close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi tata surya. /Foto Pixabay
icon caption
Ilustrasi tata surya. /Foto Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Senin, 15 September 2025 18:51

Skenario baru kehidupan di luar Bumi: Mengubah radiasi kosmik jadi makanan

Penelitian baru mengungkap mikroba bisa memanfaatkan radiasi kosmik sebagai energi, membuka peluang kehidupan di Mars, Europa, Enceladus hingga planet pengembara di luar zona layak huni tradisional
swipe

Radiasi berenergi tinggi umumnya dianggap musuh kehidupan. Ia memicu mutasi berbahaya, merusak sel, dan dalam dosis besar bisa mematikan. Namun, segelintir mikroba di Bumi justru tak hanya tahan terhadap radiasi, tapi juga memanfaatkannya sebagai sumber energi—membuka kemungkinan bahwa kehidupan di planet lain pun bisa hidup dengan “menu” serupa.

Jenis radiasi paling berbahaya, galactic cosmic rays (GCR), bertebaran di ruang angkasa dan terus membombardir jagat raya. Selama ini, para peneliti menganggap radiasi ini menghancurkan ekosistem. 

Tetapi studi baru yang terbit 28 Juli di International Journal of Astrobiology menunjukkan sebaliknya: organisme yang berevolusi di bawah hujan sinar kosmik mungkin justru mampu mengeksploitasinya sebagai energi.

Temuan teoritik itu memperluas daftar tempat potensial bagi kehidupan di luar Bumi—bahkan di kawasan dingin dan gelap yang jauh dari hangatnya bintang.

“Saya suka sekali riset ini. Dia menyatukan semua gagasan tentang bagaimana radiasi berenergi tinggi bisa bermanfaat, bukan hanya berbahaya. Menurut saya itu sangat cerdas,” kata Sara Seager, ilmuwan planet di MIT yang tidak terlibat penelitian itu, seperti dikutip dari National Geographic, Senin (15/9). 

Ketika bintang raksasa sekarat, dapur termonuklir di intinya meledak dalam supernova dahsyat. Dari ledakan spektakuler ini meluncur partikel bermuatan seperti proton yang melintasi Bimasakti. Partikel-partikel ini—galactic cosmic rays—punya energi miliaran kali lipat foton biasa yang dipancarkan matahari. 

Jika sinar kosmik ini menghantam organisme Bumi yang biasa saja, ia menembus tubuh bak peluru subatomik supercepat. Untungnya Bumi punya medan magnet raksasa yang membelokkan sebagian besar partikel ini. Sisanya menghantam atmosfer atas, mengupas elektron molekul dan memicu reaksi berantai yang menghasilkan hujan partikel berenergi lebih rendah. 

Itulah sebabnya makhluk di permukaan Bumi relatif terlindung dari dampak sinar kosmik.

Sebaliknya, dunia tanpa medan magnet kuat dan atmosfer tebal—seperti Mars atau Europa, bulan es Jupiter—tak punya tameng ini. Radiasi kosmik menghantam permukaannya langsung. Lingkungan seperti itu sering dianggap steril, tetapi berbahaya. 

Dalam risetnya, para peneliti mengkaji desulforudis audaxviator, mikroba mungil di kolam air tambang emas Afrika Selatan pada kedalaman dua kilometer. Mikroba itu hidup dalam kegelapan dengan memanfaatkan produk kimia dari peluruhan radioaktif batuan sekitarnya—proses yang disebut radiolisis.

“Bayangkan ada bakteri diapit batuan radioaktif,” kata Dimitra Atri, astrobiolog NYU Abu Dhabi dan salah satu penulis studi baru ini. “Radioaktivitas itu pada dasarnya ‘memasak’ makanannya.”

Atri dan timnya kemudian memodelkan skenario saat sinar kosmik menghantam tiga lingkungan alien: Mars, Europa, dan Enceladus atau bulan Saturnus. Simulasi komputer menunjukkan radiasi masuk akan menghasilkan “hujan” partikel seperti di atmosfer Bumi, melepaskan elektron yang bisa jadi sumber energi.

Beberapa mikroba di Bumi sudah menunjukkan trik serupa. Genus Geobacter dapat menumbuhkan filamen konduktif untuk menangkap elektron. Bakteri pemakan elektron Rhodopseudomonas palustris juga bisa “memanen” elektron dari mineral dan logam untuk makanannya.

Ilustrasi planet Mars./Foto Ragobar/Pixabay.com

Implikasi bagi pencarian kehidupan

Kemungkinan bahwa alien memperoleh energi dari sinar kosmik memperluas “zona layak huni”—yang selama ini dibatasi jarak dari bintang agar air tetap cair dan fotosintesis mungkin. Zona baru ini, yang bisa disebut “radiolytic habitable zone”. 

Tak hanya mencakup bulan-bulan es di luar angkasa, tapi juga planet pengembara yang terlempar keluar sistem bintang atau benda antarbintang seperti asteroid—karena sinar kosmik ada di seluruh galaksi.

“Dari sudut pandang (mikroba), ini lingkungan yang luar biasa. Kamu tinggal sedikit di bawah permukaan dan punya radiasi konstan yang ‘memasak’ makanan untukmu," jelas Atri.

Walau studi ini baru sebatas bukti konsep kimia, para ilmuwan mengingatkan bahwa mendeteksi organisme pemakan sinar kosmik dari jauh akan sulit. Mereka kemungkinan hidup jauh di dalam batu atau es tanpa tanda jelas keberadaannya. 

"Cara terbaik menemukannya adalah dengan mengeksplorasi bawah permukaan dunia lain," kata Atri. 

Mars adalah pilihan terdekat untuk dieksplorasi. Dua misi robotik yang dijadwalkan meluncur pada 2028 akan membawa bor cukup besar untuk mencari biomolekul mikroba masa lalu atau kini: rover Rosalind Franklin milik Badan Antariksa Eropa yang menganalisis sampel di Mars, dan misi Tianwen-3 Tiongkok yang direncanakan mengirim sampel kembali ke Bumi pada 2031. 

Keduanya bisa membantu mengungkap apakah “memasak dengan sinar kosmik” juga ada di menu Mars.

“Penelitian baru mengungkap mikroba bisa memanfaatkan radiasi kosmik sebagai energi, membuka peluang kehidupan di Mars, Europa, Enceladus hingga planet pengembara di luar zona layak huni tradisional.”


 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan