Pernahkah Anda menyadari bagaimana jalan cepat atau lari kencang bisa membuat pikiran terasa lebih jernih? Kebanyakan orang memandang kardio sebagai cara untuk memperkuat jantung, memperlancar sirkulasi, atau menurunkan risiko penyakit seperti diabetes dan hipertensi. Itu memang benar, tetapi ceritanya tidak berhenti di situ saja.
Olahraga kardiovaskular juga punya efek kuat pada pikiran. Riset menunjukkan bahwa menggerakkan tubuh dengan ritme stabil tidak hanya bermanfaat untuk tekanan darah atau kolesterol—tetapi juga mempertajam fokus, meningkatkan suasana hati, serta memperkuat keluwesan pikiran dalam menghadapi stres. Kardio membangun daya tahan fisik, sekaligus ketahanan dan fleksibilitas psikologis.
"Ketika tubuh bergerak, otak kita merespons," tulis Daniel J Moran dan Frank Gardner dalam buku Mind and Movement yang baru diterbitkan September 2025.
Dalam karya berbasis riset itu, Moran dan Gardner mengeksplorasi sembilan ranah gerak tubuh — kebugaran kardiovaskular, latihan kekuatan, fleksibilitas dan mobilitas, keseimbangan dan koordinasi, praktik pikiran-tubuh, gerakan fungsional dan aktivitas kehidupan sehari-hari, tari, olahraga rekreasi seumur hidup, serta pendidikan luar ruang.
Banyak kondisi kesehatan mental umum—seperti depresi, gangguan kecemasan, dan masalah terkait stres—berhubungan dengan kesulitan mengendalikan perhatian dan fleksibilitas kognitif. Saat pikiran terasa terkunci, akan lebih sulit untuk fokus pada tujuan jangka panjang atau mengubah perspektif.
"Ada banyak riset yang menunjukkan bahwa latihan fisik bisa meningkatkan kesehatan psikologis dalam beragam konteks," jelas Moran dan Gardner.
Siklus kekhawatiran ini sering memperparah masalah, membuat orang terjebak dalam pola penghindaran dan penderitaan. Olahraga kardio menawarkan jalan keluar dari lingkaran itu.
Selain meningkatkan kesehatan fisik, latihan kardio mempertajam fokus, melonggarkan pola pikir yang kaku, dan membantu orang mengatur emosi kuat dengan lebih efektif.
"Penelitian menunjukkan bahwa olahraga aerobik memperkuat executive functioning—yakni kemampuan otak untuk mengarahkan perhatian, mengendalikan impuls, dan tetap fleksibel saat memecahkan masalah," jelas Moran seperti dikutip dari Psychology Today.
Ia mencontohkan sebuah riset yang menunjukkan bagaimana latihan kardio mengasah “otot mental” yang membantu kita tetap hadir di momen sekarang. Misalnya, berfokus pada ritme napas atau langkah selama berolahraga bisa meningkatkan kontrol perhatian.
Kardio, kata Moran, juga membantu orang mengatur emosi. Ketika olahraga mendorong tubuh ke keadaan rangsangan yang lebih tinggi—detak jantung lebih cepat, napas lebih berat, suhu tubuh meningkat—kita mendapat kesempatan untuk melatih toleransi dan penyesuaian terhadap sensasi ini.
"Seiring waktu, hal ini meningkatkan kemampuan regulasi diri dan memungkinkan fleksibilitas lebih besar ketika menghadapi stres sehari-hari," ujar dia.
Kardio dan psikoterapi
Bukti yang terus bertambah menunjukkan bahwa kebugaran kardiovaskular tidak hanya mendukung kesehatan mental, tetapi juga bisa secara aktif meningkatkan efektivitas terapi.
Dengan membangun kontrol perhatian, memperkuat regulasi emosi, dan mengurangi penghindaran terhadap sensasi yang tidak nyaman, kardio menciptakan landasan yang membuat strategi psikoterapi lebih efektif.
"Tubuh dan pikiran bukanlah dua sistem terpisah, melainkan pasangan yang sangat saling terkait. Dengan melatih jantung, kita juga melatih pikiran—membangun keluwesan, fokus, dan ketangguhan yang dibutuhkan untuk bertahan di dunia yang penuh tuntutan," ujar dia.
Tentunya, ini tidak berarti kardio adalah obat untuk segalanya. Beberapa kali berlari tidak bisa menggantikan terapi atau obat bagi mereka yang membutuhkannya.
"Namun, mengintegrasikan olahraga aerobik dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi cara yang mudah diakses dan berbasis sains untuk mendukung tubuh sekaligus pikiran," ujarnya.