sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pak Jokowi, besaran BLT mestinya Rp2 juta, bukan Rp600.000

Pemerintah akan memberikan BLT senilai Rp600.000 per bulan per keluarga selama tiga bulan. Cukupkah dana tersebut?

Khudori
Khudori Rabu, 15 Apr 2020 06:47 WIB
Pak Jokowi, besaran BLT mestinya Rp2 juta, bukan Rp600.000

 

Pemerintah menempuh kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB untuk menghentikan pandemi coronavirus disease 2019 atau Covid-19. Seiring itu, kebijakan kerja-ibadah-sekolah dari rumah berlanjut. Juga ada pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi, dan kegiatan lain terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Bagi warga yang terdampak kebijakan ini, pemerintah akan mengucurkan stimulus Rp405 triliun. Dana itu digunakan untuk menangani serangan Covid-19, menjaga daya beli masyarakat, dan menahan laju ekonomi agar tidak jeblok. Dari jumlah itu, sebesar Rp110 triliun digelontorkan untuk jaring pengaman sosial.

Salah satu bentuk jaring pengaman sosial akan menyasar kelompok miskin baru akibat dampak Covid-19. Mereka ini sebagian besar bekerja di sektor informal, yang penghasilannya bersifat harian dan harus keluar rumah. Ketika PSBB berlaku dan kebijakan penjarakan sosial (physical distancing) diterapkan, mereka yang semula posisinya hanya sedikit di atas garis kemiskinan itu jatuh menjadi kelompok miskin baru.

Mereka akan mendapatkan bantuan tunai senilai Rp600.000 per bulan per keluarga. Bantuan diberikan selama tiga bulan. Target sasaran menyasar sembilan juta keluarga.

”Kami cek data di Kemensos. Data mereka yang tidak terima PKH dan Program Sembako, tapi masuk data terpadu kesehatan. Jadi, prioritas penerima di luar PKH dan Program Sembako. Ini bersifat temporer, untuk menjaga daya beli masyarakat lapis bawah yang terdampak langsung," kata Sekjen Kemensos Hartono Laras, Jumat (10/4).

BLT terlalu kecil

Pertanyaannya kemudian, cukupkah bantuan tunai --yang di masa lalu disebut bantuan tunai langsung atau BLT-- senilai Rp600.000 per keluarga per bulan? Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai besaran BLT tidak memadai. Nilainya perlu diperbesar lagi.

Besaran bantuan, kata Bhima, perlu diperbesar sesuai angka garis kemiskinan per kapita per bulan dalam satu keluarga.

Sponsored

"Jadi bisa dihitung bahwa bantuan itu harusnya tiga kali lipat minimum dari bantuan yang ada sekarang," kata Bhima di Jakarta, Senin (13/4), seperti disitat dari Antara.

Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), per September 2019 angka garis kemiskinan per kapita atau per kepala di Indonesia mencapai Rp440.000 per bulan. Apabila dalam satu keluarga seorang kepala keluarga menanggung tiga orang, kata Bhima, idealnya jumlah BLT per keluarga mendekati Rp1,8 juta per bulan.

Interaksi pedagang kopi keliling dengan pembeli di tengah pandemi virus corona di Jakarta, Jumat (3/4/2020). Antara Foto/Puspa Perwitasari/aww.

BLT Rp2 juta - Rp2,5 juta

Kalkulasi berbeda diutarakan Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri. Selain menyiapkan logistik, kata Rizal, pemerintah harus memberikan BLT atau cash transfer kepada warga yang terdampak, terutama warga menengah ke bawah. Seperti sopir ojek online (ojol), sopir taksi, pengusaha mikro dan kecil, pedagang kaki lima, dan pekerja sektor informal lainnya.

Rizal menilai, bantuan pemerintah saat ini belum cukup karena tidak memasukkan program BLT. BLT dibutuhkan agar pekerja informal yang kehilangan pendapatan bisa segera membelanjakan uang untuk kebutuhan dasar mereka.

"Fokus pemerintah, harusnya bagaimana membuat orang jangan sampai kelaparan. Mereka biasanya tidak masuk dalam penerima bansos manapun," ujar Rizal, Rabu (1/4).

Saat mengumumkan stimulus Rp405 triliun, 31 Maret 2020, Presiden Joko Widodo menjelaskan alokasi jaring pengaman sosial Rp110 triliun. Pertama, perluasan sasaran Program Keluarga Harapan dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta. Besaran manfaat naik 25%. Perubahan kebijakan efektif mulai April dengan anggaran naik dari semula Rp29,1 triliun menjadi sebesar Rp37,4 triliun.

Kedua, Bantuan Pangan Non-tunai (BPNT) atau Kartu Sembako. Penerima manfaat diperluas dari 15,2 juta menjadi 20 juta penerima. Nilai manfaat naik 30%, dari Rp150.000 per keluarga per bulan menjadi Rp200.000. Kartu Sembako akan diberikan selama 9 bulan. Ketiga, Kartu Prakerja. Anggaran dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Jumlah penerima 5,6 juta orang, terutama pekerja informal, pelaku UKM terdampak Covid-19. Nilai manfaatnya Rp650.000-1.000.000 per bulan selama empat bulan.

Keempat, bantuan tarif listrik. Pemerintah menggratisan pelanggan listrik 450 VA berjumlah 24 juta dan mendiskon 50% pelanggan 900 VA sebanyak 7 juta. Ini berlangsung tiga bulan, dari April - Juni 2020. Kelima, anggaran cadangan. Guna mengantisipasi ketersediaan bahan kebutuhan pokok, pemerintah mencadangkan anggaran Rp25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok, operasi pasar dan logistik.

Menurut Rizal, saat ini bukan lagi saatnya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Penyaluran BLT tanpa syarat yang kaku seharusnya bisa menjadi solusi. Pelatihan dalam bentuk Kartu Prakerja juga dinilai tidak bermanfaat saat ini. Pemberian uang tunai akan besar manfaatnya bagi pekerja informal.

Pemerintah bisa menggunakan angka kebutuhan hidup layak sebagai dasar penghitungan. "Saya beri contoh angka kebutuhan hidup layak di Jakarta itu Rp2juta - Rp2,5 juta per kepala keluarga untuk satu bulan. Itu bisa menjadi patokan pemberian cash transfer ke masyarakat targeted," ujar Rizal, akhir Maret lalu.

Antara Batuna dan Jamesta

Perlunya BLT sebagai penyelamat pekerja informal juga disampaikan oleh Perkumpulan Prakarsa. Dalam policy brief-nya, 8 April 2020, lembaga riset dan analisis kebijakan publik ini menjelaskan bahwa jaring pengaman sosial yang disusun pemerintah masih belum cukup. Karena pemerintah belum mengeluarkan program bantuan tunai tanpa syarat (unconditional cash transfer) pada masa pandemi virus korona.

Padahal, dengan mengutip riset SMERU tahun 2013, bantuan tunai tanpa syarat atau semacam BLT telah terbukti membantu masyarakat miskin dalam menghadapi guncangan sosial-ekonomi. Karena bantuan seperti ini dapat digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan paling mendesak.

Bantuan ini harus menyasar seluruh lapisan masyarakat. Bantuan akan menciptakan kemandirian warga dalam menentukan pilihan-pilihan konsumsinya. Bantuan ini juga dapat digunakan untuk kegiatan produktif bersamaan dengan aktivitas konsumtif. Bagi Prakarsa, bantuan tunai tanpa syarat menciptakan mekanisme distribusi sumber daya ekonomi secara lebih adil dan merata dengan cara-cara yang bermartabat.

Prakarsa mengusulkan dua skema. Pertama, bernama Bantuan Tunai Korona atau Batuna. Batuna merupakan bantuan dalam skenario minimum. Bantuan mempertimbangkan aspek kemampuan fiskal pemerintah, memprioritaskan rumah tangga miskin, rumah tangga kurang mampu dan rumah tangga terdampak pandemi, dan menambal “exclusion error” program perlindungan sosial yang sudah berjalan.

Bantuan ini ditujukan bagi 10 juta rumah tangga miskin, rumah tangga tidak mampu dan rumah tangga terdampak pandemi virus korona. Batuna diberikan selama 6 bulan, dari April hingga September 2020, dengan nominal Rp2 juta/rumah tangga/bulan. Skema ini hanya membutuhkan dana Rp120 triliun.

Kedua, Jaminan Penghasilan Semesta atau Jamesta. Ini merupakan bantuan penghasilan dasar tanpa syarat bagi semua warga dalam skenario optimum. Bantuan mempertimbangkan aspek pengerahan sumber daya fiskal secara optimal untuk perlindungan sosial, mempercepat dan menyederhanakan proses penyaluran, aspek kecepatan dan ketepatan, semua warga menerima, memperkuat relasi sosial dan pemerataan yang berkeadilan, menghindari “exclusion error” secara total; dan konsolidasi perlindungan sosial yang beragam.

Jamesta menyasar semua warga usia produktif, berusia 15-64 tahun, dan semua warga usia lanjut usia atau lebih 65 tahun. Total warga penerima sebanyak 203 juta jiwa, terdiri dari 185 juta jiwa usia produktif dan 18 juta jiwa lanjut usia. Jamesta dikucurkan selama 3 bulan, April – Juni 2020, dengan nominal Rp500.000 per individu per bulan. Skema ini membutuhkan anggaran sebesar Rp304,5 triliun.

Menurut Ah Maftuchan, Direktur Esekutif Perkumpulan Prakarsa, perlindungan sosial pada era pandemi virus korona harus komprehensif. 'Kail' dan 'ikan' harus diberikan bersamaan dalam jumlah memadai.

"Program bantuan tunai yang ada saat ini belum fit dengan krisis multidimensi yang dipicu pandemi. Agar daya beli terjaga, standar hidup layak terjaga, dan kebahagiaan dapat diwujudkan, pemerintah harus segera mengeluarkan program bantuan tunai tanpa syarat," tulis Maftuchan.

Berita Lainnya
×
tekid