sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bappenas finalisasi rencana induk pembangunan disabilitas

Kementerian PPN/Bappenas didukung oleh GIZ melakukan finalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Jumat, 23 Nov 2018 10:39 WIB
Bappenas finalisasi rencana induk pembangunan disabilitas

Kementerian PPN/Bappenas didukung oleh GIZ melakukan finalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perencanaan dan Rencana Induk Pembangunan Inklusif Disabilitas (RIPID).

Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH atau GIZ adalah perusahaan internasional milik pemerintah federal Jerman yang beroperasi di berbagai bidang di lebih dari 130 negara. GIZ umumnya bekerja sama dengan pemerintah negara, lembaga negara dan sektor swasta.

Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati mengatakan, selain bersama GIZ pihaknya juga ikut melibatkan para penyandang disabilitas di Indonesia. 

"Kami pastikan seluruh rangkaian kegiatan penyusunan kebijakan ini diikuti langsung oleh teman-teman penyandang disabilitas guna didengar dengan baik, sehingga kebijakan dan program yang disusun sesuai dengan ketentuan yang ada," ujar Vivi seperti dikutip dalam siaran tertulisnya, Jumat (23/11). 

Tanggung jawab yang dimandatkan kepada Kementerian PPN/Bappenas dalam menyusun RPP dan RIPID ini sesuai dengan keputusan Presiden No.9 Tahun 2018.

Dalam penyusunannya, Kementerian PPN/Bappenas juga berpedoman kepada Undang-Undang No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

Undang-undang tersebut, menjabarkan berbagai ketentuan terkait penyandang disabilitas, termasuk berbagai hak penyandang disabilitas yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Pusat, maupun Daerah. 

Untuk diketahui, sekitar 21 juta atau 8,56% penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas dan merupakan kelompok yang memiliki keterbatasan dalam berbagai sektor, termasuk aksesibilitas pelayanan publik dan lainnya. 

Sponsored

Kebijakan dan program terkait penyandang disabilitas seringkali ditemukan minimnya keberpihakan kepada penyadang disabilitas, karena kurang dilibatkan dalam penyusunannya. 

Masih terbatasnya pemahaman dari pemangku kepentingan terhadap isu inklusif disabilitas dalam setiap program dan kegiatan, juga menjadi kendala untuk mengakomodasi keberpihakan terhadap penyandang disabilitas. 

"Kerjasama dengan GIZ yang telah berlangsung selama 8 tahun ini memberikan perhatian utama bagi peningkatan kapasitas dan kemampuan institusi, maupun individual dalam bidang legislasi," ujarnya.

Selain itu juga, berfokus pada konsep perlindungan sosial yang komprehensif sesuai dengan risiko hidup manusia (life-cycle risk). Sehingga RPP Perencanaan dan RIPID yang dirumuskan ini bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak dasar penyandang disabilitas.

Hasil pemetaan yang telah dilakukan, menunjukkan 15 subtansi pemenuhan dan penghormatan hak penyandang disabilitas perlu diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah. 

Dalam pengembangannya, penyusunan aturan turunnan turunan UU No.8 Tahun 2016 disederhanakan menjadi 8 RPP, yaitu,   akomodasi layak dalam peradilan, akomodasi layak bagi peserta didik penyandang disabilitas, unit layanan disabilitas dan kesejahteraan sosial, habilitas dan rehabilitas sosial, permukiman dan pelayanan publik, insentif dan konsesi, perencanaan, penyelenggaran, dan evaluasi penghormatan dan pelindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Sementara Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengatakan, perlu melakukan pembahasan lebih intensif terhadap Raperda Perlindungan Disabilitas, agar keberadaan penyandang disabilitas benar-benar terlindungi dan memperoleh kesamaan hak sebagai warga negara 

Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, teridentifikasi penyandang disabilitas memiliki hak sebanyak 22 hak. Bagi perempuan disabilitas, haknya bertambah sebanyak empat hak, dan bagi anak disabilitas, haknya bertambah sebanyak tujuh hak.

"Seluruh hak tersebut, menurut pendapat kami, masih perlu dilakukan pemilahan, hak mana saja yang dapat dipenuhi secara bersama-sama, dan hak mana saja yang hanya dapat dipenuhi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Swasta," kata Andika di Serang, Kamis.

Hak penyandang disabilitas yang telah diatur dalam kebijakan Provinsi Banten antara lain adalah hak pekerjaan, yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dan Hak Keolahragaan, yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan keolahragaan.

Berikutnya, hak kesejahteraan sosial, yang diatur dalam perda Nomor 8 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dan Hak perlindungan bagi perempuan dan anak terhadap tindak kekerasan, yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 9 Tahun 2014 tentang perlindungan perempuan dan anak terhadap tindak kekerasan.

Sumber : Antara

Berita Lainnya
×
tekid