sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kucing, hewan lucu yang dibenci dan disayang

Bagi sebagian orang, kucing adalah hewan menggemaskan yang bisa dipelihara. Sebagian orang lainnya menganggap kucing mengganggu.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Selasa, 09 Apr 2019 19:33 WIB
Kucing, hewan lucu yang dibenci dan disayang

Selain anjing, kucing merupakan hewan domestik yang dekat dengan lingkungan manusia. Dari orang biasa hingga pejabat, memelihara kucing bukan hal yang aneh. Bahkan, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto memelihara kucing kampung yang ia beri nama Bobby.

Permata Ariani, seorang pegawai di sebuah kementerian juga memelihara kucing. Sudah dua setengah tahun ini ia merawat kucing berjenis persia medium, yang dinamakannya Buncis.

Adopsi lewat media sosial

Sebelum memelihara kucing, Permata memang senang memelihara hewan lain, seperti kelinci, landak, dan luwak. Kucingnya, Buncis, ia dapatkan dengan cara adopsi dari seseorang yang ada di grup Facebook pecinta kucing pada akhir 2016.

“Awalnya, karena aku memang suka pelihara-pelihara dan kucing lucu sih,” kata Permata saat dihubungi, Jumat (5/4).

Sebelumnya, ia pernah memelihara kucing. Namun, kucingnya itu menghilang setelah ia titipkan ke temannya pada 2015.

“Aku tinggal magang, titip orang, eh lepas,” ujarnya.

Permata mengakui, merawat kucing berjenis persia memakan biaya tak sedikit. Permata harus menyisihkan uang sekitar Rp300.000 setiap bulan, untuk dua kucingnya, Buncis dan anaknya yang ia namai Abu.

Sponsored

Ia mengatakan, Buncis sudah tiga kali melahirkan dan punya total 12 anak. Namun, selain Abu, anak-anak Buncis itu ia berikan kepada orang-orang yang mau mengadopsi dan merawatnya.

“Abu aku rawat soalnya dulu kecilnya sakit-sakitan. Aku kasihan kalau kasih ke orang. Jadi yang aku kasih yang sehat-sehat,” tutur Permata.

Ia akhirnya merawat Abu, dan berpikir akan memberikannya kepada orang lain bila sudah sehat. Namun, pikirannya berubah karena karakter Abu yang berbeda dengan Buncis.

“Abu friendly banget dan semua orang sayang Abu. Jadi tak kuasa melepasnya,” ujar Permata.

Permata pun mengakui telah terbentuk ikatan antara ia dan kucing-kucingnya. Namun, sejak ia diterima bekerja di sebuah kementerian pada Maret 2019 lalu, Permata harus meninggalkan Buncis dan Abu di Kota Malang. Pemilik indekosnya di Jakarta tak mengizinkannya membawa binatang peliharaan. Kini, kedua kucingnya dirawat oleh teman-teman yang tinggal di rumahnya.

Sama seperti Permata, Sukirno, salah seorang wartawan di kantor kami pun memelihara kucing. Menurutnya, kucing lucu dan menggemaskan. Ia mengadopsi tiga ekor kucing betina campuran persia domestik yang diberi nama Cimol, Cilok, dan Cireng sejak September 2018. Ketiga kucing tersebut lahir pada Juli 2018 lalu.

“Awalnya mau minta satu, tapi karena ngelihat dia butuh teman main, akhirnya adopsi dua saudaranya juga,” kata Sukirno, Jumat (5/4).

Sukirno mengatakan, kucing bisa siap diadopsi bila sudah berusia tiga bulan. Sebab, saat tiga bulan pertama, kucing akan meniru kebiasaan induknya, semisal kebiasaan membuang kotoran. Selain itu, anak kucing pun masih butuh menyusui pada induknya.

Sukirno sendiri tak asing dengan kucing. Adiknya di kampung halaman juga pernah memelihara kucing. Namun, pengalaman mengadopsi, dan merawat kucing milik sendiri baru kali ini ia jalani.

Wartawan lainnya di kantor kami, Soraya Novika pun punya kucing peliharaan. Tak tanggung-tanggung, ia dan keluarganya memelihara 25 ekor kucing. Kucing-kucing tersebut berasal dari berbagai ras yang berbeda, mulai dari persia, himalaya, pig nose, hingga norwegian forest. Kegiatan merawat kucing itu dijalani keluarganya sejak 2011.

“Keluarga gue di Bukittinggi harus merelakan garasi rumah untuk dijadikan kamar kucing, sedangkan mobil kami diparkir di luar,” kata Soraya.

Menangkal kebencian

Selain mereka yang menyayangi kucing sebagai hewan peliharaan, tak sedikit pula yang membencinya. Baru-baru ini, komika Pandji Pragiwaksono mengungkapkan kebenciannya terhadap kucing saat World Tour Stand Up Comedy-nya, yang diunggah di Youtube pada 1 April 2019.

Awalnya, video yang ia unggah tersebut diberi judul “Pandji Benci Hewan Gembel” sebelum diubah menjadi “Pandji dan Cicak Ninja.”

“Banyak hewan yang gue benci. Benci sampai ke hati. Gue sebut hewan-hewan yang gue benci ini adalah hewan gembel. Hewan yang kerjanya hidup dari sampah kita, yang ngemis, minta-minta. Salah satu yang paling gembel adalah kucing,” kata Pandji dalam penampilan lawakan tunggal, yang diunggah dalam situs Youtube.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Untung gw gak pernah ngefans sama orang ini. Kucing mana punya uang buat belanja makanan, pak!! Mana punya uang juga buat beli rumah. Ya wajar aja kucing hidup di jalan menggembel. Justru sbg manusia, sudah tugas kita berbagi dg salah satu makhluk tuhan yg bernama kucing jalanan (gak tega gw nyebut kucing gembel!). Gak nyangka aja, orang yg pernah main di salah satu film Islami, tapi di dunia nyata, ternyata dia gak ngerti ajaran Nabi Muhammad Sallahualaihi Wassalam utk saling berbagi dan menyayangi hewan kesayangan nabi bernama kucing. Gak suka kucing boleh aja, tapi apa pantas mengucapkan kata2 yg menyebar kebencian sperti itu? Ingat posisi Anda adalah "influencer". Akan tumbuh pembenaran di hati penonton Anda utk tetap membenci kucing & bertindak sewenang2 thd kucing jalanan. #progembel #kucinggembel

Sebuah kiriman dibagikan oleh Ryant's ???????? (@ryants_) pada

Materi lelucon Pandji itu pun mendapat reaksi dari para pecinta kucing. Salah satunya dari Garda Satwa Indonesia. Aktivis Garda Satwa Indonesia Anisa Ratna Kurnia mengatakan, ujaran kebencian Pandji terhadap kucing menjadi masalah.

“Bencinya dia itu lho yang menjadi masalah. Karena kebencian selalu berdampak negatif, membuat antipati. Mau kebencian pada manusia atau hewan, kebencian itu sama, tidak baik,” kata Anisa saat dihubungi, Selasa (9/4).

Menurut Anisa, sikap yang dilakukan Pandji dengan mengubah judul videonya, tak menyelesaikan masalah. Sebab, materi yang melecehkan hewan masih ada di dalam video itu. Anisa berpendapat, video itu harus dihapus.

“Kami tak mengharapkan Pandji minta maaf. Kami ingin dia menyadari telah melakukan kekeliruan, menyesal, dan memahami kalau selama ini dia keliru,” ujar Anisa.

Ujaran kebencian terhadap kucing, menurut Anisa, sudah menghalangi visi dan misi Garda Satwa Indonesia dan gerakan pecinta hewan lainnya untuk menyayangi hewan. Ia mengatakan, sejak 2011 Garda Satwa Indonesia sudah melakukan kegiatan penyelamatan hewan di jalanan.

Mereka banyak menemukan perlakuan keji terhadap hewan-hewan itu. Misalnya, kucing yang dibakar atau kucing dengan leher yang diikat karet. Indonesia, menurut Anisa, belum menjadi tempat yang aman bagi hewan-hewan jalanan.

“Selain menyelamatkan kucing atau anjing jalanan, kita juga melakukan edukasi dengan hadir langsung di masyarakat dan melalui sosial media. Aksi penyelamatan akan percuma jika tak dibarengi dengan edukasi,” tutur Anisa.

Selain melakukan penyelamatan dan edukasi, Garda Satwa Indonesia yang memiliki penampungan di Depok ini juga melakukan sterilisasi kucing jalanan, untuk mengontrol populasi hewan ini. Program sterilisasi kucing, lanjut Anisa, juga mendapatkan penolakan dari sebagian masyarakat yang menganggap hal tersebut akan menyakiti kucing.

Padahal dalam setahun, kata Anisa, seekor kucing bisa beranak tiga sampai empat kali, dan tak semua orang bisa menerima kehadiran kucing-kucing tersebut.

“Kucing rumah harus disterilkan juga, karena kucing jalanan kan asalnya dari kucing rumah yang tak diinginkan pemiliknya, akhirnya dibuang ke pasar atau ditelantarkan ke jalan,” ujarnya.

Menanggapi soal adopsi kucing melalui media sosial, Anisa dan organisasinya mendukung. “Itu bagus sekali. Kalau jual beli, kami tak menyarankan untuk membeli, karena masih banyak kucing terlantar yang butuh rumah,” ucapnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid