sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

DPR minta ojol bikin tim kecil

DPR akan panggil Nurhayati, istri Menteri Bappenas Suharso Munoarfa.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Jumat, 28 Feb 2020 18:13 WIB
DPR minta ojol bikin tim kecil

Dua pimpinan DPR RI menemui ribuan pengemudi ojek daring atau ojek online (ojol) saat aksi demonstrasi di depan gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Jumat (28/2). Mereka adalah Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Amhad dan Rachmat Gobel.

Dikatakan Dasco, pimpinan DPR sangatlah mengapresiasi segala tuntutan yang disampaikan oleh ribuan pengemudi ojol. Politikus Gerindra ini meminta mereka membuat tim kecil, semacam organisasi ojol untuk menjadi jembatan dialog antara pengemudi ojol dan DPR.

"Kawan-kawan nanti membentuk tim kecil untuk menyampaikan UU yang dibikin, sehingga aspirasi kawan-kawan bisa tertampung. Secepatnya tim kecil nanti setelah reses kami buat pertemuan berkala, pertemuan ini penting untuk mendengar masukan-masukan dari kawan-kawan," katanya.

Senada disampaikan oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi NasDem, Rachmat Gobel. DPR, kata dia, amat memahami apa mereka rasakan dan inginkan.

Lebih jauh, Gobel berjanji akan memanggil Wakil Ketua Komisi V Nurhayati Munoarfa karena dinilai membuat pernyataan yang meresahkan pengemudi ojol.

Hal ini menyusul kemarahan para pengemudi atas pernyataan istri Menteri Bappenas Suharso Munoarfa itu. Para demonstran meminta Nirhayati menarik pernyataannya. Jika tidak, mereka ingin Nurhayati dipecat sebagai anggota dewan.

"Ada statement yang membuat binggung saya akan memanggil (Nurhayati Monoarfa, red)," kata Gobel.

Diketahui, ribuan pengemudi ojek online menggeruduk Kompleks Parlemen guna menuntut DPR untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Sponsored

Selain revisi regulasi UU LLAJ, mereka juga marah akan masukan Nurhayati yang ihwal pembatasan kepemilikan kendaraan agar tidak terjadi kesemrawutan di jalan raya.

Pernyataan Nurhayati

Melansir laman dpr.go.id, Nurhayati Monoarfa diketahui memberikan masukan sebagai wacana kepada Komisi V untuk mengatur jumlah kendaraan di jalan raya dengan cara pembatasan kepemilikan kendaraan.

Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu langkah mengatasi kesemrawutan di jalan raya. Wacana ini termasuk pembatasan kepemilikan kendaraan roda dua atau sepeda motor.

Selain itu, Nurhayati juga mengemukakan pendapatnya soal pentingnya pemberlakuan aturan mengenai area mana saja yang diperbolehkan bagi kendaraan roda dua untuk melintas.

Berkaca dari sejumlah jalan nasional negara di dunia seperti di Tiongkok, ia mengatakan tidak ada kendaraan roda dua di jalan raya nasionalnya, kecuali kendaraan roda dua dengan kapasitas mesin di atas 250 cc.

Pernyataan tersebut dikemukakan Nurhayati saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar, guna membahas masukan Penyusunan RUU Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ dan RUU Revisi UU Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).

"Itu mungkin yang harus kita atur kendaraan roda dua ini. Di area mana sajakah yang boleh roda dua untuk melintas. Yang pasti, jika berkaca dari jalan nasional diseluruh dunia, tidak ada roda dua melintas. Di manapun, di seluruh dunia kecuali di atas 250 cc. Di jalan kabupaten, kota, provinsi juga tidak ada. Tetapi, adanya di jalan-jalan perumahan atau di jalur-jalur yang memang tidak dilintasi kendaraan umum. Itu yang mungkin akan kita atur dalam undang-undang," papar Nurhayati.

Politikus PPP itu menegaskan wacana pembatasan kepemilikan dan pengaturan area lintas itu tidak serta merta melarang penggunaan kendaraan roda dua.

Lebih lanjut, dia menyatakan tidak menutup mata soal pentingnya kendaraan roda dua yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Oleh sebab itu, ia menegaskan hanya akan mewacanakan pengaturan pembatasan kepemilikan kendaraan roda dua serta pengaturan area kendaraan roda dua dengan tetap mengakomodir kendaraan roda dua bagi masyarakat.

"Tidak adanya roda dua pun akan menyulitkan masyarakat luas. Di tempat-tempat seperti Jakarta, mungkin tidak menjadi masalah karena kendaraan umumnya sudah baik seperti adanya MRT dan lain-lain. Tetapi, di daerah-daerah lain itu mungkin agak kesulitan kalau kendaraan roda dua tidak diakomodir. Tetapi, area dimana kendaraan roda dua bisa melintas mungkin itu yang bisa kita atur," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid