Bupati Kapuas dan istri diduga pakai uang korupsi untuk bayar 2 lembaga survei
Ben Brahim juga diduga menerima sejumlah uang dari pihak swasta terkait pemberian izin lokasi perkebunan di Kapuas.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan dana dugaan korupsi Ben Brahim S. Bahat dan Ary Egahni dimanfaatkan untuk membayar dua lembaga survei. Pembayaran itu diduga menggunakan uang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun pihak swasta serta suap terkait izin lokasi perkebunan.
Ben Brahim adalah Bupati Kapuas 2013-2018 dan 2018-2023, sedangkan Ary merupakan anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem. Keduanya merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan anggaran seolah-olah utang kepada penyelenggara negara dan penerimaan suap di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Ada pun dua lembaga survei yang dikabarkan menerima pembayaran tersebut yakni Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia.
"Sejauh ini, informasi yang kami terima dari hasil pemeriksaan betul ya," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (29/3).
Kendati demikian, Ali masih enggan berkomentar lebih lanjut terkait hal tersebut. Ia hanya mengatakan temuan pemeriksaan penyidik terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat pasangan suami istri itu masih didalami.
"Tentu perlu pendalaman-pendalaman lebih lanjut nantinya pada proses penyidikan yang sedang berjalan ini," ujarnya.
Ben dan Ary telah ditahan di Rutan KPK selama 20 hari pertama hingga 16 April 2023. Perkara ini berawal dari suap berupa fasilitas, barang mewah, dan uang kepada Ben Brahim dan Ary Egahni dari berbagai SKPD di Pemkab Kapuas dan swasta. Salah satu sumber uang untuk Ben dan Ary berasal dari berbagai pos anggaran resmi SKPD Pemkab Kapuas.
Fasilitas dan uang tunai tersebut untuk memenuhi kebutuhan pribadi keduanya, seperti biaya operasional saat Pemilihan Bupati (Pilbup) Kapuas dan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalteng.
"Termasuk untuk keikutsertaan AE, yang merupakan istri BBSB, dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di tahun 2019," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, Selasa (28/3).
Ben Brahim juga diduga menerima sejumlah uang dari pihak swasta terkait pemberian izin lokasi perkebunan di Kapuas. Politikus Partai Golkar ini disebutkan meminta swasta menyiapkan massa saat dirinya dan istrinya menjadi kontestan pemilihan umum (pemilu). Uang hasil praktik korupsi itu pun disinyalir untuk membayar lembaga survei.
"Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE, sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 miliar, yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," tutur Johanis.
Atas perbuatannya, Ben Brahim dan Ary Egahni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Buntut panjang peretasan bank syariah terbesar
Minggu, 28 Mei 2023 06:30 WIB
Seberapa sakti nomor urut caleg di Pemilu 2024?
Jumat, 26 Mei 2023 15:05 WIB