sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BPK simpulkan pencegahan belum efektif, KPK: Sengaja minta diaudit

Permintaan tersebut dilayangkan karena KPK ingin mendapatkan penilaian objektif mengenai kinerja Direktorat LHKPN.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Senin, 12 Jul 2021 10:01 WIB
BPK simpulkan pencegahan belum efektif, KPK: Sengaja minta diaudit

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku, sengaja meminta Kedeputian Pencegahan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu merespons Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Sementara (IHPS) II 2020 oleh BPK yang merupakan audit pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas kinerja KPK.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding, mengklaim, permintaan tersebut dilayangkan karena KPK ingin mendapatkan penilaian objektif mengenai kinerja Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Gratifikasi, penelitian dan pengembangan (Litbang), Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) dan Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah).

"BPK menyetujui. Namun hanya unit kerja Korsupgah yang akan diaudit kinerja, karena keterbatasan sumber daya BPK. Direktorat Dikyanmas dan Korsupgah pada 2020, masih berada di bawah Kedeputian Pencegahan," jelas Ipi dalam keterangannya, Senin (12/7).

Menurut Ipi, hasil audit kinerja yang disampaikan BPK untuk ditindaklanjuti antara lain terkait Peraturan Komisi atau Perkom Nomor 7 Tahun 2020. KPK klaim menghormati hasil audit BPK dan telah menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan.

"Tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan Perkom 7 Tahun 2020 saat ini sedang berjalan, sebagaimana telah diputuskan dalam rapat evaluasi atas audit kinerja pada April 2021," ucapnya.

Sebelumnya, dalam IHPS II 2020 BPK menyimpulkan efektivitas pengelolaan fungsi pencegahan korupsi dan pengelolaan benda sitaan serta barang rampasan tindak pidana korupsi belum efektif. BPK menemukan masih ada masalah, seperti perubahan peraturan KPK belum sepenuhnya mendukung tugas dan fungsi koordinasi bidang pencegahan dan pengelolaan atas benda sitaan dan barang rampasan.

"Di antaranya, penyusunan Perkom Nomor 7 Tahun 2020 belum didukung kajian, analisis, dan penyelarasan yang memadai serta terdapat tugas dan fungsi yang tidak lagi diatur dalam Perkom 7 Tahun 2020," demikian isi IHPS II 2020 BPK seperti dikutip Alinea.id.

Tugas dan fungsi yang dimaksud, antara lain kewenangan dan dan unit kerja pelaksana tugas koordinasi pencegahan KPK, tugas dan fungsi Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi), pelaksana fungsi pengembangan aplikasi sistem informasi dan data Direktorat Labuksi, serta uraian pekerjaan terkait pengelolaan titipan uang sitaan dan uang gratifikasi.

Sponsored

"Akibatnya, upaya untuk memperkuat fungsi pencegahan dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan berpotensi tidak dapat dilaksanakan secara efektif, serta potensi tidak terlaksananya payung hukum yang dapat menjadi dasar pelaksanaan kegiatan," kata BPK.

Hal lain, upaya pencegahan korupsi melalui fungsi koordinasi dan monitoring pada kegiatan Monitoring Center for Prevention (MCP) belum dilaksanakan secara memadai. Di antaranya, pada dukungan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan fungsi koordinasi dan monitoring pencegahan korupsi belum optimal.

Lalu, proses penyusunan indikator dan subindikator, pembobotan nilai area intervensi pencegahan korupsi pada tata kelola pemerintah daerah belum memadai dan urung melibatkan kementerian/lembaga/pemda sebagai stakeholder, dan penerapan pedoman kegiatan monitoring pencegahan korupsi pada tata kelola pemda belum sepenuhnya konsisten.

"Akibatnya, kegiatan MCP oleh Unit Kerja Korsupgah belum optimal dalam mendukung upaya pencegahan korupsi," bunyi IHPS II 2020 BPK yang terbit pada Maret 2021.

Berita Lainnya
×
tekid