sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KMMSAJ: Transisi pengelolaan air Jakarta minim partisipasi publik dan tak transparan

Minimnya partisipasi publik dan gelapnya proses transisi pengelolaan air memungkinkan adanya upaya pemprov memperpanjang kontrak.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Rabu, 23 Mar 2022 07:47 WIB
KMMSAJ: Transisi pengelolaan air Jakarta minim partisipasi publik dan tak transparan

Upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan transisi konsesi pengembalian pengelolaan air, yang digadang-gadang berlangsung 6 bulan, dinilai minim partisipasi publik dan tidak transparan. Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) pun pesimistis dengan proses penghentian privatisasi air.

Sebagai informasi, proses kontrak perjanjian kerja sama terkait privatisasi air Jakarta ini bakal berakhir pada 2023. Pemprov Jakarta pun mulai ancang-ancang melakukan transisi konsesi pengelolaan air.

KMMSAJ menyatakan, minimnya partisipasi publik dan gelapnya proses transisi pengelolaan air tersebut memungkinkan adanya upaya pemprov memperpanjang kontrak privatisasi. 

"Padahal, dibandingkan dengan menyerahkan pengelolaan air bersih di DKI Jakarta kepada swasta, ada banyak solusi alternatif yang bisa dilakukan oleh pemerintah," ucap KMMSAJ dalam keterangan tertulis, Selasa (22/3). "Di antaranya, pengembalian pengelolaan air kepada badan usaha milik negara/daerah (BUMN/BUMD) atau menyerahkan pengelolaan tersebut langsung kepada masyarakat."

Privatisasi air di Jakarta, terang KMMSAJ, terjadi akibat perjanjian kerja sama negara dengan swasta sejak 1998 dan masih berlangsung sampai sekarang. Langkah tersebut pun inkonstitusional lantaran bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Privatisasi air pun sedikitnya menimbulkan problem di tengah masyarakat. Pertama, tarif air mahal.

Pada awal konsesi, tarif yang dikenakan sebesar Rp1.700/m3. Sebagai dampak dari automatic tariff adjustment policy, tarif pada 2012 melonjak menjadi Rp7.020/m3.

Kedua, ketersediaan air rendah. Ini ditandai dengan masih banyaknya keluhan pelanggan tentang kualitas hingga pengadaan aliran air masih kurang memadai.

Sponsored

"Data ketersediaan air bersih yang dirilis oleh PAM Jaya pada tahun 2017 menyebut, cakupan pelayanan dan akses terhadap air bersih baru mencapai 60% dari total penduduk DKI Jakarta. Artinya, selama 20 tahun lebih privatisasi air, jumlah penduduk yang terlayani hanya meningkat 15% dari kondisi sebelum privatisasi," bebernya.

Ketiga, negara merugi karena mesti menanggung kewajiban pemenuhan hak atas air. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jakarta mencatat, kerugian yang diderita PAM Jaya sejak meneken kontrak privatisasi air hingga Desember 2015 mencapai Rp1,4 triliun. Kerugian muncul karena harus membayar kewajiban (shortfall) perusahaan swasta Rp395 miliar dan Rp237,1 miliar.

"Keempat, kurangnya transparansi dan akuntabilitas. Sampai dengan 2013, dokumen kerja sama antara PAM Jaya dengan korporasi swasta tidak pernah diungkap di publik, padahal publik memiliki hak mengetahui setiap perjanjian kerjasama yang dibuat oleh pemerintah dengan pihak swasta dalam pengelolaan barang publik sebagai bagian dari keterbukaan informasi publik," tuturnya.

Terakhir, beban berlapis bagi perempuan karena berperan sebagai penyedia air keluarga dan rumah tangga. Kondisi ini memaksa perempuan harus bekerja dan berpikir lebih keras untuk memastikan ketersediaan air.

"Perempuan juga terpaksa menggunakan air dengan kualitas yang buruk hingga mengakibatkan gangguan kulit dan kesehatan reproduksi," tegasnya.

Bagi KMMSAJ, perayaan Hari Air Internasional seharusnya mengingatkan masyarakat, bahwa setiap makhluk hidup di muka bumi berhak atas akses atas air bersih, sebanyak-banyaknya, dan seluas-luasnya. "Terlebih, pada situasi pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung, air bersih adalah kebutuhan dasar untuk dapat hidup sehat dan selamat dari penyebaran virus."

Atas dasar itu, dalam rangka memperingati Hari Air internasional 2022, KMMSAJ mendesak Pemprov Jakarta menyetop privatisasi air. Lalu, membuka partisipasi publik atas proses transisi konsesi pengelolaan air dan menjamin pemulihan hak masyarakat miskin, khususnya kelompok rentan, terdampak privatisasi air.

Berita Lainnya
×
tekid