sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Membaca manuver Anies Baswedan saat kerusuhan 22 Mei

Sejumlah pihak menuding, gerak agresif Anies Baswedan setelah kerusuhan 21-22 Mei menyalahi wewenang.

Akbar Persada Armidis
Akbar Persada | Armidis Senin, 03 Jun 2019 20:07 WIB
Membaca manuver Anies Baswedan saat kerusuhan 22 Mei

Tak ada upaya pencegahan

Sigid Rochadi menilai, sebagai kepala daerah yang punya tanggung jawab wilayah, Anies seharusnya membuat imbauan agar massa tak membludak. Sigid memandang, Anies mampu melakukan pencegahan itu.

"Sepertinya memang tidak ada kegiatan dari kepala daerah untuk mengantisipasi terjadinya peristiwa itu, untuk memobilisasi sumber daya dan aparatur, untuk mencegah agar peristiwa itu jangan sampai terjadi," kata Sigid.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengkritik lebih tajam lagi. Ia mengatakan, Anies tak memiliki jiwa kepimpinan yang mumpuni. Ketidakmampuan itu, kata dia, terlihat saat berhadapan dengan persoalan kerusuhan. Trubus menyoroti, langkah Anies terbukti tak punya keterampilan pemerintahan yang baik.

"Kalau pun mesti dia yang harus mengumumkan seharusnya berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Itu kan wewenangnya kepolisian," kata Trubus saat dihubungi, Senin (3/6).

Sejumlah warga melintasi ban yang dibakar di tengah Jalan KS. Tubun, Petamburan, Jakarta Pusat, Rabu (22/5). /Antara Foto.

Selain itu, kata Trubus, gubernur punya sumber daya yang cukup untuk mengantisipasi peristiwa yang bakal memakan korban jiwa.

"Kan dia bisa mengumpulkan aparatnya, seperti RT, RW, lurah untuk berkoordinasi. Termasuk dengan kepolisian dan TNI dalam rangka mencari jalan keluar agar tidak terjadi kericuhan di Ibu Kota," tutur Trubus.

Sponsored

Senada dengan Trubus, Gembong Warsono juga melihat tak ada langkah antisipatif dari Anies. Hal ini kontradiktif dengan upaya mengumumkan jumlah korban jiwa dan luka-luka.

Gembong memandang, hal itu berbeda dengan sejumlah kepala daerah yang justru mengimbau warganya tak datang ke Jakarta, jauh hari sebelum pengumuman rekapitulasi suara hasil Pemilu 2019 oleh KPU.

"Seperti Gubernur Jawa Barat, Wali Kota Cimahi, lalu Wali Kota Magelang. Semuanya mengimbau warganya untuk tidak datang ke Jakarta. Tapi sayangnya hal itu tidak dilakukan Anies," ucap Gembong.

Dana pengobatan

Sejumlah relawan membawa korban kericuhan Aksi 22 Mei di RSUD Tarakan, Jakarta Pusat, Rabu (22/5). /Antara Foto.

Trubus Rahadiansyah mengatakan, Anies pun blunder saat memakai APBD untuk membiayai korban luka akibat kerusuhan. Ia menuturkan, ada mekanisme yang terlewatkan ketika Anies mengumumkan kepada publik bahwa Pemprov DKI Jakarta menanggung biaya pengobatan korban.

“APBD merupakan uang publik. Jika pos anggaran yang dipakai adalah APBD, semestinya Anies melakukan koordinasi dengan DPRD DKI Jakarta sebelum memutuskan,” katanya.

Namun, hal itu dibantah Abdurrahman Suhaimi. Ketua Komisi B bidang Perekonomian tersebut berujar, tak perlu persetujuan DPRD untuk tanggungan biaya perawatan korban selama dirawat di rumah sakit yang ada di bawah Pemprov DKI Jakarta.

Terlebih, Suhaimi meyakini, Dinas Kesehatan DKI Jakarta punya mekanisme dan alokasi tersendiri yang sah untuk menanggung seluruh biaya perawatan korban.

"Ini sama halnya seperti ada korban kecelakaan kemudian meninggal, lalu keluarganya tidak ada dan harus segera dimakamkan. Apa pemerintah harus diam karena tidak ada anggarannya dan menunggu persetujuan DPRD dulu? Tidak. Ini status darurat dan pemerintah harus hadir," tuturnya.

 

Berita Lainnya
×
tekid