pun rajin mengunggah foto kegiatan mereka di media sosial.

Foto unggahan GBRP pun tak jarang menarik perhatian warga. Salah satunya pegawai Kelurahan Bendungan Hilir, Jakarta, Yulianti Kurniawati, yang meminta agar GBRP menandai akunnya pada setiap unggahan terkait pembersihan ranjau paku di wilayah Bendungan Hilir.

“Waktu itu (akhir Februari) karena GBRP juga men-tag akun Pemprov DKI Jakarta dan Humas Pemprov DKI, saya berinisiatif meminta lewat komentar supaya akun saya sendiri juga di-tag. Supaya saya dapat pemberitahuan lebih cepat,” tutur Yulianti ditemui di Kelurahan Bendungan Hilir, Jakarta, Kamis (14/3).

Yuli kemudian menyampaikan informasi yang ia peroleh kepada Lurah Bendungan Hilir, Rida Mufrida.

“Kadang-kadang waktu ‘menyapu’ jalanan di pagi hari, PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum) juga nemu paku-paku di jalan,” ucap Rida di Kelurahan Bendungan Hilir, Jakarta, Kamis (14/3).

Mengingat persoalan ini dianggap meresahkan warga sekitar dan orang yang melintas daerah tersebut, pihak kelurahan segera bertindak. Pihak kelurahan, kata Rida, akhirnya menemui perwakilan warga di lokasi tambal ban dan pedagang kaki lima.

“Kemudian kami imbau agar PKL di situ dan tambal ban untuk pindah ke tempat lain. Kami lakukan penataan untuk dijadikan taman di situ,” tutur Rida.

Modus penyebar paku

Papang mengatakan, ada beberapa modus yang dipakai oknum penyebar paku di jalanan. Dengan mengendarai sepeda motor matik, oknum penyebar paku meletakkan butiran paku dekat pijakan kaki bagian depan motor.

Ada juga yang menjatuhkan paku-paku yang dibungkus dalam buntalan plastik hitam di bagian tengah jalan. Papang dan anggota GBRP lainnya pernah menemukan buntalan berisi paku itu ketika membersihkan paku akhir Februari 2019.

Komunitas pembersih paku di jalanan lainnya adalah Sapu Bersih (Saber). Salah seorang relawan Saber, Abdul Rohim juga memberitahu soal modus ranjau berbentuk buntalan plastik.

Abdul Rohim, anggota Sapu Bersih (Saber). /Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.

“Saat dilindas ban mobil atau sepeda motor, buntalan plastik robek. Jadi paku-pakunya bisa menyebar ke kanan dan kiri jalan,” kata Rohim, yang dikenal sebagai perintis sukarelawan pembersih ranjau paku di Jakarta dan sudah bergiat sejak 2010, ditemui di kawasan Tanjung Duren Barat, Jakarta Barat, Rabu (13/3).

Dengan metode semacam itu, menurut Papang, ancaman ranjau paku bagi pengendara menjadi lebih meluas. Dahulu, lanjut dia, umumnya paku bersebaran di pinggir jalan.

“Tetapi lama-lama juga ada yang disebar di tengah jalan. Jadi, terutama pengendara motor sulit untuk menghindari ranjau paku,” tutur Papang.

Papang, Dwi, dan Rohim sama-sama membersihkan paku di jalanan di sela-sela waktu kerja mereka. Bisanya, mereka melakukan pembersihan paku pagi hari pukul 06.30 hingga 07.30 atau sore sekitar pukul 16.00 hingga 19.00.

Mereka menyapu paku-paku di jalanan menggunakan alat mirip rangkaian magnet, yang ditumpuk dan diikat dengan kawat atau tali. Di pinggir magnet itu juga dipasangi lampu kelap-kelip, agar dapat terlihat dari kejauhan di malam hari.

“Teknik yang kami pakai ini kami sebut lihat, ambil, dan singkirkan,” kata Papang.

Aparat tak peduli

Papang, salah seorang anggota komunitas Gerakan Bersih Ranjau Paku (GBRP). /Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.

Dwi mengaku, anggota komunitas GBRP kerap mendapatkan ancaman dari orang-orang yang mereka duga sebagai oknum penyebar paku. Dwi mengatakan, para oknum tersebut memang selalu mencari waktu saat tak dilakukan pembersihan.

“Jadi, kita kucing-kucingan. Kapan kita bersihin, mereka enggak mau nyebar paku dulu. Kalau kita pas enggak operasi, mereka nyebar lagi,” ujar Dwi.

Dwi mengatakan, mereka seringkali berjumpa di jalan dengan para oknum penyebar paku. Namun, mereka tidak merasa berhak untuk menegur ulah penyebar ranjau itu.

“Bukan hak dan kuasa kami untuk menindak oknum,” ujarnya.

Sayangnya, Papang mengakui, pihak polisi lalu lintas acapkali tak memedulikan aktivitas mereka ketika membersihkan paku di jalanan. “Kalau kami bersih-bersih waktu malam, kalau ada mobil polisi, ya mereka diam saja,” kata Papang.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmaningtyas, ranjau paku menjadi semacam modus kejahatan yang memanfaatkan kelengahan pengendara. Terutama bagi pengendara yang melintas pada malam hari dan di lokasi sepi.

Tidak sekadar dimanfaatkan oleh beberapa penambal ban nakal, namun lebih jauh lagi, menjadi celah kejahatan yang serius.

“Ini (ranjau paku) pintu masuk tindak kejahatan, misalnya usaha pelaku dengan motif ingin merampok. Selama ada maksud melakukan kejahatan, maka masalah ranjau paku ini akan tetap ada,” tutur Darmaningtyas ketika dihubungi, Jumat (15/3).

Beberapa cara agar terhindar dari ranjau paku di jalanan.

Di sisi lain, Lurah Bendungan Hilir, Rida Mufrida berharap, perlu penguatan pengawasan oleh petugas keamanan di gedung-gedung kawasan Jalan Gatot Subroto. Misalnya, dengan memasang kamera pengawas yang mengarah ke sisi jalan yang disinyalir menjadi lokasi persebaran paku.

Menurutnya, peran komunitas pembersih paku perlu kerja sama dengan pihak aparat keamanan.

Walau banyak tantangannya, semangat para pembersih paku di jalanan pantang kendur. Bagi Dwi dari GBRP, apa yang dilakukannya sebagai kegiatan sosial dan keikhlasan.

“Kita enggak mau dibayar, dan enggak mau membayar. Asal kita berbuat yang baik, nanti pahalanya kita juga yang terima,” ucap Dwi.

Berita Lainnya
×
tekid