sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Korupsi di Garuda Indonesia, KPK panggil Hadinoto Soedigno

Meski telah menyandang status tersangka sejak 7 Agustus 2019, KPK hingga kini belum menahan Hadinoto Soedigno.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Selasa, 29 Okt 2019 12:27 WIB
Korupsi di Garuda Indonesia, KPK panggil Hadinoto Soedigno

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Hadinoto Soedigno. Dia akan diperiksa terkait kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C di PT Garuda Indonesia (Persero).

Hadinoto yang kini berstatus tersangka pada perkara tersebut dibutuhkan KPK terkait keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero), Emirsyah Satar.

“Yang bersangkutan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar),” kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (29/10).

Dalam perkara ini, penyidik KPK fokus mendalami proses pengadaan pesawat dan mesin pesawat di Garuda Indonesia. Proses penelusuran untuk mengusut kasus ini KPK memeriksa Hadinoto sebelumnya atau pada 11 Oktober 2019. 

Meski telah menyandang status tersangka sejak 7 Agustus 2019, KPK hingga kini belum menahan Hadinoto Soedigno. Ia ditetapkan tersangka bersama bosnya, Emirsyah Satar. Bersama Emirsyah, Hadinoto diduga kuat telah menerima sejumlah uang dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris Rolls Royce.

Uang tersebut merupakan suap karena Garuda Indonesia memilih Rolls Royce untuk pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014. Pembelian mesin pesawat itu dilakukan PT Garuda Indonesia Tbk melalui Soetikno Soedardjo yang saat itu menjabat sebagai beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd.

Uang yang diterima Hadinoto diduga sebesar 2,3 juta dolar Singapura dan 477.000 Euro. Uang itu diberikan oleh bos PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedardjo dengan mengirimkannya ke rekening Hadinoto yang berada di Singapura.

Sedangkan Emirsyah ditaksir menerima Rp5,79 miliar. Uang itu disinyalir digunakan untuk membayar satu unit rumah yang berlokasi di Pondok Indah. Tak hanya itu, Satar juga diduga menerima 680.000 Dolar Singapura dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan miliknya di Singapura serta 1,2 juta Dolar Singapura untuk pelunasan Apartemen di Singapura.

Sponsored

Karena itu, KPK kemudian menetapkan ketiganya sebagai tersangka. Atas perbuatannya, Emirsyah disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sementara Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Berita Lainnya
×
tekid