sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komnas HAM ungkap 7 pelanggaran HAM dalam tragedi Kanjuruhan

Hasil penyelidikan Komnas HAM dalam tragedi Kanjuruhan menemukan jumlah gas air mata yang ditembakkan dalam stadion total sebanyak 45 kali.

Gempita Surya
Gempita Surya Kamis, 03 Nov 2022 07:38 WIB
Komnas HAM ungkap 7 pelanggaran HAM dalam tragedi Kanjuruhan

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memaparkan tujuh poin pelanggaran HAM dalam tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Peristiwa ini mengakibatkan sedikitnya 135 korban meninggal dunia, serta ratusan lainnya mengalami luka-luka dan tengah menjalani perawatan.

Pertama, terkait penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force) yang tercermin pada penggunaan gas air mata dalam proses pengamanan pertandingan di dalam stadion. Padahal, merujuk statuta FIFA, penggunaan gas air mata dalam stadion jelas dilarang.

Terlebih, hasil penyelidikan Komnas HAM dalam tragedi Kanjuruhan menemukan jumlah gas air mata yang ditembakkan dalam stadion total sebanyak 45 kali. Sehingga, Komnas HAM meyakini tembakan gas air mata menjadi penyebab kepanikan massa yang berujung pada ratusan korban berjatuhan.

"Ini problem yang serius. Penembakannya itu diarahkan ke tribun dengan jumlah yang sangat besar. Dalam 9 detik ada 11 tembakan, ada 45 (kali) tembakan, kalau kita perkirakan dalam 1 tembakan ada 3 peluru, ya ada 135 tembakan," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam keterangan pers, Rabu (2/11).

Kedua, hak memperoleh keadilan. Anam mengatakan, saat ini proses penegakan hukum yang dilakukan belum mencakup keseluruhan pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam pelaksanaan pertandingan dan kompetisi.

Menurut dia, aparat penegak hukum seharusnya memastikan seluruh pihak di lapangan maupun pihak yang bertanggung jawab membuat aturan harus dimintai pertanggungjawaban apabila melanggar ketentuan.

Adapun pelanggaran HAM ketiga yakni hak untuk hidup. Disampaikan Anam, kematian 135 orang merupakan pelanggaran hak untuk hidup.

"Hal itu terlihat dari tidak dilakukan beberapa hal, di antaranya penilaian terhadap pertandingan berisiko tinggi (high risk), kelayakan stadion, penempatan petugas keamanan yang tidak sesuai dengan regulasi keselamatan dan keamanan," papar dia.

Sponsored

Keempat, yakni pelanggaran terhadap hak atas kesehatan. Anam menilai, jatuhnya banyak orang dalam tragedi Kanjuruhan diakibatkan oleh penggunaan gas air mata. Terlebih, penggunaan gas air mata dalam kondisi tertentu dapat menyebabkan luka permanen dan trauma.

"Pelanggaran hak atas kesehatan ini yang paling penting adalah memastikan, di samping sudah banyak bantuan dan lain sebagainya, tapi memastikan bagaimana (pemulihan) korban-korban yang potensial mengalami gangguan kesehatannya secara permanen," terang Anam.

Berikutnya, yakni pelanggaran hak atas rasa aman. Disampaikan Anam, hal ini tercermin dalam tidak adanya tindakan konkret serta penanganan yang maksimal dari PSSI terhadap status pertandingan berisiko tinggi (high risk). Bahkan, lanjut dia, tidak ada indikator dalam menilai suatu pertandingan berisiko tinggi atau tidak.

Keenam, pelanggaran terhadap hak anak. Dalam catatan Komnas HAM, jelas Anam, ada 38 anak meninggal dunia per 11 Oktober 2022 akibat tragedi Kanjuruhan.

"Selain itu, anak-anak juga mengalami trauma sehingga perlu adanya mekanisme khusus penanganan terhadap anak," ucapnya.

Terakhir, yaitu pelanggaran terhadap bisnis dan HAM. Anam mengatakan, entitas bisnis yang mengabaikan HAM akan berdampak sangat buruk bagi masyarakat.

Oleh karenanya, menurut Anam, diperlukan kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak sebagai upaya perlindungan dan pemenuhan HAM sesuai Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia.

Dalam penyelenggaraan kompetisi Liga I BRI 2022-2023 yang melibatkan PT LIB sebagai operator dan Indosiar sebagai broadcaster, serta Arema FC sebagai peserta kompetisi, masing-masing pihak memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mematuhi prinsip-prinsip panduan bisnis dan HAM.

"Diharapkan dapat mencegah terjadinya keberulangan, dan tentunya pemulihan terhadap korban melalui perumusan kebijakan, peraturan dan penegakan hukum," pungkas Anam.

Berita Lainnya
×
tekid