sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

MUI minta semua kegiatan keagamaan ditunda

Kontribusi umat menunda kegiatan keagamaan perlu diapresiasi.

Achmad Rizki
Achmad Rizki Kamis, 19 Mar 2020 11:17 WIB
MUI minta semua kegiatan keagamaan ditunda

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta menunda seluruh kegiatan keagamaan. Hal tersebut merupakan salah bentuk dari kontribusi kepentingan umat demi menghindari risiko penyebaran virus corona atau Covid-19.

"Ini bagian dari kontribusi keagamaan kita semata untuk kepentingan menjaga umat. Dan juga penjagaan terhadap norma agama," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, di Gedung BNPB Jakarta, Kamis (19/3).

Menurut dia, masyarakat atau umat beragama di Indonesia tetap penting meneguhkan komitmen menjaga jiwa. Ia mengatakan, bentuk kontribusi umat beragama dalam menunda kegiatan keagamaan perlu diapresiasi. Misalnya, pertemuan di Muara Enim Sumatera Selatan, Ijtima Jemaah Tabligh Dunia di Gowa, Sulawesi Selatan, dan kegiatan umat kristiani di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Masyarakat dan pemuka agama, katanya, secara sadar memilih menunda kegiatan mereka demi mencegah penularan virus tersebut. Langkah itu, diharapkan bisa menjadi contoh di daerah lainnya.

MUI mengapresiasi langkah dari pemuka agama dan masyarakat untuk memilih menunda kegiatan tersebut, demi menjaga penularan virus corona. "Kami memberikan apresiasi atas partisipasi dan juga kontribusi umat beragama. Dengan menunda pertemuan yang seharusnya dilakukan," tandas dia.

Karena itu, MUI mengajak, seluruh umat muslim di tanah air berikhtiar secara bersama-sama sesuai dengan kompetensi masing-masing dalam menghadapi covid-19. 

Fatwa MUI

Untuk menjaga umat dari penyebaran virus corona, MUI mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi pandemik Covid-19 terbagi menjadi sembilan poin.

Sponsored

Poin pertama, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit. Hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

Poin kedua, orang yang telah terpapar virus corona wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Salat Jumat dapat diganti dengan salat Zuhur di tempat kediaman. Sebab, salat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang, sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. 

Dia menyebut, haram melakukan aktivitas ibadah sunah yang membuka peluang terjadinya penularan. Seperti, jemaah salat lima waktu atau rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.

Poin ketiga, yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Yakni, dalam hal berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasar ketetapan pihak yang berwenang, maka boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat Zuhur. Serta meninggalkan jemaah salat lima waktu atau rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.

Selanjutnya, dalam hal berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasar ketetapan pihak berwenang, maka tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona. Seperti, tidak kontak fisik langsung bersalaman, berpelukan, cium tangan, membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.

Keempat, dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan salat Zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19. Seperti jemaah salat lima waktu atau rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.

Kelima, dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan salat Jumat.

Keenam, pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat islam wajib mentaatinya.

Ketujuh, pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Untuk mensalatkan dan menguburkannya, dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.

Kedelapan, umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, zikir, membaca Qunut Nazilah di setiap salat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah Covid-19.

Kesembilan, tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.

Seperti diketahui, kasus infeksi Covid-19 di Indonesia bertambah 55 kasus hingga Rabu (18/3) pukul 12.00 WIB. Jumlah pasien meninggal juga meningkat menjadi 19 orang.

"Total keseluruhan sampai Rabu (18/3) pukul 12.00 WIB adalah 227 kasus positif," kata juru bicara pemerintah dalam penanganan Covid-19 Achmad Yurianto saat menyampaikan keterangan resmi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB, Jakarta, Rabu (18/3). (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid