close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi hewan babi. /Foto Pixabay
icon caption
Ilustrasi hewan babi. /Foto Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 26 Agustus 2025 19:16

Dari kandang ke meja operasi: Terobosan transplantasi paru-paru babi di Tiongkok

Tim dokter di Tiongkok sukses mentransplantasikan paru-paru dari babi yang telah dimodifikasi secara genetik ke tubuh manusia.
swipe

Untuk pertama kalinya, tim dokter di Tiongkok melakukan eksperimen unik: mentransplantasikan paru-paru dari babi yang telah dimodifikasi secara genetik ke tubuh manusia. Prosedur tersebut dilakukan di Guangzhou, Tiongkok, melibatkan seorang pria berusia 39 tahun yang telah dinyatakan mati otak. 

Eksperimen terbaru itu dipublikasikan di jurnal Nature Medicine pada 25 Agustus lalu. Tim dokter memastikan status pasien melalui empat tahapan penilaian, dan keluarga memberikan persetujuan tertulis sebelum eksperimen dimulai.

“Bagi tim kami, ini adalah awal yang berarti,” kata dr. Jiang Shi, salah satu penulis studi sekaligus dokter di Departemen Transplantasi Organ First Affiliated Hospital of Guangzhou Medical University, seperti dikutip dari National Geography. 

Sebelumnya, eksperimen serupa memang pernah dilakukan, baik di Tiongkok maupun Amerika Serikat, tetapi melibatkan organ lain seperti ginjal, hati, dan jantung. Namun, baru kali ini paru-paru dari spesies lain dipindahkan ke tubuh manusia—dikenal dengan istilah xenotransplantasi paru-paru.

Menurut Shi, transplantasi paru-paru menghadirkan tantangan biologis dan teknis yang lebih kompleks dibandingkan organ lain. Ia menegaskan, tujuan studi ini bukan untuk klaim siap pakai secara klinis, melainkan mempelajari reaksi sistem imun manusia terhadap organ tersebut. 

“Teknologi ini belum siap untuk digunakan pada pasien hidup; masih pada tahap prapraklinis," jelas Shi. 

Meski begitu, paru-paru babi yang dipasang tersebut mampu bertahan dan tetap berfungsi selama sembilan hari, sebelum keluarga meminta eksperimen dihentikan. 

Tanda-tanda penolakan tubuh muncul sejak 24 jam pertama, termasuk pembengkakan dan peradangan. Antibodi mulai terbentuk pada hari ketiga dan menyebabkan kerusakan. Namun, tidak ada indikasi penolakan hiperakut—reaksi yang biasanya terjadi segera setelah transplantasi jika tubuh menolak organ secara ekstrem.

“Studi ini memberikan wawasan krusial tentang hambatan imunologis, fisiologis, dan genetik yang harus diatasi, dan membuka jalan bagi inovasi berikutnya,” jelas Shi. 

Adam Griesemer, anggota senior tim xenotransplantasi di NYU Langone’s Transplant Institute yang tidak terlibat dalam penelitian ini, memuji langkah tersebut. 

“Tak seorang pun akan mendaftar untuk transplantasi paru-paru sembilan hari. Tapi studi pada pasien mati otak seperti ini sangat penting, karena kita tidak bisa sepenuhnya mengandalkan model hewan untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada manusia,” ujarnya kepada CNN.

Organ yang digunakan berasal dari babi yang dimodifikasi dengan teknologi penyuntingan gen CRISPR oleh Clonorgan Biotechnology, Chengdu. Tiga gen babi dinonaktifkan agar proteinnya tidak memicu sistem imun manusia, sementara tiga gen manusia ditambahkan untuk membuat organ lebih kompatibel. 

Paru kiri babi diambil pada Mei 2024 dan dipindahkan ke tubuh pasien, sementara paru kanannya tetap dipertahankan. Obat imunosupresif diberikan sejak sehari sebelum operasi dan dilanjutkan setiap hari pasca prosedur.

Mengapa paru-paru menjadi tantangan besar? 

Tidak seperti ginjal atau jantung, paru-paru adalah organ yang terus-menerus berhubungan dengan udara luar. Jaringan paru penuh dengan protein pertahanan imun, yang ironisnya membuatnya mudah dikenali sebagai benda asing oleh tubuh penerima. Jaringan alveolus yang halus dan rapuh juga membuat kerusakan kecil bisa berdampak besar.

Studi Shi dan kawan-kawan belum menjawab seluruh pertanyaan terkait transplantasi organ hewan di tubuh manusia, termasuk seberapa lama paru-paru dapat mendukung pasien hidup jika dilepaskan dari mesin penunjang. 

“Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memindahkan xenotransplantasi paru-paru ke ranah klinis,” kata dr. Richard Pierson, ahli bedah toraks di Massachusetts General Hospital kepada Science News.


 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan