sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Keluh kesah Anwar Usman sebagai sikap ketidaknegarawanan

Seluruh hakim konstitusi dapat mengembalikan kewibawaan, keluhuran, dan marwah Mahkamah Konstitusi (MK)

Hermansah
Hermansah Kamis, 09 Nov 2023 12:47 WIB
Keluh kesah Anwar Usman sebagai sikap ketidaknegarawanan

Anwar Usman menolak mundur. Anwar malah menilai, derajat, harkat dan martabatnya selama hampir 40 tahun telah dilumatkan oleh sebuah fitnah yang amat kejam dan keji. 

"Tetapi, saya tidak pernah berkecil hati. Dan pantang mundur dalam menegakkan hukum dan keadilan di negara tercinta. Saya tetap yakin bahwa sebaik-baiknya skenario manusia siapapun untuk membunuh karakter, karir, harkat martabat, dan keluarga besar saya, tentu tidak akan lebih baik dan indah dibandingkan skenario atau rencana Allah SWT," papar dia dalam keterangannya yang dipantau online, Kamis (9/11). 

Sikap pantang mundur itulah yang kemudian dikatakan analis dan pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago kalau penyelenggara negara di negara ini, sedang senang memainkan drama. Padahal, hal itu bakal menyebabkan masyarakat tidak bisa memegang omongan penyelenggara negara.

Dia merujuk pernyataan Anwar Usman yang seolah-olah menjadi korban dari putusan MKMK. Padahal, Anwar Usman sangat jelas dan meyakinkan merupakan aktor utama dari lolosnnya putusan MK atas perkara Nomor 90.PUU-XXI.2023 yang kemudian membuka ruang bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.

Sementara Ketua MHH PP Muhammadiyah Trisno Raharjo menyebutkan, keterangan yang diungkapkan Anwar Usman kepada wartawan, malah semakin menunjukkan kurangnya kredibilitas yang bersangkutan. Sebab dalam kesempatan itu, Anwar Usman seolah mengungkapkan bahwa dirinya merupakan korban dan teraniaya.

"Yang bersangkutan terlihat emosional dan tidak menunjukkan sikap kenegarawanan," kata dia, saat dihubungi Alinea.id, Kamis (9/11).

Untuk itu, dia mengharapkan agar seluruh hakim konstitusi dapat mengembalikan kewibawaan, keluhuran, dan marwah Mahkamah Konstitusi (MK), melalui sikap-sikap kenegarawanan yang dimanifestasikan ke dalam putusan dan sikap-sikap lainnya yang tertuang dalam Sapta Karsa Hutama.

Soal keengganan Anwar Usman mundur dari posisinya sebagai hakim konstitusi, dia menyebut, hal itu merupakan kesadaran pribadinya. Terlebih, dalam putusannya MKMK tidak memberhentikan Anwar Usman sebagai hakim konstitusi.

Sponsored

Walaupun sebenarnya, masih ada peluang lain untuk memaksa mundur Anwar Usman. Di antaranya dengan penarikan dukungan dari lembaga yang mengusulkannya, yakni Mahkamah Agung (MA). Mekanisme ini sebenarnya tidak lazim. Tetapi, itu bisa saja dilakukan. Apalagi, MKMK telah putuskan kalau Anwar Usman terbukti melanggar kode etik berat karena konflik kepentingan dalam perkara yang diperiksa dan diputuskan.

"Kita serahkan kepada MA. Apakah mau mengambil putusan melakukan recall Anwar Usman karena telah melanggar kode etik berat. Apakah MA mau? Sebenarnya, jika MA mengambil pilihan itu, saya rasa itu yang paling rasional pada saat ini," kata dia.

Sementara, dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ismail Hasani menyebutkan, putusan MKMK menjadi opium dan obat penawar sesaat atas amarah publik yang kecewa dan marah dengan Putusan 90/PUU-XXI/2023, yang menjadi puncak kejahatan konstitusi (constitutional evil) dan matinya demokrasi di Indonesia.

Kemarahan publik bukan hanya soal kandidasi Gibran Rakabuming Raka, putera Presiden Jokowi, yang melaju pesat menjadi calon wakil presiden dengan landasan Putusan 90, tetapi yang utama justru karena peragaan kekuasaan yang merusak hukum dan konstitusi guna mencapai kehendak dan kekuasaan.

"Demokrasi telah menjelma menjadi vetokrasi. Di mana sekelompok orang dan kelompok kepentingan yang sangat terbatas, mengorkestrasi MK untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka mengikuti kandidasi pilpres dengan dengan memblokir kehendak demokrasi dan konstitusi," ucap dia.

Maka, untuk memulihkan marwah mahkamah, dia mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai hakim MK, sehingga tidak lagi membebani mahkamah.

Sekalipun nyaris kehilangan harapan, ruang untuk memulihkan kualitas demokrasi dan nomokrasi sesuai UUD Negara RI 1945, namun sebenarnya masih ada ruang bisa dilakukan oleh MK. Di mana, MK sedang menyidangkan perkara uji materiil syarat capres dan cawapres dan juga menyidangkan perkara uji formil atas putusan 90 yang diajukan Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, atas nama Konstitusi bisa mengoreksi putusan 90, meski tidak akan mampu menahan laju Gibran masuk gelanggang pilpres.

Berita Lainnya
×
tekid