sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ALMI sebut kasus LBM Eijkman gejala belum matangnya ekosistem riset di Indonesia

Timbulnya berbagai reaksi atas peleburan LBM Eijkman menurut ALMI menandakan mendesaknya isu tata kelola riset di Indonesia. 

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Rabu, 05 Jan 2022 21:58 WIB
ALMI sebut kasus LBM Eijkman gejala belum matangnya ekosistem riset di Indonesia

Peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBM Eijkman) menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBM Eijkman) dinilai sebagai salah satu gejala belum matangnya ekosistem riset di Indonesia.

Ekosistem riset yang baik dapat menjamin kebebasan akademik untuk individu peneliti, otonomi kelembagaan untuk lembaga penelitian, keberlanjutan serta keterkaitan sains dan teknologi dengan kemajuan kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan.

"Pemerintah Indonesia melalui BRIN sedang mengupayakan pemajuan tata kelola riset dan kelembagaannya. Namun, kebijakan peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBM Eijkman) menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBM Eijkman) di bawah BRIN diambil dan diterapkan tanpa kebijakan transisi dengan waktu dan informasi yang memadai," demikian Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) dalam keterangan persnya, merespons polemik pembubaran Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kamis (5/1). 

ALMI menyebut, hal ini menyebabkan diskontinuitas sebuah tim riset kelas dunia yang solid. Sebab, tim ini tidak hanya terdiri dari sumber daya manusia (SDM) ilmuwan yang berkualifikasi S3, tetapi juga tenaga laboran, teknisi dan tenaga lain yang saling mendukung.

Akibatnya, peleburan ini berdampak pada penghidupan sebagian SDM yang selama ini merupakan inti dalam proses penelitian di LBM Eijkman. Peleburan juga berpotensi menghapus infrastruktur kelembagaan LBM Eijkman yang telah membangun dan menerapkan salah satu kultur akademik terbaik di Indonesia. 

Menurut ALMI, birokrasi dan peraturan yang saat ini menaungi PRBM Eijkman di BRIN berpotensi membatasi ruang gerak untuk mencapai misi dan visi menjadi lembaga penelitian biologi molekuler terkemuka di dunia yang mempunyai kontribusi langsung pada kebijakan di dalam dan luar negeri.

Peleburan LBM Eijkman menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman membuat 120 saintis kehilangan pekerjaan, karena mereka bukan ASN. Sejumlah peneliti juga belum S3, jenjang yang disyaratkan BRIN. 

Herawati Sudoyo salah satu pendiri LBM Eijkman  menyayangkan semua peneliti dan non peneliti yang bukan PNS dilepas begitu saja tanpa dipikirkan nasibnya. Peneliti yang diterima hanya S3-ASN dan S2 yang sudah dalam pendidikan untuk S3.

Sponsored

"Padahal di dunia ini ada piramid peneliti: PI, postdoc, research assistant, technician, students. Nah semua yang bukan ASN layoff," sesalnya.

Sementara, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyebut ada sejumlah opsi bagi para peneliti yang tidak bisa otomatis bergabung karena non-ASN dan belom S3. 

Opsi itu adalah, bagi yang belum S3, untuk melanjutkan studi dengan skema Badan Riset dan Inovasi Nasional. Kemudian bagi honorer periset usia kurang dari 40 tahun dan S3 dapat mengikuti penerimaan ASN jalur PNS 2021.Sementara yang di atas 40 tahun dan S3 dapat mengikuti penerimaan ASN jalur pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 2021.

Penelitian Eijkman yang selama ini berada di RSCM itu nantinya juga bakal dipusatkan di Gedung Genomik di Cibinong Science Center (CSC) yang merupakan fasilitas penelitian milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

ALMI menyatakan bahwa untuk memperkuat fondasi tata kelola dan ekosistem riset ke depan, upaya peleburan tersebut perlu didukung dengan pendekatan yang lebih adaptif atas keberagaman model pengelolaan kelembagaan riset sebagai bagian mendasar otonomi institusi akademik. Faktor komunikasi pun perlu diperhatikan. Transisi kelembagaan yang memadai dan tidak tergesa-gesa. 

Timbulnya berbagai reaksi atas peleburan LBM Eijkman menurut ALMI menandakan mendesaknya isu tata kelola riset di Indonesia. 

Pemerintah juga diharapkan bersedia memikirkan bersama upaya penguatan pendanaan penelitian yang dapat mengelola dana-dana penelitian kompetitif, jangka panjang, dan sejalan dengan kebutuhan kebijakan, inovasi garda depan, pendidikan dan pengembangan pengetahuan, dan kesejahteraan masyarakat.

ALMI pun  menekankan perlunya upaya pengadaan, pengembangan dan pengelolaan SDM riset komprehensif di Indonesia. Pasalnya, Indonesia membutuhkan jajaran SDM riset yang tidak hanya bergelar tertentu, tetapi berkapasitas sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan bagi pengembangan sains dan teknologi yang dicita-citakan. Kapasitas ini perlu dibangun sejak awal melalui strategi pendidikan, lalu dikembangkan melalui sistem insentif dan strategi pengembangan profesional multi-skema."

ALMI mengingatkan hal dasar dan universal terkait Komentar Umum Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya PBB atas pasal 13 Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (E/C.12/1999/10, 8 Desember 1999, par. 38-40, telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005), menyatakan bahwa kebebasan akademik adalah mencakup pula kebebasan individual, tak terkecuali kebebasan berpendapat dan otonomi institusi akademik.

"Sains ditujukan untuk membantu memandu kebijakan. Itu sebabnya, ekosistem riset untuk menghasilkan iklim produksi sains harus dilindungi dan dijaga kemandirian serta independensinya," tulis ALMI.

Berita Lainnya
×
tekid