sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mendagri terbitkan aturan untuk kontrol penelitian

Lahirnya Permendagri baru ini menurut Tjahjo adalah wujud ihtiar untuk memberi kemudahan pada peneliti dalam memperoleh rekomendasi.

Purnama Ayu Rizky
Purnama Ayu Rizky Selasa, 06 Feb 2018 15:30 WIB
Mendagri terbitkan aturan untuk kontrol penelitian

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menerbitkan aturan baru tentang penelitian. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 2018 tersebut ditandatangai pada 11 Januari 2018. Aturan tersebut merupakan regulasi pengganti Permendagri No. 64 Tahun 2011 junto Permendagri No. 7 Tahun 2014 ini.

Nantinya, seluruh peneliti yang akan melakukan kegiatan penelitian di lingkup nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota, kini wajib mengantongi izin Surat Keterangan Penelitian (SKP). Aturan ini mengikat untuk peneliti berkewarganegaraan Indonesia, sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat (5).

 SKP sendiri dimaksudkan untuk menertibkan urusan administrasi dan pengendalian pelaksanaan penelitian. Hal ini diberlakukan untuk menekan dampak negatif yang bisa muncul dari proses penelitian.

Adapun penerbitan SKP dilakukan oleh tiga instansi, tergantung pada lingkup penelitian. Jika cakupannya hingga tingkat nasional atau lebih dari dua provinsi, maka izin dikeluarkan Mendagri melalui Unit layanan Administrasi. Untuk lingkup provinsi, gubernurlah yang bertugas menerbitkan, lewat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) provinsi. Sementara di tingkat kabupaten/ kota, diwakili PTSP dati II.

Dalam pasal 8 ayat (2), disebutkan permohonan SKP harus ditandatangani oleh beberapa pihak, meliputi peneliti yang diketahui lurah tempat peneliti berdomisili, pimpinan penelitian dari Perguruan Tinggi/ badan usaha/ organisasi masyarakat.

Mendagri Tjahjo Kumolo menyebut penerbitan aturan baru ini dirasa penting, mengingat aturan sebelumnya menyulitkan peneliti dalam mendapatkan rekomendasi penelitian, karena prosesnya yang berlapis.

“Dalam aturan lama, aspek lokasi penelitian dan domisili peneliti dijadikan acuan untuk menentukan lingkup penelitian,” ungkap Tjahjo saat dikonfirmasi Alinea, (6/7).

Lahirnya Permendagri baru ini menurut Tjahjo adalah wujud ihtiar untuk memberi kemudahan pada peneliti dalam memperoleh rekomendasi.

“Kita bahkan memberikan kemudahan untuk peneliti dari kalangan mahasiswa/pelajar dalam rangka tugas akhir, yang dilakukan instansi pemerintah, dengan sumber dana APBN, dan/ atau APBD. Itu pun sudah kita kecualikan,” sambungnya.

Sponsored

Sedangkan saat disinggung mengenai pasal-pasal yang cenderung mengekang peneliti, Tjahjo menilai hal itu perlu dilakukan. Aspek kewaspadaan, kata dia tetap jadi pertimbangan.

“Selain untuk menghindari kerawanan, juga memberi perlindungan pada peneliti itu sendiri,” jelas Tjahjo.

Adapun Pasal yang disinyalir mengandung unsur pengekangan ada di Pasal 2, Pasal 11, dan Pasal 15. Dalam pasal 2 disebutkan, SKP bertujuan untuk menekan dampak negatif. Lebih lanjut dalam Pasal 11 disebutkan, penentuan negatif atau tidaknya, murni menjadi otoritas Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum atau Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. Seandainya lembaga tersebut menilai riset berdampak negatif, maka SKP terancam gagal diterbitkan.

Kemudian di Pasal 15 disebutkan izin yang punya masa berlaku setahun ini tak laik diperpanjang, apabila penelitian yang dilakukan tak selaras dengan izin permohonan data dan berkas. Jika peneliti ditemukan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, norma, dan adat istiadat, SKP wajib dibatalkan perpanjangannya.

Berita Lainnya
×
tekid