sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Padamnya listrik di Jakarta jadi uji coba pindah ibu kota?

Di Kalimantan, wilayah yang menjadi lokasi ibu kota baru, pemadaman listrik adalah hal biasa.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Selasa, 06 Agst 2019 22:50 WIB
Padamnya listrik di Jakarta jadi uji coba pindah ibu kota?

Padamnya listrik secara massal di sejumlah wilayah di Pulau Jawa dan Bali pada Minggu (4/8), dan berlanjut keesokan harinya di beberapa wilayah, memicu kehebohan di masyarakat. Presiden Joko Widodo bahkan memarahi direksi PT PLN (Persero) saat mendatangi kantor pusat perusahaan plat merah tersebut keesokan harinya.

Kehebohan ini terasa dapat dimaklumi, karena Ibu Kota negara, Jakarta, terkena imbas pemadaman massal yang terjadi tanpa pemberitahuan. Sejumlah layanan masyarakat, termasuk aktivitas sosial dan ekonomi, terkena dampak signifikan.

Kerugian akibat pemadaman ini diproyeksi mencapai triliunan rupiah. UMKM, pegusaha ritel, hotel, ojek online dan transportasi listrik, hingga pedagang kaki lima dan pedagang ecommerce, terkena imbasnya. 

Bahkan, pemadaman listrik berdampak pada penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 2,5%. Nilai tukar rupiah juga ditutup melemah ke level Rp14.255 per dollar AS pada Senin (5/8).

Sementara itu di Kalimantan, pulau yang dipilih Presiden sebagai ibu kota baru, padamnya listrik merupakan fenomena keseharian. 
Pemerintah mengumumkan secara resmi pemindahan ibu kota pada Rabu, 10 Juli 2019. Presiden Jokowi belum mengumumkan lokasi pasti. Namun, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah digadang-gadang menjadi lokasi ideal.

Abdul Khafizd, seorang warga Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengatakan pemadaman listrik yang dialami warga Jakarta dan sekitarnya, belum seberapa jika dibanding pemadaman di tempat tinggalnya. 

"Kalau di Palangkaraya, setiap bulan sekali pasti listrik padam hampir 6 jam. Bahkan pernah tiga hari berturut-turut listrik padam lantaran salah satu sutet (saluran udara tegangan ekstra tinggi)-nya roboh," ujar Khafizd saat dihubungi Alinea.id, Selasa (6/8).

Khafizd yang bekerja di Borneo Orangutan Survival Foundation, mengaku telah terbiasa dengan pemadaman listrik. Meski tak sepenuhnya, ia menerima dan memaklumi kondisi yang terjadi.

Sponsored

Menurutnya, meski kerap terjadi, namun PLN memberikan informasi pemadaman melalui media massa maupun sosial media. Ia juga enggan menyalahkan kondisi yang terjadi, karena ada para pekerja lapangan yang terus berupaya menormalkan kembali aliran listrik.

Karena seringnya terjadi pemadaman listrik, ia dan warga setempat telah mengantisipasinya dengan selalu menyediakan lilin atau mesin genset. 

"Kami juga gunakan solar panel dan aki untuk sekedar penerangan saat malam hari. Kalau perlu listrik besar untuk menghidupkan alat-alat tukang kayu dan pompa air, maka menghidupkan generator kecil yang hampir di setiap rumah punya," ujarnya.

Khafizd mengakui masyarakat setempat tak bisa mengharapkan PLN menyediakan listrik dengan baik. Karena itu mereka berupaya mandiri dengan membuat pembangkit listrik tenaga air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik.

Hafizd mengaku ragu ibu kota negara akan berlokasi di Kalimantan. "Ya kecuali memang disiapkan secara matang segala kebutuhannya untuk layak disebut ibu kota," ucap dia.

Kinanthi yang sempat tinggal selama dua tahun di Palangkaraya, menyampaikan keraguan serupa, mengingat ketersediaan energi di wilayah ini yang masih minim. 

"Bahkan ada masa di mana hampir tiap malam listrik mati, tapi saya lupa musim apa," kata Kinanthi saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Selasa (6/8).

Kinanthi yang saat ini tengah menyelesaikan studi di salah satu universitas di Yogyakarta, merasa dirugikan dengan pemadaman listrik yang terus terjadi. Saat tinggal di Palangkaraya, kondisi ini membuatnya harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli genset dan bahan bakarnya, serta mengganti sejumlah peralatan rumah tangga yang rusak terkena imbas pemadaman listrik.

"Kami punya genset yang kapasitasnya cukup besar, tapi tentu sangat boros BBM kalau sering pemadaman. Kami juga harus ekstra hati-hati karena kami punya banyak alat yang sensitif terhadap aliran listrik yang kurang stabil," ucap dia.

Kinanthi berharap, PLN dapat bekerja lebih baik agar fasilitas listrik dapat dinikmati merata oleh seluruh masyarakat Indonesia. Apalagi, kata dia, PLN bukanlah perusahaan kemarin sore sehingga seharusnya memiliki pelayanan yang lebih baik. 

Dalam kondisi saat ini, ia tak yakin Kalimantan dapat memenuhi kriteria sebagai sebuah wilayah yang menjadi tempat keberadaan ibu kota negara. 

"Misalnya Palangkaraya akan dijadikan ibu kota, berarti dia akan dipaksa gimana caranya biar bisa menunjang pelaksanaan sistem yang lebih kompleks. Apakah siap?," ujarnya.

Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan, ada perbedaan dalam pemadaman listrik di Jakarta dan Kalimantan. Jakarta sudah menjadi kota yang kelebihan beban, karena fungsi kotanya macam-macam, sementara Kalimantan tidak. Namun di manapun lokasinya, Yayat menekankan, pemadaman listrik yang terjadi hari Minggu lalu tidak boleh terulang di waktu atau pun lokasi lain.

Menurutnya, pemerintah harus menyiapkan master plan dan desain beban untuk ibu kota baru nanti. Pembangunan infrastruktur pendukung, merupakan hal yang niscaya untuk memindahkan lokasi pusat pemerintahan. 

"Seperti energi, air, listrik, dan bisa saja diusulkan menjadi kota hemat energi," kata Yayat saat dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (5/8).

Ihwal listrik, Yayat menyarankan adanya sistem suplai listrik seperti yang diterapkan di Jawa-Bali. Daerah yang memiliki kelebihan listrik, dapat berbagai dengan daerah tetangganya.

Selain itu, ia memandang penting penyediaan alat transportasi publik macam MRT dan LRT di ibu kota baru, yang saat ini telah beroperasi di Jakarta. Begitu juga sistem perbankan dan ekonomi lainnya.

"Menjadi PR pemerintah untuk membangun infarstruktur pendukung berfungsinya ibu kota, karena nantinya kota tersebu tidak hanya sebagai fungsi ibu kota, tapi juga menjalankan fungsi pertahanan dan keamanan, pertumbuhan, perubahan, dan pemukiman, serta jasa keuangan," kata Yayat.

Pengamat Tata Kota dari Universitas Padjajaran Yogi Suprayogi mengatakan, pembangunan infrastruktur menjadi dasar dalam pemindahan ibu kota.

"Itu harus dipikirkan baik-baik. Cuma yang dipertanyakan energi kita nih, mau ambil di mana kalau di Kalimantan?" kata Yogi.

Yogi menegaskan, syarat infrastruktur yang harus dimiliki ibu kota tidak hanya ketersediaan listrik. Sumber daya air juga perlu dipikirkan karena merupakan kebutuhan primer masyarakat.

Direktur Bisnis Regional Kalimantan Machnizon Masri mengatakan, PLN memiliki rencana pengembangan pembangkit mencapai 2.324,8 MW hingga 2028. Jumlah tersebut mencakup 10.232 KMS transmisi dan 3.600 MVA gardu listrik. 

Selain itu, dalam waktu dua tahun ke depan akan ada dua pembangkit Independent Power Producer milik swasta. Dari situ, sistem kelistrikan Kalimantan akan menerima tambahan 800 MW.

"Jangan khawatir kurang listrik di Kalimantan. Pidahkan semua ke Kalimantan, baik pabrik, ibu kota. Masih cukup listriknya," kata Machnizon. 

Berita Lainnya
×
tekid