sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

IDI bantah ancam mogok tangani pasien Covid-19

"Tidak ada ancaman mogok oleh petugas/tenaga kesehatan".

Khudori
Khudori Sabtu, 28 Mar 2020 15:57 WIB
IDI bantah ancam mogok tangani pasien Covid-19

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membantah mengancam akan mogok melakukan perawatan pasien coronavirus (Covid-19) bila alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis tak terpenuhi. Klarifikasi itu disampaikan Pengurus Besar IDI ke Dewan Pers hari ini.

"Tidak ada ancaman mogok oleh petugas/tenaga kesehatan," bunyi surat klarifikasi IDI, Sabtu (28/3), yang ditandatangani oleh Ketua Umum IDI Daeng M Faqih.

Petugas kesehatan, tulis surat itu, tetap bersama rakyat di lini depan untuk menolong dan merawat warga yang sakit karena virus Covid-19.

Berikutnya, IDI mengimbau kepada semua pihak untuk lebih bekerja keras dalam menangani Covid-19, termasuk membantu penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai bagi petugas kesehatan.

Terakhir, IDI mengimbau petugas kesehatan untuk lebih berhati-hati dan memastikan mematuhi SOP pemakaian APD dalam merawat pasien Covid-19.

Saat diklarifikasi ihwal surat ke Dewan Pers itu, Daeng mengamininya. "Benar (ada surat itu)."

Isi surat ini bertolak belakang dengan surat IDI sebelumnya. Begini bunyi pernyataan IDI, Jumat (27/3) kemarin:

"Maka, kami meminta terjaminnya Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai untuk setiap tenaga kesehatan. Bila hal ini tidak terpenuhi, maka kami meminta kepada anggota profesi kami untuk sementara tidak ikut melakukan perawatan penanganan pasien Covid-19 demi melindungi dan menjaga keselamatan sejawat."

Pernyataan IDI tersebut didukung organisasi lainnya yaitu profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, dan Ikatan Apoteker Indonesia.

Sponsored

Daeng M Faqih meminta tidak ada penafsiran lain dari isi surat yang dia teken kemarin itu. "Jangan ditafsirkan lain. Tidak ada ancaman mogok," kata dia kepada Alinea.id, Sabtu (28/3).

IDI, jelas Daeng, memang meminta pemenuhan ketersediaan APD yang memadai. Kepada para koleganya yang bekerja di titik terdepan diminta berhati-hati dan memastikan memakai APD saat merawat pasien Covid-19.

"Tapi kami tidak mengancam mogok," ia mengulangi pernyataan.

Daeng juga membantah mendapatkan tekanan hingga perlu mengirim surat klarifikasi ke Dewan Pers. Surat itu, jelas dia, untuk meluruskan pemberitaan yang dinilai kurang pas. Apalagi, sekarang semua pihak tengah berkolaborasi dan gotong royong menangani Covid-19.

Jumlah tenaga kesehatan yang terjangkit Covid-19 semakin meningkat, termasuk yang meninggal. Sebagai petugas di ujung depan, setiap tenaga kesehatan berisiko tertular Covid-19.

Jumlah tenaga medis di Jakarta yang terpapar, sampai Jumat (27/3) kemarin, mencapai 50 orang. Dua di antaranya meninggal. Se-Indonesia yang meninggal, kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI), Ede Surya Darmawan, sekitar 6-8 dokter.

Selain keterbatasan APD, ini terjadi karena beban kerja berlebih dokter. Sebelum merebak corona, rumah sakit di Jakarta sudah disesaki pasien BPJS Kesehatan.

"Selama ini, (saat) belum ada corona saja, pasien rumah sakit sudah ngantre. Karena di situ sudah ditumpuki pasien BPJS ditambah pasien Covid-19. Itu persoalannya," kata Ede kepada Alinea.id, Kamis (26/3).

Sementara itu, pemerintah terus berupaya memenuhi kebutuhan APD untuk tenaga medis. Salah satunya dengan menggenjot produksi dalam negeri maupun impor.

"Kita memerlukan jutaan atau sekurang-kurangnya ratusan ribu menurut rapat tadi. Misalnya, situasi ini akan berlangsung sampai sekian bulan," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Jakarta, Jumat (27/3).

Stok APD yang saat ini berjumlah 19.000 unit, sebagaimana disampaikan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Namun, menurut Mahfud, jumlah tersebut belum cukup.

Kendati demikian, pemerintah terus mengupayakan ketersediaannya. Caranya, dicukupi dengan mengimpor dari luar negeri yang dalam waktu tidak lama akan segera tiba di Indonesia.

"Berapa negara yang menawari, kita enggak hitung negaranya. Pokoknya sekarang kita sudah menyiapkan itu, APD," ujarnya.

Cara lainnya untuk memenuhi kebutuhan APD, kata Mahfud, melalui produksi dalam negeri sehingga diharapkan dalam waktu dekat akan segera disiapkan sesuai dengan standar kesehatan yang diatur WHO.

"Sebagian besar perusahaan dalam negeri ternyata sanggup membuat (APD) sehingga nanti diharapkan dalam waktu dekat. Asal dibeli oleh Pemerintah, itu siap membuat dengan standar yang sudah diatur WHO dan kita sudah menghitungnya," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

 

Berita Lainnya
×
tekid